Remah Harian

HARTA TERPENDAM, MUTIARA BERHARGA

Pinterest LinkedIn Tumblr

Sabda Hidup

Rabu, 27 Juli 2022, Rabu Pekan Biasa XVII
Bacaan: Yer. 15:10,16-21Mzm. 59:2-3,4-5a,10-11,17-18Mat. 13:44-46.

“Hal Kerajaan Sorga itu seumpama harta yang terpendam di ladang, yang ditemukan orang, lalu dipendamkannya lagi. Oleh sebab sukacitanya pergilah ia menjual seluruh miliknya lalu membeli ladang itu. Demikian pula hal Kerajaan Sorga itu seumpama seorang pedagang yang mencari mutiara yang indah. Setelah ditemukannya mutiara yang sangat berharga, iapun pergi menjual seluruh miliknya lalu membeli mutiara itu.”

Mat 13: 44 – 46

Kedua perumpamaan pendek dalam Injil hari ini menggambarkan sukacita orang-orang yang menemukan Kerajaan Allah. Saya mengundang anda untuk merenungkan tiga hal yang menggambarkan sukacita karena menemukan Kerajaan Allah.

Yang pertama adalah kerja keras. Apabila kita ingin menghidupi iman kita dengan sungguh-sungguh, itu seperti kerja keras menggali harta terpendam itu. Menemukan Kerajaan Allah perlu usaha yang sungguh-sungguh. Yesus sendiri pernah bersabda, “Sesungguhnya jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah,” (Yoh 12:24). Perjalanan kita menuju Kerajaan Alah mengandaikan usaha keras memeras darah dan keringat. Ketika semua itu telah berlalu, kita boleh menerima ganjaran kehidupan kekal yang penuh dengan sukacita dan damai. Seberapa besar usaha saya untuk menghidupi iman secara sungguh-sungguh?

Kedua, harta itu amat berharga. Injil sangat jelas bahwa kita tidak mengejar hal-hal murahan. Kerajaan Allah itu amat berharga, maka mahal juga yang harus kita korbankan, yang harus kita berikan untuk mengejarnya. Ibu Teresa dari Calcutta mengatakan, “Berikan sampai sakit.” Untuk mendapatkannya kita harus melepaskan kelekatan-kelekatan kita pada dunia. Maukah kita melepaskan diri kita dari kelekatan-kelekatan duniawi untuk mendapatkan “mutiara yang sangat berharga” itu?

akhiKetiga, hasil yang luar biasa. Kristus tidak pernah mengecewakan tetapi kitalah yang sering mengecewakan-Nya. Kerajaan Allah akan datang kepada kita ketika kita mau melepaskan diri dari janji-janji kosong dan hal-hal duniawi, serta mematuhi pesan Injil tentang pertobatan, pengampunan, keadilan dan perdamaian. “Aku datang untuk melemparkan api ke bumi dan betapakah Aku harapkan, api itu telah menyala!” (Luk 12: 49). Ia mengharapkan agar api kasih-Nya itu sudah berkobar-kobar dalam hati kita. Bertekunlah untuk mendapatkan ”apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia,” (1 Kor 2: 9).

Akhirnya, tulisan Dietrich Boenhoeffer berikut ini patut kita renungkan:

Karunia atau anugerah yang murahan dijual di pasar seperti barang-barang cakar-bongkar murahan. Sakramen-sakramen, pengampunan dosa dan penghiburan dilemparkan begitu saja dengan harga murah. Karunia itu dihadirkan kembali sebagai perbendaharan Gereja yang tak pernah habis, dari mana Gereja mencurahkan berkat-berkatnya dengan tangan-tangan yang murah hati, tanpa bertanya atau menentukan batasan-batasan tertentu. Karunia itu tak terukur harganya! Esensi dari karunia, kami kira, adalah suatu sesuatu yang telah dibayar terlebih dahulu; dan, karena itu sudah dibayar lunas, semuanya dapat diperoleh dengan cuma-cuma. Dan karena harganya tak terbatas, kemungkinan untuk menggunakan dan menikmatinya juga tak terbatas. Apa kira-kira karunia yang tidak murahan itu?

Rahmat atau karunia yang murahan itu adalah mengajarkan pengampunan tanpa pertobatan, baptis tanpa disiplin, komuni tanpa pengakuan, absolusi tanpa pengakuan pribadi. Karunia murahan itu adalah karunia tanpa kemuridan, karunia tanpa salib, karunia tanpa Yesus Kristus, yang hidup dan menjelma.

Karunia yang sangat berharga itu adalah harta berharga yang terpendam; yang untuknya seorang yang menemukannya harus pergi dan menjual segala yang ia miliki. Segalanya! Itu adalah mutiara berharga yang untuk memperolehnya seorang saudagar harus menjual segala miliknya. Itu adalah Kristus yang memerintah dan meraja, yang bagi-Nya seorang harus mencungkil matanya jika menyesatkan; itu adalah panggilan Yesus Kristus yang karenanya para murid meninggalkansegala-galanya untuk mengikuti Dia.

Karunia yang sangat berharga itu adalah Injil yang harus dicari dan dicari lagi, anugerah yang harus diminta, pintu yang harus diketuk.

Karunia itu berharga dan mahal harganya karena memanggil kita untuk mengikutinya, dan itu adalah karunia karena memanggil kita mengikuti Yesus Kristus. Karunia itu berharga dan mahal harganya karena bayarannya adalah menyerahkan hidup, dan itu adalah karunia karena itu adalah satu-satunya yang memberikan hidup sejati. Itu amat berharga karena tidak mentolerir dosa dan itu adalah karunia karena membenarkan si pendosa. Di atas segalanya, karunia itu amat berharga karena untuk itu Allah memberikan hidup Putera-Nya: kita telah lunas ditebus, dan sesuatu yang ditebus dengan darah Putera Allah bukanlah sesuatu yang murahan. Dan di atas semuanya itu, itu adalah KARUNIA karena Allah tidak menyayangkan Putera-Nya untuk menebus hidup kita, tetapi memberikan-Nya untuk kita. Karunia yang amat berharga itu adalah Inkarnasi Allah.”

― Dietrich Bonhoeffer, The Cost of Discipleship
Author

Write A Comment