Sabda Hidup
Kamis, 4 Agustus 2022, Peringatan Wajib St, Yohanes Maria Vianney
Bacaan: Yer. 31:31-34; Mzm. 51:12-13,14-15,18-19; Mat. 16:13-23
“Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?” Maka jawab Simon Petrus: “Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!”
(Mat 16: 15 – 16)
Perikop Injil hari ini merupakan yang pertama dari tiga nubuat Yesus tentang sengsara, wafat dan kebangkitan-Nya. Terdapat dua bagian: pengakuan Petrus terhadap Yesus, Mesias, dan nubuat Yesus akan sengsara dan wafat-Nya yang semakin dekat.
Nyata bagi kita bahwa bahwa dasar iman kita adalah penerimaan kita secara personal terhadap Yesus sebagai Kristus, Tuhan dan Sang Juruselamat kita. Kita juga diberitahu bahwa Yesus Kristus menjadi Juruselamat kita dengan menderita, wafat dan bangkit. Pernyataan iman Petrus yang terkenal ini terjadi di Kaisarea Filipi, kurang lebih 40 km arah timur laut dari Danau Galilea. Yesus menyadari, apabila para rasul tidak mengenal identitas Yesus yang sesungguhnya, maka sia-sialah seluruh karya, sengsara, wafat dan kebangkitan-Nya. Maka, sang Guru Ilahi memutuskan untuk bertanya: apa pendapat publik tentang Dia dan apa pendapat para rasul sendiri secara pribadi.
Jawaban mereka terhadap pertanyaan pertama adalah: “Ada yang mengatakan: Yohanes Pembaptis; ada juga yang mengatakan: Elia dan ada pula yang mengatakan: Yeremia atau salah seorang dari para nabi.” Terhadap pertanyaan kedua, Petrus berinisiatif menjawab: “Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!” Yesus meneguhkan Petrus bahwa jawabannya adalah pewahyuan dari Allah. “Berbahagialah engkau Simon bin Yunus sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di sorga.”
Sahabat-sahabat, siapakah Yesus bagi anda masing-masing? Penerimaan terhadap Yesus secara pribadi amat penting bagi iman kita. Mari kita alami Dia sebagai Tuhan dan Juruselamat. Mari kita memasrahkan diri kita kepada-Nya. Kita mengimani Yesus secara pesonal sebagai Tuhan dan Juruselamat dengan mendengarkan Sabda-Nya dalam permenungan kita atas Kitab Suci, dengan bercakap-cakap dengan-Nya setiap hari baik secara pribadi maupun bersama, dengan sering-sering menyambut-Nya dalam Ekaristi dan mempersembahkan hidup kita di altar, dengan berdamai dengan-Nya setiap malam, memohon pengampunan-Nya atas dosa-dosa kita, dengan sering-sering menerima Sakramen Rekonsiliasi dan dengan dikuatkan oleh sakramen-sakramen lainnya. Tahap selanjutnya adalah mempersembahkan hidup kita dengan pelayanan yang rendah hati dan penuh kasih terhadap sesama, dengan keyakinan bahwa Yesus hadir dalam diri setiap orang yang kita layani.
Keteladanan akan relasi personal yang dalam dengan Kristus dan pemberian diri yang total ada dalam diri orang kudus kita hari ini, St. Yohanes Maria Vianney (8 Mei 1786 – 4 Agustus 1859). Ia adalah pastor dari Ars di Perancis. Kebesaran-Nya bukan terletak pada prestasi akademisnya atau dalam kemampuan administrasinya, tetapi dalam kekudusan dan dedikasinya untuk merawat jiwa-jiwa. Hidupnya dicurahkan untuk keselamatan jiwa-jiwa. Dia menghabiskan waktu berjam-jam untuk mendengarkan pengakuan. Dia juga mencurahkan energinya untuk berkhotbah dan mengajar katekismus. Tuhan menggunakan imam yang suci ini untuk membangkitkan banyak pertobatan yang luar biasa.
Mari kita berdoa untuk semua imam. Semoga mereka memiliki kekudusan hidup St. Yohanes Marie Vianney, memusatkan hidup mereka pada Allah, dan bukan pada diri sendiri. Semoga St Yohanes Maria Vianney berdoa bagi ribuan imam yang dalam kesenyapan dan kesendirian dengan tekun melayani umat, mendengarkan masalah mereka, menjadi saluran pengampunan Allah, dan memberi mereka “makan” dengan ajaran dan teladan Kristus.
“A priest goes to Heaven or a priest goes to Hell with a thousand people behind.”
St. John Marie Vianney