Hari ini kita peringati St. Klara. Ia lahir di Assisi. Ia begitu terkesan dengan cara hidup St. Fransiskus Asisi ketika ia berusia 18 tahun meninggalkan keluarga dengan segala kekayaannya dan memeluk hidup seperti Fransiskus, dan kemudian mendirikan Ordo St. Klara, yang hidupnya ditandai dengan disiplin, kesucian, dan kemiskinan.
Dalam hidup, kita mempunyai harta milik dan pemberian, relasi, kebersamaan dan hal-hal penting lain yang harus kita jaga dengan baik. Akan tetapi kita juga harus belajar melepaskan hal-hal tertentu. Irama hidup kedalaman kita adalah mempertahankan apa yang baik, dan melepaskan apa yang mengganggu, yang jahat dan membuat kita tidak produktif.
Tetapi sering kali kita lebih “menyukai yang lama daripada yang baru, mempertahankan yang biasa daripada menerima yang tak terduga, mengejar yang sudah pasti daripada menjadi kreatif. Kita berpegang pada kebiasaan-kebiasaan lama, menyimpan dendam, sakit hati, kekecewaan walau kita tahu bahwa itu meracuni diri kita. Kita mandeg, dan hidup kita menjadi kosong dan membosankan, kering dan melelahkan. Maka kita perlu membiarkan udara segar menghembus ke dalam hidup kita.
Tuhan hari ini bersabda: “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku. Karena barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya,” (Mat 16: 24 – 25).
Ada yang menggambarkan relasi kita dengan Yesus seperti naik sepeda tandem:
Mulanya, aku duduk di depan dan aku tahu Yesus duduk di belakang, membantu menggenjot pedal. Aku tidak tahu, kapan Ia mengusulkan supaya kami bertukar tempat duduk. Tapi hidupku menjadi berbeda saat aku duduk di belakang. Ia membuat hidup menjadi lebih menggembirakan. Saat aku duduk di depan, aku pegang kendali, aku berpikir bahwa aku tahu jalannya. Tapi sering kali terasa membosankan dan itu-itu saja, dapat diduga.
Ketika Ia duduk di depan, ia yang memimpin, Ia tahu jalan yang menyenangkan, kadang mendaki gunung, kadang melewati jalan berbatu, kadang saat Dia berpacu; aku cuma dapat berpegangan! Meski kadang nampak seperti kegilaan, Ia berkata: “Genjot terus!” Aku mulai cemas dan khawatir serta bertanya: “He… aku mau dibawa ke mana?” Ia tertawa dan tidak menjawab dan aku belajar untuk percaya kepada-Nya. Tetapi aku lupa akan hidupku yang membosankan dan masuk dalam suatu petualangan dengan-Nya. Dan ketika aku berkata: “Aku takut…” Ia menoleh ke belakang, tersenyum dan menyentuh lenganku serta berkata: “Ayo…genjot terus….”
Kemudian, Ia membawaku kepada orang-orang yang memberikan banyak hal yang aku perlukan, kesembuhan, penerimaan, kegembiraan. Semua diberikan untuk dibawa dalam perjalananku bersama-Nya. Dan kami mulai lagi perjalanan. Tapi Dia berkata: “Tinggalkan pemberian-pemberian itu; beban menjadi terlalu berat!” Maka aku tinggalkan pemberian-pemberian itu, aku bagikan kepada orang-orang yang kami jumpai. Kutemukan bahwa dalam memberi aku menerima, dan bebanku pun menjadi ringan.
Mula-mula, aku tidak percaya kepada-Nya, karena aku merasa aku yang mengendalikan hidupku. Aku merasa bahwa Ia akan merusak perjalanku, tetapi ternyata Ia tahu rahasia perjalanan kami, Ia tahu bagaimana mengendalikan sepeda dengan baik, ia tahu bagaimana menikung dengan tajam, melompat di batu-batu, kadang-kadang mengambil jalan potong yang menakutkan. Dan aku belajar untuk diam dan mengayuh pedal bersama-Nya, di tempat-tempat yang baru, dan aku menikmati pemandangan yang baru dan indah, dengan semilir angin sejuk menerpa wajahku, bersama dengan teman perjalananku yang setia, Yesus.
Apa yang dapat membuat kita mengikuti Kristus dengan lebih baik? Kita harus belajar untuk melepaskan, melepaskan yang salah, yang tak berguna, yang membebani. Bahkan seringkali juga harus melepaskan yang kita anggap berharga, kenyamanan, kemapanan. Melepaskan akan memberi kebebasan bagi kita untuk melihat cakrawala baru, kekosongan itu akan diisi dengan yang lebih baik. “Barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya.”