Sabda Hidup
Jumat, 24 Desember 2021, Malam Natal
Bacaan: Yes. 9:1-6; Mzm. 96:1-2a,2b-3,11-12,13; Tit. 2:11-14; Luk. 2:1-14
“Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud.”
(Luk 2: 11)
Seorang bapak tidak mau pergi ke gereja untuk merayakan natal bersama keluarganya karena ia tidak dapat mengerti apa artinya “Allah menjadi manusia.” Maka ia tinggal di rumah sendirian. Di tengah cuaca buruk waktu itu, ia melihat sekawanan burung di halaman belakang rumahnya. Rupanya kawanan burung itu mencari tempat perlindungan dari hujan dan angin kencang malam itu. Bapak itu merasa iba dan menolong burung-burung itu. Ia mencoba menggiring mereka masuk ke gudangnya, ia memancing mereka dengan makanan, tetapi semua usaha gagal. Nampaknya burung-burung itu tidak mengerti bahwa ia ingin menolong mereka. Akhirnya ia mengerti, burung-burung itu tentu melihatnya sebagai makhluk yang asing dan barangkali menakutkan bagi mereka. Tentu mereka tidak mempercayainya. Dalam keputusasaan ia bergumam: “Andai saja aku bisa menjadi burung sesaat saja, saya dapat menyelamatkan mereka.” Persis pada saat itu, ia mendengar lonceng gereja berdentang. Ia berlutut saat itu juga dan berkata: “Sekarang aku mengerti mengapa Allah menjadi manusia.”
Sahabat-sahabat terkasih, Natal adalah saat menggembirakan, karena menjadi saat ketika kita “dipaksa” berpikir tentang sesama. Mari kita hadapi saja. Sebagian besar waktu hidup kita, kita habiskan untuk berpikir tentang diri sendiri. Kita tenggelam dalam kepentingan diri kita sendiri. Kini saatnya untuk berpikir tentang orang lain. Seperti dalam cerita tadi, Allah menjadi manusia agar Ia “mengerti” kita – perasaan kita, penderitaan kita, perjuangan kita, cita-cita kita – Ia ada bersama kita 24 jam sehari, sepanjang waktu! Ia tidak peduli apakah umat manusia yang akan diselamatkan-Nya itu baik atau buruk, memaafkan atau tidak, murah hati atau tidak, Ia tetap menjadi manusia dan tinggal di tengah-tengah kita. “Begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal,” (Yoh 3: 16). “Jesus is the name and the face of the love of God who came to dwell among us,” kata Paus Fransiskus. Itulah Natal.
Satu hal yang selalu dihubungkan dengan perayaan Natal di mana-mana adalah memberi. Natal adalah pesta memberi. Natal adalah satu waktu setahun di mana setiap orang biasanya memberi atau menerima hadiah, walau hanya pesan atau stiker Whatsapp berbunyi “Merry Christmas!” Banyak yang sudah belanja ini dan itu untuk menyiapkan hadiah terbaik bagi anggota keluarga atau orang-orang terdekat. Orang juga biasa berbagi bingkisan Natal baik menjelang perayaan Natal maupun pada hari-hari Natal. Sungguh, Natal adalah memberi, bahkan jika dilihat dari sudut pandang Allah. Sebab pada Hari Natal kita merayakan misteri, Allah yang memberikan diri-Nya.
Sahabat-sahabat, sungguh, Natal adalah waktu untuk lebih memberikan diri kita kepada sesama. Satu hal lagi yang perlu diingat, Natal juga merupakan waktu untuk mengampuni, mengampuni diri sendiri untuk orang lain. Sering dikatakan bahwa untuk mengawali tahun (baru) dengan baik, seseorang harus memiliki lembaran baru yang bersih. Seseorang tidak dapat menangani pekerjaan dan tantangan lain serta hubungan dengan orang lain yang dibebani dengan rasa bersalah. Jadi kita pertama-tama perlu untuk memaafkan diri kita sendiri dan kemudian memaafkan orang lain serta berdoa agar orang lain memaafkan kita. Yesus Kristus menjadi manusia bukan hanya sebagai bukti betapa besar kasih Allah kepada kita, tetapi kasih itu pertama dan terutama, adalah kasih yang memaafkan, kasih yang tidak mengenal batas di mana semua orang diterima dan diterima.
Yesus, Juru Selamat kita, membawa “Kabar Baik” bahwa Allah kita adalah Pengasih, Pengampun, Penyayang, yang memberi anugerah dan bukan Allah yang menghakimi, dan menghukum. Dia menunjukkan melalui kehidupan-Nya dan mengajarkan bagaimana Allah Bapa Surgawi kita mengasihi kita, mengampuni kita, menyediakan bagi kita, dan memberi aneka karunia kepada kita. Semua mukjizat-Nya adalah tanda Kasih Ilahi ini. Tanda terakhir Yesus kasih Allah bagi kita adalah kematian-Nya di kayu salib untuk menebus dosa-dosa kita dan menjadikan kita anak-anak Allah.
Natal mengingatkan kita bahwa berbagi kasih dengan orang lain adalah hak istimewa dan kewajiban kita sebagai murid-murid Kristus, dan setiap kali kita melakukannya, Yesus dilahirkan kembali dalam hidup kita. Mari kita dengan rendah hati mengakui kebenaran seperti yang dikatakan mistikus Jerman Angelus Silesius: “Kristus dapat dilahirkan seribu kali di Betlehem – tetapi semuanya sia-sia jika Dia tidak lahir di dalam diri saya.”
Oleh karena itu, biarlah Yesus dilahirkan kembali dalam hati dan kehidupan kita, tidak hanya selama Natal, tetapi setiap hari, sehingga Dia dapat memancarkan Cahaya kehadiran-Nya dari dalam diri kita dalam kasih yang berbagi dan tanpa pamrih, yang diungkapkan dalam kata-kata dan perbuatan yang penuh belas kasih, pengampunan tanpa syarat, semangat pelayanan yang rendah hati dan, kemurahan hati yang melimpah.
“It is Christmas when you let God love others through you,” kata Ibu Teresa dari Calcutta.
Semoga Ia lahir di hati anda dan hati saya!