Sabda Hidup
Sabtu, 18 Juni 2022, Sabtu Pekan Biasa XI
Bacaan: 2Taw. 24:17-25; Mzm. 89:4-5,29-30,31-32,33-34; Mat. 6:24-34.
“Tak seorangpun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon.”
(Mat 6: 24)
Dalam segala hal, untuk mencapai yang terbaik, perhatian kita tidak boleh terbagi. Tidak boleh mendua-hati.
Hari ini Yesus bersabda: “Tak seorangpun dapat mengabdi kepada dua tuan.” Dua tuan itu adalah Allah dan Mamon. Mamon, secara alkitabiah sering dimengerti sebagai kekayaan, sering digunakan untuk menggambarkan pengaruh kekayaan materi yang merendahkan martabat dan sering dikaitkan dengan keserakahan dalam mengejar keuntungan. Jika seseorang ingin mengarahkan hidupnya pada Allah dan bagi sesama demi kemuliaan Allah, maka ia harus melepaskan kelekatannya pada Mamon. Setiap orang harus memilih. Dan kita hendaknya memilih Allah dan bukan Mamon. Mengabdi Allah dan bukan Mamon.
Pengalaman manusiawi kita menunjukkan bahwa kita harus berhati-hati dalam urusan Mamon. Mamon begitu kuat sehingga dapat menghancurkan kita. Jinakkan Mammon menjadi hamba kita dan bukan membiarkan dia menjadi tuan atas kita. Masalah muncul ketika Mamon menjadi tuan atas diri kita. Sebagai hamba, ia dapat berguna, dapat menghasilkan hal-hal yang baik bagi kita dan bagi dunia. Tetapi sebagai tuan, ia akan merusak.
Pelajaran lain yang dapat kita dapatkan adalah bahwa Mamon tak pernah membuat kita puas. Semakin kita mendapatkannya, semakin kita ingin mengejarnya. Dan kita suka menyembunyikannya dari orang lain karena khawatir akan direbut. Itu akan membuat kita mabuk. Membuat kita semakin haus, dahaga yang tak kan pernah terpuaskan. Hanya Allahlah yang dapat memenuhi dan memuaskan kita, sebab barangsiapa mempunyai Allah, ia memiliki segalanya. Semakin kita dekat dengan Allah, semakin kita dekat dengan sesama. Semakin banyak kita minum dari sumber air hidup dari Allah, semakin kita bahagia, semakin kita memperkaya sesama.
Kita tidak dapat membahagiakan orang lain dengan membagikan Mamon, sebab mereka juga akan ingin lebih lagi dan lagi, dan kita tidak dapat memuaskannya.
Kita dapat membuat orang lain bergembira, bersukacita dengan membagikan karunia Roh yang kita miliki.
Mari kita renungkan, bagaimana kita menggunakan sumber daya (Mamon) yang kita miliki? Apakah saya menggunakannya untuk kenyamanan saya sendiri? Atau saya menggunakannya untuk kebaikan semakin banyak orang? Apakah saya menggunakan Mamon demi kemuliaan Allah atau ketenaran diri sendiri? Apakah saya menggunakan segala hal seolah-olah hal itu adalah milik kita, atau dalam kesadaran bahwa semuanya adalah milik Allah? Bagaimana saya berusaha memperoleh Mamon (kuasa dan harta milik) dalam hidup saya? Apakah saya memperolehnya atas cara yang adil dan benar, atau menghalalkan segala cara?