Sabda Hidup
Senin, 7 September 2020, Senin Pekan Biasa XXIII
“Aku bertanya kepada kamu: Manakah yang diperbolehkan pada hari Sabat, berbuat baik atau berbuat jahat, menyelamatkan nyawa orang atau membinasakannya?” Sesudah itu Ia memandang keliling kepada mereka semua, lalu berkata kepada orang sakit itu: “Ulurkanlah tanganmu!” Orang itu berbuat demikian dan sembuhlah tangannya.
(Luk 6: 9 – 10)
Dalam Injil hari ini, Yesus dihadapkan pada suatu dilemma. Di hadapan-Nya ada seorang yang mati tangan kanannya. Namun hari itu adalah hari Sabat. Haruskah Ia menunda untuk menyembuhkan orang itu? Apakah belas kasih harus dinyatakan segera pada saat itu juga? Apakah dasar dari keputusan kita untuk berbuat baik, meski aturan harus dilanggar? Yesus menghadapkan kepada kita pertanyaan ini: “Aku bertanya kepada kamu: Manakah yang diperbolehkan pada hari Sabat, berbuat baik atau berbuat jahat, menyelamatkan nyawa orang atau membinasakannya?” Kemudian kepada orang yang mati tangan kanannya itu Ia berkata: “Ulurkanlah tanganmu!” Orang itu berbuat demikian dan sembuhlah tangannya. (Luk 6: 9 – 10). Bagi Yesus, perbuatan baik tidak boleh ditunda. Kita harus meringankan sakit dan penderitaan sesegera mungkin, kecuali memang ada alasan yang tepat untuk itu. Tak seorangpun harus menderita berkepanjangan tanpa alasan. Kita dipanggil untuk memulihkan martabat dan kehidupan setiap orang.
Sebaliknya, para ahli Taurat dan kaum Farisi berusaha untuk mengamat-amati, kalau-kalau Yesus akan melanggar hukum. “Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi mengamat-amati Yesus, kalau-kalau Ia menyembuhkan orang pada hari Sabat, supaya mereka dapat alasan untuk mempersalahkan Dia,” (Luk 6: 7). Perhatian mereka bukanlah orang yang menderita itu. Orang yang mati tangannya itu hanyalah umpan untuk menangkap Yesus melanggar hukum. Bagi para pemimpin Yahudi, penerapan hukum Musa dengan secermat-cermatnya bertujuan untuk memisahkan diri mereka dari orang-orang lain pada umumnya. Rakyat jelata tidak akan pernah dapat menepati hukum karena mereka terlalu miskin untuk menaati hukum-hukum itu. Jadi hukum diterapkan untuk menaikkan status mereka dan menempatkan diri mereka di atas yang lain. Mereka bukan pemberi hidup tetapi penghancur kehidupan. Suatu Ironi, bahwa mereka berusaha keras untuk menaati hukum Sabat, dan pada saat yang sama mereka ingin membunuh. “Maka meluaplah amarah mereka, lalu mereka berunding, apakah yang akan mereka lakukan terhadap Yesus,” (Luk 6: 11).
Apakah saya sering menunda untuk berbuat baik? Untuk apa saya berbuat baik? Saya seorang pemberi kehidupan atau penghancur kehidupan?
Bacaan Misa hari ini: 1Kor. 5:1-8; Mzm. 5:5-6,7,12; Luk. 6:6-11.