Sabda Hidup
Rabu, 5 Agustus 2020, Rabu Pekan Biasa XVIII
Tetapi perempuan itu mendekat dan menyembah Dia sambil berkata: “Tuhan, tolonglah aku.” Tetapi Yesus menjawab: “Tidak patut mengambil roti yang disediakan bagi anak-anak dan melemparkannya kepada anjing.” Kata perempuan itu: “Benar Tuhan, namun anjing itu makan remah-remah yang jatuh dari meja tuannya.”
(Mat 15: 25 – 27)
Apakah Yesus sungguh-sungguh mengabulkan permohonan perempuan Kanaan itu seperti melemparkan makanan kepada anjing? Barangkali ada yang berpikir bahwa apa yang dikatakan oleh Yesus itu sungguh merendahkan. Akan tetapi, jika kita renungkan, apa yang dikatakan oleh Yesus ada kebenarannya. Tentu Yesus tidak bermaksud untuk bersikap kasar.
Pertama, mari kita dalami, apa kebenaran dari kata-kata Yesus. Yesus diminta oleh perempuan itu untuk menyembuhkan puterinya. Pada dasarnya, Yesus mengatakan bahwa perempuan itu tidak pantas menerima rahmat itu. Dan itu benar. Seperti anjing tak pantas diberi makanan yang disediakan bagi anak-anak, kita pun tak layak menerima rahmat Tuhan. Walau dikatakan dengan cara yang mengejutkan, Yesus mengatakan bahwa kita sebenarnya tidak layak menerima rahmat karena dosa-dosa kita. Kita menerima anugerah bukan karena kita pantas tetapi karena kemurahan Tuhan.
Kedua, pernyataan Yesus memberi kesempatan kepada perempuan itu menanggapinya dengan kerendahan hati dan iman yang penuh. Kerendahan hatinya nampak dari kenyataan bahwa ia tidak menyangkal ketika disamakan dengan anjing yang makan dari meja tuannya. Malahan, ia dengan rendah hati mengatakan, bahkan anjing pun makan dari remah-remah yang hatuh dari meja tuannya. Kita yakin, bahwa Yesus yang nampaknya merendahkan karena Ia tahu, betapa rendah hatinya perempuan kanaan itu. Ia tahu bahwa perempuan itu akan menanggapi kata-kata Yesus dengan kerendahan hati dan iman yang luar biasa. Perempuan itu tidak marah, malahan ia memeluk ketidakpantasannya dan dengan imannya memohon belas kasih Tuhan, meski tidak layak.
Kerendahan hati memungkinkan iman yang sejati bertumbuh, dan iman yang sejati memberi tempat bagi belas-kasih dan kuasa Tuhan. Yesus sendiri berkata: “Hai ibu, besar imanmu!” Imannya menjadi terang benderang dan Yesus memakai kesempatan itu untuk memuji iman yang rendah hati itu.
Apa tanggapan kita, jika Yesus mengatakan hal yang sama terhadap saya? Apakah saya cukup rendah hati untuk menyadari ketidakpantasan saya? Kerendahan hati dan iman bersama-sama membuka kunci belaskasih Tuhan.
Bacaan Misa hari ini: Yer. 31:1-7; MT Yer. 31:10,11-12ab,13; Mat. 15:21-28.