Sabda Hidup
Minggu, 18 Desember 2022, Minggu Advent IV Tahun A
Bacaan: Yes. 7:10-14; Mzm. 24:1-2,3-4ab,5-6; Rm. 1:1-7; Mat. 1:18-24.
“Yusuf, anak Daud, janganlah engkau takut mengambil Maria sebagai isterimu, sebab anak yang di dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus. Ia akan melahirkan anak laki-laki dan engkau akan menamakan Dia Yesus, karena Dialah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka.”
(Matius 1: 20 – 21)
Hari ini adalah Hari Minggu Advent IV dan hari Minggu depan kita akan merayakan kenangan akan kelahiran Tuhan kita Yesus Kristus.
Bacaan Injil hari ini adalah tentang St. Yusuf yang berencana untuk menceraikan Maria dengan diam-diam karena ternyata Maria sudah mengandung [dari Roh Kudus], sebelum mereka hidup sebagai suami – isteri.
Lho, belum suami – isteri koq mau diceraikan? Apa yang dikisahkan dalam Injil menggambarkan tradisi perkawinan Yahudi yang mencakup tiga tahap.
Tahap yang pertama adalah penjodohan. Tidak jarang mereka dijodohkan sejak mereka masih anak-anak. Hal itu biasanya terlaksana melalui orang tua mereka atau melalui “mak comblang” yang diminta oleh keluarga. Jadi sering kali pasangannya sendiri tidak terlibat atau bahkan belum pernah saling bertemu.
Tahap kedua adalah pertunangan. Pertunangan dapat disebut sebagai peresmian penjodohan yang telah dimasuki oleh pasangan sebelumnya. Tahap penjodohan hubungan dapat diputuskan jika si gadis tidak mau melanjutkan hubungan. Namun sekali mereka sudah masuk dalam pertunangan, hubungan sudah mengikat. Biasanya masa pertunangan berlangsung selama satu tahun. Dalam kurun waktu itu mereka sudah diketahui/dikenal sebagai suami dan isteri, walaupun mereka belum mempunyai hak-hak sebagai suami dan isteri. Pertunangan tidak dapat diputuskan kecuali dengan perceraian. Dalam tahap inilah hubungan Yusup dan Maria. Mereka sudah bertunangan dan jika Yusup ingin mengakhiri hubungan itu, ia dapat melakukannya dengan perceraian dan pada masa pertunangan ini Maria sudah secara legal diketahui sebagai isteri Yusup.
Tahap ketiga adalah perkawinan atau pernikahan itu sendiri, yang dilaksanakan pada akhir masa pertunangan yang berlangsung selama satu tahun.
Jadi pada tahap kedualah Yusup menerima kabar bahwa Maria telah mengandung dari Roh Kudus dan ia harus memberi nama anak itu Yesus. Yesus adalah transliterasi bahasa Latin dari bahasa Yunani Iēsous yang juga adalah transliterasi dari bahasa Ibrani Yeshua atau Y’shua [bentuk pendek dari Yehoshua (יְהוֹשֻׁעַ) yang berarti Yahweh adalah keselamatan. Mungkin ada yang berpikir bahwa nama “Kristus” adalah nama keluarga atau nama Fam. Tetapi nama “Kristus” sendiri adalah gelar yang berarti “Yang Terurapi” atau “Mesias”, Sang Juruselamat yang dijanjikan oleh Allah kepada orang-orang Yahudi, yang kedatangan-Nya telah dinanti-nantikan.
Warta malaikat kepada Yusuf yang dengan diam-diam berencana hendak menceraikan Maria adalah: “Yusuf, anak Daud, janganlah engkau takut mengambil Maria sebagai isterimu, sebab anak yang di dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus.” “Jangan takut!” itulah warta utama dari malaikat itu kepada Yusuf.
Apa yang ditakuti oleh Yusuf? Apakah ia takut mengambil Maria sebagai isteri? Pertama, mengingat budaya umum pada masa itu, Yusuf pasti berada dalam situasi yang sulit. Situasinya memalukan karena Maria, tunangannya, sedang mengandung. Menjadi pria terhormat, hal terbaik yang bisa dia lakukan adalah menceraikan Maria secara diam-diam. Tetapi malaikat yang menampakkan diri kepadanya mencegahnya untuk melaksanakan rencananya. Malaikat itu menjelaskan kepadanya bagaimana Yesus dikandung oleh Maria. Sama seperti Maria mengikuti kehendak Tuhan, Yusuf pun melakukan hal yang sama dengan mengambil Maria sebagai istrinya.
Kedua, kita dapat dengan mudah menghubungkannya dengan bacaan hari ini. Di sisi lain, kita dapat menduga bahwa Yusuf pasti takut untuk menerima Yesus sebagai putranya. Itu pasti perintah yang sulit. Karena dia tahu siapa Yesus dan menjadi bapanya memerlukan hubungan yang sangat pribadi dan intim dengan-Nya. Dia takut akan tantangan dan tuntutan yang mungkin diminta oleh hubungannya dengan Yesus.
Namun akhirnya Yusuf bangun dan memutuskan untuk membawa Maria ke rumahnya. Setelah kita menyadari bahwa tidak ada yang perlu ditakutkan, karena “semua ini terjadi untuk menggenapi apa yang Tuhan katakan”, kita kemudian membawa kabar baik ke dalam rumah kita, ke jalan-jalan, ke dalam pekerjaan kita. Kita bahagia dengan janji Tuhan bahwa keselamatan akan menyertai kita melalui Sang Emmanuel.
Sahabat-sahabat, mari kita renungkan lebih jauh tentang hal ini. Terkadang kita dilumpuhkan oleh ketakutan kita untuk mengambil tanggung jawab atas tugas yang diberikan Tuhan kepada kita. Kita takut untuk menjaga dan memelihara ciptaan Tuhan; kita takut memperjuangkan kebenaran dan keadulan, kita takut hidup “bersih”, kita takut untuk menjangkau mereka yang membutuhkan; kita takut untuk merawat diri kita sendiri dengan baik. Ketakutan menghentikan kita untuk menjadi rekan kerja yang kreatif dan produktif dalam karya penciptaan Tuhan. Mengapa? Mungkin karena kita takut dengan apa yang orang lain katakan atau karena gaya hidup yang kita miliki, takut kehilangan relasi, takut kehialngan jabatan, takut mengalami kesulitan dan penderitaan karena hidup sesuai kehendak dan perintah Tuhan. Beberapa orang takut untuk melayani Gereja terlepas dari karunia yang mereka miliki. Mereka ingin orang lain melakukannya dan ingin diri mereka sebagai anggota yang biasa-biasa saja.
Perikop Injil hari ini hadir sebagai tantangan bagi kita untuk secara sukarela dan aktif berpartisipasi dalam pembangunan Kerajaan Allah di bumi ini. Mari kita berdoa untuk mengatasi ketakutan kita. Semoga ketakutan kita berubah menjadi sukacita!