“Kamu akan ditangkap dan dianiaya; kamu akan diserahkan ke rumah-rumah ibadat dan penjara-penjara, dan kamu akan dihadapkan kepada raja-raja dan penguasa-penguasa oleh karena nama-Ku,” (Luk 21: 12).
Hidup Kristiani adalah hidup kemartiran. Kekristenan adalah agama salib. Yesus dengan rela mencurahkan darah-Nya untuk kita dan Dia memanggil kita untuk menjadi martir juga.
Kata μάρτυς (martir) dalam bahasa Yunani berarti ‘saksi.’ Beberapa Bapa Gereja mengatakan sesuatu tentang kemartiran. Tertullianus berkata: “Darah para martir adalah benih.” Siprianus juga mengatakan: “Ketika penganiayaan terjadi, tentara Allah diuji, dan surga terbuka bagi para martir. Kami tidak termasuk dalam bala tentara yang memikirkan perdamaian dan untuk mundur dari pertempuran, karena kita menyaksikan bahwa Tuhan telah mengambil tempat pertama dalam peperangan tersebut.” Agustinus menulis:” Para martir dibelenggu, dipenjara, dicambuk, dibakar, disiksa, dan dibantai namun mereka malah berlipat ganda”.
Tuhan mungkin memanggil beberapa dari kita untuk menjadi martir. Tetapi bagi sebagian besar dari kita, menjadi martir tanpa menumpahkan darah, yang memberikan kesaksian akan sukacita Injil di tengah tantangan, kontradiksi, godaan dan kesulitan sehari-hari karena cara kita mengikuti Tuhan. Kita menjadi martir dengan menjadi saksi sukacita, kebenaran dan kebebasan Injil; dengan kesaksian nyata. Apa yang menarik dari sukacita Injil? Mereka tertarik pada Injil saat mereka melihat kita mengasihi musuh, tetap gembira dalam penderitaan, sabar dalam kesusahan, mengampuni mereka yang melukai kita dan berbelas kasih kepada mereka yang tidak berdaya dan tanpa harapan.
Bacaan Misa hari ini: Why. 15:1-4; Mzm. 98:1,2-3ab,7-8,9; Luk. 21:12-19.
Mari, menjadi martir-martir jaman now! God never promised us an easy journey in life, only safe arrival.