Sabda Hidup
Jumat 11 Februari 2022, Jumat Pekan Biasa V, Hari Orang Sakit Sedunia
Bacaan: 1Raj. 11:29-32; 12:19; Mzm. 81:10-11ab,12-13,14-15; Mrk. 7:31-37.
“Ia memasukkan jari-Nya ke telinga orang itu, lalu Ia meludah dan meraba lidah orang itu. Kemudian sambil menengadah ke langit Yesus menarik nafas dan berkata kepadanya: “Efata!”, artinya: Terbukalah!”
(Mrk 7: 33 – 34).
Kita mungkin dapat mendengar. Namun kita bisa saja “tuli” atas salah satu cara. Stephen Covey dalam bukunya Seven Habits of Highly Effective People menyebutkan 5 level “mendengarkan.” Empat level pertama dikategorikan pada “mendengarkan dalam kerangka acuan diri sendiri” sedangkan level yang kelima adalah “mendengarkan dalam kerangka acuan orang yang kita dengarkan”. Dalam empat level pertama, saat mendengarkan mungkin kita mengabaikan, pura-pura mendengarkan, mendengarkan secara selektif, atau benar-benar mendengarkan tetapi masih dalam kerangka pikir sendiri.
Sangat sedikit dari kita yang mencoba mendengarkan secara efektif, yakni mendengarkan secara empati. Ini adalah kemampuan untuk menempatkan diri pada posisi orang lain serta melihat, mendengar dan merasakan dari sudut pandangnya, masuk dalam kehidupannya. Ini adalah kemampuan untuk mendengarkan tidak hanya dengan telinga tapi dengan hati.
Mungkin kita tuli atau sengaja “menutup telinga” bagi seseorang yang meminta bantuan, mungkin kita tuli bagi orang yang minta pengampunan, untuk anak-anak yang membutuhkan waktu yang berkualitas, menutup telinga untuk suami atau istri atau kita menutup telinga terhadap kritik dan saran. Kita tidak gagap, dapat berkomunikasi dengan lancar, namun barangkali kita memilih untuk bungkam terhadap kebenaran? Dalam hal apa Tuhan perlu berkata “Efata!” untuk saya?
* * *
Hari ini juga kita rayakan Hari Orang Sakit Sedunia. Tema yang dipilih untuk Hari Orang Sakit Sedunia ke-30 ini – “Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati” (Luk. 6:36) – mengajak kita pertama-tama mengarahkan pandangan kepada Allah yang “kaya akan belas kasih” (Ef. 2:4). Dia selalu menjaga anak-anak-Nya dengan kasih seorang bapa, bahkan ketika mereka berpaling dari-Nya. Belas kasih adalah nama Tuhan yang luar biasa. Belas kasih dipahami bukan sebagai perasaan sentimental sesaat, tetapi sebagai kekuatan yang selalu hadir dan aktif yang mengungkapkan sifat Tuhan.
Kesaksian tertinggi dari cinta Bapa yang penuh belas kasih bagi orang sakit adalah Putra tunggal-Nya. Injil sering menceritakan perjumpaan Yesus dengan orang-orang yang menderita berbagai penyakit!
Ia “berkeliling di seluruh Galilea; Ia mengajar dalam rumah-rumah ibadat dan memberitakan Injil Kerajaan Allah serta melenyapkan segala penyakit dan kelemahan di antara bangsa itu” (Mat. 4:23). Ia menunjukkan perhatian yang begitu besar kepada orang sakit, sedemikian rupa sehingga Ia menjadikannya yang terpenting dalam perutusan para rasul, yang diutus oleh Sang Guru untuk mewartakan Injil dan menyembuhkan orang sakit (bdk. Luk. 9:2). Orang yang sakit merasa terisolasi, sendirian. Betapa banyak di masa pandemi ini, orang yang menghadapi sakitnya sendirian. Maka betapa pentingnya kehadiran kita sebagai saksi cinta kasih Allah yang mengikuti teladan Yesus, belas kasih Bapa.
Dalam Hari Orang Sakit Sedunia kali ini Bapa Suci mengingat semua dokter, perawat, teknisi laboratorium, staf pendukung dan perawat orang sakit, serta banyak sukarelawan yang menyumbangkan waktu mereka yang berharga untuk membantu orang-orang yang menderita. Mereka melakukan pelayanan bersama orang sakit dengan kasih dan kompetensi, melampaui batas profesi mereka dan ini menjadi suatu misi. Tangan mereka yang menyentuh daging Kristus yang menderita, bisa menjadi perpanjangan tangan belas kasih Bapa.
Bapa Suci juga secara khusus menegaskan kembali pentingnya lembaga kesehatan Katolik: mereka adalah harta berharga yang harus dilindungi dan dilestarikan; kehadiran mereka telah membedakan sejarah Gereja, menunjukkan kedekatannya dengan yang sakit dan yang miskin, dan dengan situasi yang diabaikan oleh orang lain. Betapa banyak pendiri keluarga-keluarga religius yang telah mendengarkan tangisan saudara-saudari mereka yang tidak memiliki akses ke perawatan atau dirawat dengan buruk, telah memberikan yang terbaik dalam pelayanan mereka! Hari ini pun demikian, kehadiran mereka adalah berkah, karena selain merawat tubuh dengan semua keahlian yang diperlukan, mereka selalu dapat menawarkan persembahan amal kasih, yang berfokus pada orang sakit itu sendiri dan keluarga mereka. Di saat budaya membuang merajalela dan kehidupan tidak selalu diakui layak untuk disambut dan dijalani, bangunan-bangunan ini, menjadi “rumah belas kasih”, yang dapat menjadi teladan dalam melindungi dan merawat semua kehidupan, bahkan yang paling rapuh sekalipun, dari awal hingga akhir hayatnya.
Akhirnya Bapa Suci mengingatkan bahwa kedekatan dengan orang sakit dan pelayanan pastoral mereka bukan hanya tugas pelayanan tertentu yang ditunjuk secara khusus; mengunjungi orang sakit undangan yang diberikan Kristus kepada semua murid-Nya. Banyak sekali orang sakit dan lanjut usia yang tinggal di rumah dan menunggu kunjungan! Pelayanan penghiburan adalah tugas bagi setiap orang yang dibaptis, ingat sabda Yesus: “ketika Aku sakit, kamu melawat Aku” (Mat 25:36). Maka, marilah sahabat-sahabat, kita buka mata, buka telinga, buka hati bagi saudara-saudari yang sakit di sekitar kita.