Sabda Hidup
Selasa, 2 Agustus 2022, Selasa Pekan Biasa XVIII, Peringatan fakultatif St. Eusebius Vercelli, St. Petrus Yulianus Eymard
Bacaan: Yer. 30:1-2,12-15,18-22; Mzm. 102:16-18,19-21,29,22-23; Mat. 14:22-36.
“Tuhan, apabila Engkau itu, suruhlah aku datang kepada-Mu berjalan di atas air.” Kata Yesus: “Datanglah!” Maka Petrus turun dari perahu dan berjalan di atas air mendapatkan Yesus. Tetapi ketika dirasanya tiupan angin, takutlah ia dan mulai tenggelam lalu berteriak: “Tuhan, tolonglah aku!” Segera Yesus mengulurkan tangan-Nya, memegang dia dan berkata: “Hai orang yang kurang percaya, mengapa engkau bimbang?”
(Mat 14: 28 – 31)
Seorang bapak tengah umur berkeluh kesah: “Romo, ketika saya masih muda saya mengalami masalah dengan kermunian saya dan saya pikir ketika saya menjadi semakin tua saya akan dapat mengatasi masalah itu. Untuk sementara waktu saya berhasil. Tetapi saya jatuh lagi dalam dosa yang sama. Saya tidak mengerti, mengapa begitu.”
Seorang ibu, menceritakan pengalamannya: “Saya pikir ketika saya menjadi lebih tua, saya akan menjadi lebih sabar dan lebih lembut. Tetapi semakin tua, saya menjadi semakin tidak sabaran.”
Seorang remaja dalam satu kesempatan berkata: “Saya sungguh-sungguh ingin menjadi anak yang baik. Sesudah mengikuti Seminar Hidup Baru, saya dapat melakukannya. Tetapi sekarang, saya tidak tahu apa yang terjadi. Saya masih tetap berdoa, tetapi ayah dan ibu saya tak dapat lagi melihat apa yang baik dalam diri saya.”
Ketiga saudara-saudari kita itu ingin menjadi baik. Mereka ingin mengatasi masalah mereka. Pada awalnya, mereka berhasil. Tetapi nampaknya mereka jatuh dan jatuh lagi. Sepertinya mereka kembali kepada diri mereka yang lama. Apa yang terjadi? Setelah perjumpaan dengan Yesus mereka menjadi baik, tetapi kemudian jatuh lagi.
Pertanyaan yang sama mungkin terlintas dalam benak Petrus. Ia ingin berjalan di atas air menuju kepada Yesus. Ia sudah mengambil beberapa langkah. Tetapi kemudian ia mulai tenggelam. Ia mulai tenggelam ketika perhatiannya tidak lagi terpusat pada Yesus tetapi kepada angin yang bertiup. Ia mulai tenggelam ketika mata dan perasaannya tak lagi fokus pada Yesus tetapi pada angin yang mengancamnya. Itu yang terjadi ketika perhatian kita tak lagi berpusat pada Yesus tetapi pada masalah yang kita hadapi. Ketika kita tak lagi berpusat pada Yesus, kita jatuh lagi, tak mampu melakukan apa yang baik yang ingin kita lakukan.
Pada tahun 2000, banyak jembatan di jalan Trans Papua belum dibangun. Jembatan-jembatan hanya berupa gelondongan-gelondongan kayu besar di ditaruh melintang di atas kali atau rawa. Pertama kali hendak melintasi jembatan seperti itu dengan sepeda motor, keringat dingin sudah menetes begitu deras. Mau maju… atau tidak…. maju…. tidak…. maju…tidak…. Perasaan takut sudah terlebih dahulu menguasai. Teman yang lebih dahulu menyeberang memberi aba-aba: “Jangan lihat ke bawah… lihat ke depan….” Maka setelah ambil nafas, masuk gigi… dan perlahan-lahan maju… tetapi setelah sampai di tengah-tengah rasa takut mulai merayap lagi… Rasa takut mendorong menghentikan sepeda motor sehingga hampir jatuh… Sedangkan teman yang diseberang tiada henti berseru: “Jangan lihat ke bawah…. Lihat ke depan… jangan ragu-ragu…!” Maka dengan keberanian yang tersisa saya fokus melihat ke depan… perlahan-lahan bergerak maju dan tahu-tahu sudah tiba di seberang…
Jangan lihat ke bawah. Lihat ke depan, kepada Yesus! Fokus pada Yesus! Apapun masalah yang sedang kita hadapi akan dapat kita lalui. Sembari kita mencari jalan keluar bagi masalah-masalah kita, lihatlah ke depan pada Yesus, yang siap untuk memegang tangan kita ketika kita jatuh… Dan ketika anda merasa bahwa anda tenggelam dalam keputusasaan, Ia ada di sana… mengulurkan tangan-Nya.
Fokus pada Yesus!