Remah Mingguan

I R I

Pinterest LinkedIn Tumblr

Sabda Hidup

Minggu, 20 September 2020, Minggu Biasa XXV Tahun A

“Iri hatikah engkau, karena aku murah hati?”

(Mat 20: 15)

Pada suatu hari, dalam perjalanan bisnisnya, seorang pengusaha bertemu dengan dua orang pelancong. Yang seorang bernama Rakus, sedangkan yang lainnya bernama Iri. Ketika mereka harus berpisah, sang pengusaha berkata kepada kedua pelancong itu, “Sebelum kita berpisah, saya ingin memberikan kamu hadiah. Kamu boleh minta apa saja. Namun ada syaratnya, yaitu ketika orang yang pertama menyampaikan permintaannya dan langsung mendapatkan apa yang dimintanya, orang kedua akan mendapatkan dua kali lipat dari apa yang didapatkan orang pertama. Jadi, kalau orang yang pertama minta satu mobil, maka orang kedua akan mendapat dua mobil.”

Rakus dan Iri sangat senang dengan tawaran yang menarik itu. Sayangnya, masing-masing menunggu siapa yang harus mulai. Rakus berharap bahwa Iri akan lebih dulu meminta supaya ia bisa mendapatkan dua kali lipat. Sebaliknya, Iri ingin supaya Rakus yang lebih dulu meminta supaya ia mendapat dua kali lipat. Setelah menunggu dan menunggu, ternyata tidak ada yang mau mulai. Akhirnya Rakus mengancam Iri untuk segera menyampaikan permintaannya. “Baiklah,” kata Iri, “Saya minta supaya satu mata saya menjadi buta.” Pada saat itu juga satu matanya menjadi buta. Dan pada saat yang sama pula kedua mata Rakus menjadi buta.

***

Kedua orang dalam cerita tadi menjadi korban dari kerakusan dan iri hati mereka sendiri. Kerakusan dan iri hati sering kali melekat dalam hati manusia dan telah menimbulkan banyak persoalan dalam kehidupan masyarakat. Dalam Injil hari ini, kita disentakkan oleh perumpamaan Yesus tentang orang-orang upahan di kebun anggur. Bagi kebanyakan orang, perumpamaan ini terasa janggal, mengusik hati dan bahkan menjengkelkan. Bagaimana mungkin orang yang bekerja sepanjang hari mendapatkan upah yang sama dengan yang bekerja hanya satu jam? Di manakah letak keadilan Allah?

Namun di situlah letak persoalannya. Yesus mau menunjukkan bahwa Allah itu berbeda dengan manusia. Ukuran-ukuran atau takaran-takaran yang dikenakan kepada manusia belum tentu bisa dikenakan untuk Allah. Hal itu ditegaskan oleh Yesaya dalam bacaan pertama. “Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN,” (Yes 55: 8). Allah itu berbeda sama sekali dengan yang kita pikirkan, terutama ketika kita berbicara tentang kasih dan pengampunan. Ia mempunyai kriteria dan standard yang berbeda sama sekali tentang kasih dan pengampunan.

Keadilan sering kali diartikan sebagai memberikan kepada orang apa yang menjadi haknya. Berdasarkan pengertian ini, pemilik kebun anggur dalam perumpamaan tersebut, sama sekali tidak bertindak tidak adil terhadap para pekerja pertama karena ia telah memberikan apa yang menjadi hak mereka. Sementara terhadap para pekerja yang terakhir, ia tela bertindak lebih dari adil, yakni cinta kasih. Kalau keadilan berarti memberikan apa yang menjadi hak orang, maka cinta kasih berarti memberikan kepada seseorang apa yang bukan menjadi haknya. Jadi terhadap para pekerja pertama ia telah bertindak adil, tetapi terhadap para pekerja yang terakhir, ia telah bertindak berdasarkan cinta kasih.

Perumpamaan ini sebenarnya merupakan kritik terhadap orang-orang yang merasa diri sangat berjasa dalam membangun Kerajaan Allah dan karena itu menuntut imbalan yang berlebihan. Pada masa Yesus perumpamaan ini dimaksudkan sebagai kritik terhadap orang-orang Farisi yang selalu menganggap diri yang pertama dalam Kerajaan Allah. Perumpamaan ini mengejutkan mereka karena keadilan Allah tidak bisa diukur dengan keadilan manusia dan kebaikan Allah tidak bisa diukur dengan kebaikan manusia.

***

Bayangkan anda hidup dalam kesetiaan dan ketekunan sebagai seorang Kristen. Tidak pernah lalai berdoa dan beribadah, selalu aktif dalam kelompok doa, tidak pernah absen dalam kegiatan lingkungan, tidak pernah lalai berpuasa dan beramal. Pendek kata anda adalah orang Kristen yang patut diacungi dua jempol. Dan ketika anda sampai di surga, orang pertama yang anda temui adalah seorang yang anda tahu bahwa sepanjang hidupnya tidak peduli akan Tuhan dan moralitas. Ia hidup demi dirinya sendiri, tidak pernah memenuhi perintah-perintah Allah, mengabaikan segala hal yang bersifat rohani, dan pendeknya hidupnya dihabiskan dengan mengejar kesenangan – minum, mabuk, sex, korupsi, foya-foya. Lalu hanya beberapa jam sebelum ia mati, ia bertobat, mengakui segala dosanya dengan tulus, menerima sakramen pengampunan dan pengurapan, dan mati dalam pertobatannya yang dalam.

Bayangkan anda hidup dalam kesetiaan dalam kaul selibat anda, seperti dalam perumpamaan hari ini, menangung lelah dan panasnya bekerja di kebun anggur sepanjang hari, dan ketika anda masuk surga, orang pertama yang anda temui adalah Hugh Hefner, pendiri Playboy. Mungkin anda akan protes terhadap Tuhan, “Bagaimana dia dapat masuk ke sini? Ini tidak adil!” Dan Tuhan, pemilik kebun anggur itu dengan lembut menjawab: “Sahabat, bukankah engkau sepakat untuk hidup selibat, dan bukankah engkau ada di surga, di tempat yang luar biasa? Iri hatikah engkau karena Aku murah hati?”

***

Rancangan Tuhan bukanlah rancangan kita, dan jalan Tuhan bukanlah jalan kita. Kasih dan kemurahan-hati-Nya jauh melampaui pengertian kita. Sebagai seorang Kristen, tugas kita adalah melakukan apa yang ditugaskan kepada kita, yakni melayani Tuhan dan sesama. Sementara pahala atau upah itu urusan Tuhan Allah. Kita perlu mengingat sabda Yesus ini: “Apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata: Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan,” (Luk 17: 10). Karena itu marilah kita terus bekerja tanpa terlalu banyak diganggu oleh pikiran akan pahala atau upah yang akan kita peroleh. Mari kita mohon rahmat agar kita semakin bertumbuh semakin menyerupai-Nya.

Bacaan Misa hari ini: Yes. 55:6-9Mzm. 145:2-3,8-9,17-18Flp. 1:20c-24,27aMat. 20:1-16a.

Author

Write A Comment