Sabda Hidup
Senin, 15 Maret 2021, Senin Pekan Prapaskah IV
“Jika kamu tidak melihat tanda dan mujizat, kamu tidak percaya.” Pegawai istana itu berkata kepada-Nya: “Tuhan, datanglah sebelum anakku mati.” Kata Yesus kepadanya: “Pergilah, anakmu hidup!” Orang itu percaya akan perkataan yang dikatakan Yesus kepadanya, lalu pergi.”
(Yoh 4: 48 – 50)
Seorang anak kecil terjebak di lantai atas rumahnya yang terbakar. Asap begitu tebal sehingga ia tidak dapat melihat sekelilingnya. Ia menangis memanggil-manggil ayahnya. Tiba-tiba ia mendengar suara ayahnya yang menyuruhnya melompat. Anak itu menjawab: “Tidak ayah, aku tidak dapat melihatmu!” Ayahnya berseru: “Lompatlah nak, aku dapat melihatmu. Lompat! Aku akan menangkapmu!” “Ayah, aku takut!” kata anak itu. “Jangan takut! Percayalah, engkau akan selamat! Aku akan menangkapmu!” jawab ayahnya. Akhirnya anak itu melompat dan mendarat dengan selamat di tangan ayahnya.
“Iman adalah percaya pada apa yang tidak dapat kamu lihat; dan ganjarannya adalah melihat apa yang kamu percaya,” kata St. Augustinus.
Seorang pegawai istana, kemungkinan pegawai dari Herodes Antipas, bergegas dari Kapernaum ke Galilea, memohon kepada Yesus agar menyembuhkan anaknya yang sakit hampir mati. Mula-mula Yesus berkata kepadanya: “Jika kamu tidak melihat tanda dan mujizat, kamu tidak percaya.” Namun ketika Yesus berkata: “Pergilah, anakmu hidup!” Orang itu percaya akan perkataan yang dikatakan Yesus kepadanya, lalu pergi (Yoh 4: 50). Tidak ada jaminan, hanya percaya kepada sabda Yesus.
Ada perkembangan iman dalam diri pegawai istana tersebut. Pertama-tama ia percaya karena ia telah mendengar apa yang telah dilakukan oleh Yesus. Ia telah mendengar peristiwa Yesus mengubah air menjadi anggur di Kana. Ia telah mendengar mujizat-mujizat yang telah dilakukan oleh Yesus di Yerusalem. Pendek kata, ia telah mendengar mujizat-mujizat yang telah dilakukan oleh Yesus. Jadi, imannya mengalir dari pengetahuannya atas tanda-tanda heran yang telah dilakukan oleh Yesus.
Dengan iman seperti itu ia datang menemui Yesus, yang menanggapinya dengan memyembuhkan anaknya. Kemudian pegawai istana itu mengalami suatu transformasi. Imannya beranjak, dari percaya akan apa yang telah dilakukan oleh Yesus, menuju percaya terhadap pribadi Yesus yang melakukan mujizat. Ini adalah suatu perubahan penting, dari percaya akan pekerjaan yang dilakukan oleh Yesus menjadi percaya akan kepada Yesus secara personal.
Bagaimana dengan kita? Apakah relasi kita dengan Yesus hanya didasarkan pada keinginan-keinginan dan doa-doa kita yang dikabulkan? Jika demikian maka ketika kita tidak menerima apa yang kita mohon, kemudian kita merajuk, bersungut-sungut. Kita kemudian tidak lagi menghadiri ekaristi karena Ia tidak mendengar doa kita. Kita marah karena Ia “menolak” apa yang kita inginkan. Kita merasa bahwa doa-doa kita tidak berguna karena Ia tidak mendengarkan permohonan kita.
Tantangannya bagi kita adalah, percaya bukan hanya pada apa yang telah dikerjakan-Nya, tetapi percaya pada pribadi Yesus Kristus, karena Ia selalu ada bersama kita. Doa-doa kita dikabulkan atau tidak, Ia ada, bersama kita. Jika iman kita ditujukan kepada pribadi Yesus, maka, sekalipun kita menghadapi kesulitan, krisis, masalah-masalah dalam hidup; ketika doa-doa kita nampak seakan-akan tak terjawab; kita tetap memiliki iman yang kokoh dan konsisten. Iman kita bukan karena apa yang telah dikerjakan-Nya saja, tetapi iman kepada seorang pribadi, Yesus Kristus, Juruselamat kita.
Ia ada bersama dengan kita, saat ini dan kapanpun.
Bacaan hari ini: Yes. 65:17-21; Mzm. 30:2,4,5-6,11-12a,13b; Yoh. 4:43-54.