Sabda Hidup
Sabtu, 30 Januari 2021, Sabtu Pekan Biasa 3
“Pada hari itu, waktu hari sudah petang, Yesus berkata kepada mereka: “Marilah kita bertolak ke seberang.” Mereka meninggalkan orang banyak itu lalu bertolak dan membawa Yesus beserta dengan mereka dalam perahu di mana Yesus telah duduk dan perahu-perahu lain juga menyertai Dia. Lalu mengamuklah taufan yang sangat dahsyat dan ombak menyembur masuk ke dalam perahu, sehingga perahu itu mulai penuh dengan air. Pada waktu itu Yesus sedang tidur di buritan di sebuah tilam. Maka murid-murid-Nya membangunkan Dia dan berkata kepada-Nya: “Guru, Engkau tidak perduli kalau kita binasa?” Iapun bangun, menghardik angin itu dan berkata kepada danau itu: “Diam! Tenanglah!” Lalu angin itu reda dan danau itu menjadi teduh sekali. Lalu Ia berkata kepada mereka: “Mengapa kamu begitu takut? Mengapa kamu tidak percaya?”
(Mrk 4: 35 – 40)
Ada ungkapan “Gusti mboten sare.” Allah Bapa yang tidak pernah tidur. Allah Putra pernah tidur hehe…. Bacaan Injil hari ini mengatakan bahwa Yesus tidur di buritan perahu selagi para murid-Nya berjuang antara hidup dan mati melawan taufan. Namun peristiwa ini memberi pelajaran yang bagus untuk kita tentang “percaya”. Dalam bahasa Kitab Suci, tidur seperti yang dilakukan oleh Yesus merupakan perwujudan dari kepercayaan yang besar dalam perlindungan Allah yang tak pernah tidur, yang terus bekerja meskipun saat kita tidur (Mrk 4: 26 – 29). Jadi, Yesus yang tidur di atas tilam di buritan perahu bukan hanya akibat kelelahan karena pelayanan-Nya. Itu mengatakan kepada kita akan penyerahan-Nya ke dalam tangan “Abba”. Maka, berbahagialah mereka yang dapat tidur dengan nyenyak meskipun di tengah segala hal yang sedang terjadi di sekitarnya :). Sungguh, mereka berada dalam damai dengan dirinya sendiri dan dengan Allah.
Beriman, mempercayakan diri, adalah memiliki keyakinan meskipun nampak-Nya Allah “diam”. Percaya itu kepada pribadi seseorang (atau Seseorang) dan bukan pada tindakan seseorang (Seseorang). Itulah yang mendorong Yesus bertanya kepada para murid: “Mengapa kamu tidak percaya?” (Mrk 4: 40). Para murid bersama-sama dengan Yesus dalam perahu, tetapi mereka takut dan bahkan bertanya: “Guru, Engkau tidak perduli kalau kita binasa?” Berapa sering kita berperlilaku seperti itu dan bertanya kepada Allah dengan pertanyaan yang sama: “Ya Allah, Engkau tidak peduli kami binasa?” Mungkin saat ini pun kita bertanya, “Tuhan, tidakkah Engkau peduli? Kapan pandemi ini berakhir?”
St. Teresa dari Avilla menulis: “Nada te turbe….. Solo Dios basta!” Janganlah ada sesuatupun mengganggumu…. Allah saja cukup!” Ketika Allah “diam”, itu bukan hanya ujian bagi iman kita kepada-Nya, tetapi Ia percaya kepada kita, bahwa kita sebenarnya mampu.
* * *
Seorang gadis kecil sedang menyeberang sebuah jembatan gantung. Ketika jembatan bergoyang ia mulai takut. Ayahnya yang berjalan bersamanya berkata: “Pegang tangan ayah!” Tetapi gadis itu menjawab: “Tidak Ayah, Ayahlah yang pegang tanganku.” “Apa bedanya kamu pegang tangan ayah, dan ayah pegang tanganmu?” tanya ayahnya. “Beda ayah. Kalau aku yang pegang tangan ayah, kalau aku takut atau terkejut, mungkin aku akan melepaskan pegangan tanganku. Tetapi kalau Ayah yang pegang tanganku, apa pun yang terjadi, aku yakin Ayah tidak akan melepaskan pegangan tanganmu.”
Itulah iman. Allah tetap akan memegang tangan kita, kendati kadang “kita melepaskan pegangan tangan kita.”
Bersama St. Paulus kita berani berkata: “Sebab aku yakin, bahwa baik maut, maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun yang akan datang, atau kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah, ataupun sesuatu makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita,” (Rom 8: 38 – 39).
Bacaan Misa hari ini: Ibr. 11:1-2,8-19; Mzm. MT Luk. 1:69-70,71-72,73-75; Mrk. 4:35-41.