Sabda Hidup
Selasa, 28 Juli 2020, Selasa Pekan Biasa XVII
“Orang yang menaburkan benih baik ialah Anak Manusia; ladang ialah dunia. Benih yang baik itu anak-anak Kerajaan dan lalang anak-anak si jahat. Musuh yang menaburkan benih lalang ialah Iblis. Waktu menuai ialah akhir zaman dan para penuai itu malaikat. Maka seperti lalang itu dikumpulkan dan dibakar dalam api, demikian juga pada akhir zaman,”
(Mat 13: 37 – 40).
Kutipan Injil hari ini adalah penjelasan perumpamaan tentang gandum dan lalang. Anak Manusia menabur benih yang baik di ladang dunia dan menghasilkan anak-anak Kerajaan. Iblis menabur benih yang buruk, yang menghasilkan orang-orang jahat. Pada akhir zaman, malaikat akan menyingkirkan orang-orang jahat itu dan orang-orang benar akan bercahaya dalam kerajaan Bapa. Mengapa lalang dalam perumpamaan itu tidak boleh dicabut begitu saja? Rupanya keduanya sangat mirip, sehingga ketika mencabut lalang itu, gandum dapat pula tercabut. Perlulah hati-hati karena lalang sering menyamar menjadi gandum. Perlulah kita waspada karena sering kali dosa juga menyamar dalam hal yang nampaknya baik.
Sebagai orang Kristen, jika tidak berhati-hati, dosa kita sering bergeser dari dosa-dosa yang terbuka, yang kelihatan, misalnya berbohong, menipu, mencuri, memaki, mengumpat, dll, ke dosa yang tersembunyi dan tidak terlihat … di antaranya ialah keinginan untuk selalu mengkritik … mudah menghakimi dan sikap mencari-cari kesalahan orang lain. Bahkan, dosa ini menjadi salah satu pelanggaran yang lebih sering dilakukan oleh orang-orang yang aktif menggereja. Begitu biasa di kalangan gereja, sehingga bisa diberi label “kejahatan kristiani”.
Paus Fransiskus dalam pelbagai kesempatan memberikan pesan yang jelas bahwa kita harus “lambat untuk menghakimi.” Seringkali kita terlalu mudah untuk melihat diri kita sebagai gandum dan kemudian mengidentifikasi orang lain sebagai lalang.
Kiranya Doa Mohon Kerendahan Hati ini (Puji Syukur no. 141) dapat membantu kita “mencabut” lalang yang ditaburkan oleh Iblis dari hati kita:
Allah yang Mahatinggi, Putra Mu Yesus telah memberikan teladan kerendahan hati yang tiada tara.
Walaupun Allah, Ia telah menghampakan diri-Nya, mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia.
Dan dalam keadaan-Nya sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dengan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.
Terima kasih, ya Bapa, atas teladan Yesus ini.
Berilah kami semangat Yesus sendiri, agar dengan rendah hati kami menganggap orang lain lebih utama daripada kami sendiri.
Bebaskanlah kami dari kesombongan, dan berilah kami ketabahan kalau karena nama-Mu kami direndahkan.
Semoga kami tidak sakit hati kalau kami kurang dihargai atau kurang dihormati, kalau kami diabaikan atau dilupakan.
Sebaliknya, semoga kami ikut bahagia kalau orang lain berhasil dan mendapat pujian serta penghargaan.
Ya Bapa, jadikanlah hati kami seperti hati Yesus yang lembut dan rendah hati.
Bacaan Misa hari ini: Yer. 14:17-22; Mzm. 79:8,9,11,13; Mat. 13:36-43.