Remah Harian

KEMANUSIAAN ITU SATU

Pinterest LinkedIn Tumblr

Sabda Hidup

Kamis, 10 Februari 2022, Kamis Pekan Biasa V, Peringatan St. Skolastika
Bacaan: 1Raj. 11:4-13Mzm. 106:3-4,35-36,37,40Mrk. 7:24-30

“Seorang ibu, yang anaknya perempuan kerasukan roh jahat, segera mendengar tentang Dia, lalu datang dan tersungkur di depan kaki-Nya. Perempuan itu seorang Yunani bangsa Siro-Fenisia. Ia memohon kepada Yesus untuk mengusir setan itu dari anaknya. Lalu Yesus berkata kepadanya: “Biarlah anak-anak kenyang dahulu, sebab tidak patut mengambil roti yang disediakan bagi anak-anak dan melemparkannya kepada anjing.” Tetapi perempuan itu menjawab: “Benar, Tuhan. Tetapi anjing yang di bawah meja juga makan remah-remah yang dijatuhkan anak-anak.” Maka kata Yesus kepada perempuan itu: “Karena kata-katamu itu, pergilah sekarang sebab setan itu sudah keluar dari anakmu.” Perempuan itu pulang ke rumahnya, lalu didapatinya anak itu berbaring di tempat tidur, sedang setan itu sudah keluar.” 

(Mrk 7: 25 – 30)

Kisah perjumpaan Yesus dengan perempuan Siro Fenisia dalam Injil hari ini menggambarkan orientasi sosial pada waktu itu. Perempuan itu telah mendengar tentang Yesus, datang tersungkur di hadapan-Nya, memohon kesembuhan untuk anaknya yang kerasukan roh jahat. Perempuan itu adalah orang asing, bangsa kafir, berasal dari luar komunitas Yahudi. Bahkan dalam dialog dengan Yesus, nampak seakan-akan misi Yesus hanyalah untuk umat Allah terpilih saja. “Biarlah anak-anak kenyang dahulu, sebab tidak patut mengambil roti yang disediakan bagi anak-anak dan melemparkannya kepada anjing.” Wah…sampai disebut “anjing”!

Namun jawaban perempuan itu menjadi kritik yang meruntuhkan tembok eksklusivitas keselamatan. Ada tempat bagi semua orang dalam rencana keselamatan Allah.

Agama, warna kulit, bahasa, status ekonomi dan sosial sering menjadi tembok-tembok yang memisahkan ketimbang menjadi jembatan yang memungkinkan keberagaman hidup dalam harmoni. Pengasingan menghambat interaksi dan persatuan. Banyak yang merasa bahwa dengan “menyingkirkan” orang lain orang merasa aman dalam lingkaran dunianya sendiri. Banyak orang yang terkungkung oleh kebenarannya sendiri. Memang, lebih mudah berrelasi dengan orang-orang segolongan, seiman, sekepercayaan, ketimbang dengan mereka yang mengekspresikan iman dan kepercayaannya atas cara berbeda.

Yesus menunjukkan kepada kita, kendati pelbagai macam perbedaan umat manusia, cinta dan belas kasih adalah nilai universal yang melampaui batasan-batasan manusiawi. Ia mengulurkan tangan bagi semua yang percaya pada bahasa HATI. Yang diperlukan hanyalah iman yang sederhana kepada-Nya, seperti iman perempuan Siro Fenisia itu.

Semoga kita masing-masing menjadi agen pemersatu.

“Kemanusiaan itu satu. Kendati berbeda bangsa, asal-usul dan ragamnya, berlainan bahasa dan adat-istiadatnya, kemajuan dan cara hidupnya, semua merupakan satu keluarga besar.”

Mgr. Albertus Soegijapranata, S.J.
Author

Write A Comment