Sabda Hidup
Sabtu, 25 Juni 2022, Peringatan Hati Tak Bernoda Santa Perawan Maria
Bacaan: Yes. 61:9-11; MT 1Sam. 2:1,4-5,6-7.8abcd; Luk. 2:41-51.
“Maria menyimpan semua perkara itu di dalam hatinya.”
(Luk 2: 51)
Hari ini kita peringati Hati Tak Bernoda Santa Perawan Maria. Pesta ini memperingati suka dan duka Bunda Allah, kebajikan dan kesempurnaannya, cintanya kepada Tuhan dan Putra Ilahinya, dan cinta kasihnya kepada umat manusia. Pada tahun 1969, Paus Paulus VI memindahkan perayaan Hati Tak Bernoda Santa Perawan Maria ke hari Sabtu, sesudah Hari Raya Hati Kudus Yesus. Devosi kepada Hati Maria yang Tak Bernoda adalah bentuk devosi khusus kepada pribadi Maria, serupa dengan devosi kepada Hati Kudus Yesus. Hati Tak Bernoda Santa Perawan Maria mewakili kehidupan batinnya dan keindahan jiwanya. Devosi kepada Hati Yesus secara khusus ditujukan kepada Hati Ilahi yang penuh dengan cinta kasih kepada manusia. Devosi ini merupakan upaya untuk menanggapi kasih Yesus dan untuk silih atas kekurangan kasih di pihak umat manusia. Dalam devosi kepada Hati Maria, di sisi lain, apa yang tampaknya menarik kita di atas segalanya adalah cinta Hati Maria yang Tak Bernoda bagi Yesus dan Tuhan. Tujuannya adalah untuk mencintai Tuhan dan Yesus dengan lebih baik, dengan menyatukan diri kita dengan Maria untuk tujuan ini dan dengan meneladan keutamaan-keutamaannya. Dalam devosi ini, kita renungkan cinta, keutamaan, dan kehidupan batin Maria serta mencoba untuk melaksanakannya dalam hidup kita.
Dasar Kitab Suci dari devosi ini: cinta, kerendahan hati, iman, dan keutamaan lain dari Hati Marialah yang terutama menarik orang-orang Kristen awal kepada Maria, ibu Yesus. Mereka melihat hati Maria dalam kesejatiannya di kaki Salib. Nubuat Simeon melengkapi devosi ini dengan gambarannya yang paling populer: hati yang ditusuk dengan pedang. St Agustinus berkomentar: “Di kaki salib, Maria bekerja sama dengan Yesus dalam karya penebusan kita melalui cinta kasih.” Satu bagian dalam Kitab Suci yang mendukung devosi ini adalah kata-katad Santo Lukas yang diberikan dalam Injil hari ini bahwa Maria menyimpan semua perkataan dan perbuatan Yesus di dalam hatinya, agar ia dapat merenungkannya dan hidup dengannya. Beberapa perkataan Maria yang dicatat dalam Injil, khususnya Magnificat, mengungkapkan ciri-ciri baru dalam psikologi Maria. Elizabeth menyatakan Maria diberkati karena dia percaya kata-kata malaikat. Magnificat juga merupakan ekspresi kerendahan hatinya. Menjawab seorang perempuan di antara orang banyak yang memuji ibu Yesus sebagai orang yang diberkati, Yesus berkomentar, “Berbahagialah mereka yang mendengar firman Allah dan memeliharanya.” Kesiapan Maria untuk mendengar dan melakukan kehendak Tuhanlah yang membuatnya dikasihi Tuhan dan menyebabkan dia terpilih sebagai Bunda Yesus.
Mari kita meneladan kesucian dan kerendahan hati Bunda Maria. Bunda Maria menyimpan semua perkara di dalam hati bukan karena kemarahan atau kejengkelan seperti yang sering dilakukan banyak orang. Ia menyimpan segala perkara dalam hatinya seraya merenungkannya sebagai kehendak Allah yang harus terjadi dalam hidupnya.
Menyimpan segala perkara juga berarti meresapkan segala peristiwa sebagai bagian hidup yang menjadi kehendak Allah bagi kita. Ini membutuhkan iman. Iman memampukan kita memandang segala peristiwa dalam terang Tuhan dan percaya bahwa tangan kasih Tuhanlah yang bekerja dalam semuanya demi kebaikan kita. Ya, iman membuat kita melihat dan menemukan Tuhan dalam segalanya, juga dalam kegelapan peristiwa-peristiwa yang menimpa kita karena iman bagaikan pelita yang bersinar menerangi hati kita.
Bunda Maria adalah teladan iman. Dengan imannya, ia melihat dan mengolah segala peristiwa yang terjadi sehingga peristiwa paling menyakitkan pun bisa dihadapinya dengan kuat dan tabah: di bawah kaki salib ia tetap percaya ‘Tuhan sedang bekerja dengan penuh kasih untuk kebaikan kita!’ Saat itu hatinya bersinar sangat cemerlang karena imannya. Bukankah cahaya pelita semakin tampak cemerlang dalam kegelapan yang paling pekat?
Sahabat-sahabat, marilah kita menjadikan Maria sebagai panutan kita dan mempraktikkan keutamaan-keutamaannya, imannya, kerendahan hati dan kesiapannya untuk melakukan kehendak Tuhan, dalam hidup kita sehari-hari, sehingga kita menjadi anak-anak sejati dari Bunda Surgawi yang Tak Bernoda.