Remah Harian

KEBERSIHAN SEJATI

Pinterest LinkedIn Tumblr

Sabda Hidup

Selasa, 11 Oktober 2022, Selasa Pekan Biasa XXVIII, Peringatan Fak. St. Yohanes XXIII
Bacaan: Gal. 4:31b-5:6Mzm. 119:41,43,44,45,47,48Luk. 11:37-41.

“Kamu orang-orang Farisi, kamu membersihkan bagian luar dari cawan dan pinggan, tetapi bagian dalammu penuh rampasan dan kejahatan….. berikanlah isinya sebagai sedekah dan sesungguhnya semuanya akan menjadi bersih bagimu.”

(Luk 11: 39. 41)

Selama masa pandemi, mencuci tangan menjadi “ritual” yang penting. Perikope Injil hari ini bercerita juga tentang ritual mencuci tangan. Yesus yang diundang makan malam oleh seorang Farisi melanggar hukum adat dengan sengaja menghilangkan ritual mencuci tangan sebelum makan dan di antara hidangan. Orang-orang Yahudi yang saleh diharapkan, pada setiap kesempatan, untuk mencuci tangan mereka dengan menuangkan dua ons air dari ujung jari ke pergelangan tangan dan juga sebaliknya, dari pergelangan tangan ke ujung jari. Kemudian tangan setiap telapak tangan dibersihkan dengan menggosokkan kepalan tangan yang satu ke telapak tangan lainnya. Air ditampung dalam kendi batu besar untuk upacara pembasuhan ini. Mengabaikan ritual ini dianggap berdosa dan itulah sebabnya si tuan rumah heran dengan apa yang dilakukan oleh Yesus.

Namun dengan peristiwa ini Yesus mengajarkan esensi agama. Yesus menunjukkan bahwa esensi agama adalah mempersembahkan kepada Tuhan hati yang bersih yang dipenuhi dengan cinta, belas kasih, dan pengampunan. Semata-mata menjalankan ritual eksternal tanpa pembersihan hati adalah kemunafikan yang dibenci Tuhan. Yesus menggunakan kesempatan itu untuk menunjukkan kepada orang-orang Farisi bahwa mereka menyimpan pikiran jahat seperti keserakahan, kesombongan, kepahitan, iri hati dan kesombongan di dalam hati mereka.

Kebersihan sejati tidak datang dari hal luaran melainkan dari hati. Tentu, menjaga kebersihan jasmani itu amat penting, tetapi kita tidak boleh terbatas pada kebersihan fisik saja. Mengapa Yesus justru berbicara tentang “memberi sedekah” saat berbicara tentang “cuci tangan”? Sebab dengan memberi dengan ikhlas dan murah hati, kita menyatakan kasih, belarasa, kemurahan dan belas kasih. Dan dalam hati yang berbelarasa dan berbelas kasih tak ada ruang untuk iri hati, dengki dan keserakahan.

Maka, agar hati kita bersih, kita harus menghidupi kasih:

Kasih dalam kata-kata. Kata-kata kita sering lebih menyakiti ketimbang pukulan atau lemparan batu. Apakah kata-kata saya menyembuhkan, menguatkan, memotivasi, mendorong, menghidupkan? Atau meremehkan, merendahkan, menyinggung, dan menyakiti?

Kasih dalam pikiran. Kata-kata tentu muncul dari apa yang kita pikirkan. Apakah saya berpikiran positif atau negatif terhadap orang lain? Berpikirlah positif terhadap orang lain sebab dengan itu kita dapat melihat Tuhan dalam diri orang lain.

Kasih dalam tindakan. Tak cukup kita berpikir dan berkata-kata yang baik. Kita juga perlu berbuat baik. Itulah kehidupan Kristus, hidup untuk melayani. Ia sendiri berkata, “Anak Manusia datang bukan untuk dilayani melainkan untuk melayani dan memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.” Sudahkah saya berbuat baik?

Author

Write A Comment