Cerita klasik ini menarik. Seorang kakek bersama cucunya yang masih kecil sedang menuntun seekor kuda tua, menuju rumah mereka. Ketika melintasi perkampungan, orang-orang berkomentar: “Bodoh sekali mereka ini, cape-cape jalan kaki menuntun seekor kuda. Mengapa kuda itu tidak dinaiki?”
Mendengar komentar orang-orang itu, maka kakek itu naik ke atas kuda dan cucunya berjalan kaki sambil menuntun kuda itu.
Setelah cukup lama berjalan, mereka mendengar lagi orang-orang berkomentar: “Orang tua tidak tahu malu, membiarkan anak kecil sengsara berjalan kaki sedangkan dia sendiri enak-enak naik kuda.”
Maka, turunlah kakek itu dari kudanya, dan ia menaikkan cucunya ke punggung kuda, sedangkan ia sendiri berjalan kaki menuntun kuda itu.
Setelah beberapa waktu berjalan, mereka mendengar komentar lagi: “Dasar cucu kurang ajar! Membiarkan kakeknya yang sudah tua berjalan kaki, sedangkan ia sendiri enak-enak naik kuda!”
Maka naiklah kakek itu ke punggung kuda dan berdua mengendarai kuda itu bersama cucunya. Setelah beberapa waktu berjalan, mereka mendengar komentar lagi: “Aduh… apakah mereka ini tidak punya rasa kasihan? Kuda sudah tua begitu dinaiki berdua. Itu suatu penyiksaan!”
Mendengar komentar itu, akhirnya mereka berdua memikul kuda itu menuju rumah mereka…….
Sahabat-sahabat, jika kita mau, sangat mudah bagi kita menemukan kesalahan pada sesama. Bukankah kita masing-masing memiliki kelemahan dan hal itu tidak sulit ditemukan? Bahkan orang yang terbaik pun mempunyai kelemahan.
St. Yohanes Pembaptis, seorang nabi besar, ia mempersiapkan jalan bagi Sang Juruselamat. Dan ketika Sang Juruselamat datang, Ia sendiri pun mengatakan bahwa tidak satu pun dari mereka yang lahir dari wanita lebih besar dari pada Yohanes.
Sementara itu, bagi Yohanes menunduk untuk melepaskan tali sandal-Nya pun tidak layak. Dia tahu perannya untuk mempersiapkan jalan bagi-Nya. Untuk itu ia menyerukan pertobatan dan pembaharuan. Ia hidup dalam kesederhanaan, berpakaian bulu onta dan mencukupkan diri dengan madu dan belalang gurun. Apa kata orang tentang dia? Ia kerasukan setan!
Ketika Yesus tampil di depan umum, sering terlihat dengan orang-orang berdosa, orang-orang terbuang dan terpinggirkan, makan minum bersama mereka, apa yang mereka katakan? Seorang pelahap dan pemabuk, sahabat pemungut cukai dan orang berdosa!
Bagaimana dengan kita sekarang? Para pencari kesalahan selalu bersama kita. Akan menjadi bencana jika kita menjalani hidup hanya untuk menyenangkan mereka. Kita harus berpegang pada kebenaran, seperti Yohanes, seperti Yesus. Di lain pihak, kita percaya bahwa ada kebaikan dalam diri setiap orang dan membantu mereka untuk mewujudkannya. Kejahatan dalam segala bentuknya harus kita tolak, dan menjadi kewajiban kita untuk menumbuhkan kebaikan, nilai-nilai Kerajaan Allah dengan gembira.
Bacaan Misa hari ini: Yes. 48:17-19; Mzm. 1:1-2,3,4,6; Mat. 11:16-19