Sabda Hidup
Kamis, 17 Maret 2022, Kamis Pekan Prapaskah II
Bacaan: Yer. 17:5-10; Mzm. 1:1-2,3,4,6; Luk. 16:19-31.
“Ada seorang kaya yang selalu berpakaian jubah ungu dan kain halus, dan setiap hari ia bersukaria dalam kemewahan. Dan ada seorang pengemis bernama Lazarus, badannya penuh dengan borok, berbaring dekat pintu rumah orang kaya itu, dan ingin menghilangkan laparnya dengan apa yang jatuh dari meja orang kaya itu. Malahan anjing-anjing datang dan menjilat boroknya.”
(Luk 16: 19 – 21)
Seseorang jatuh ke dalam sebuah lobang yang cukup dalam. Pada waktu yang berbeda-beda, empat orang melewati lobang tersebut dan ingin membantu orang yang jatuh itu. Orang pertama yang lewat melihat orang yang jatuh itu dan menyalahkannya karena tidak berhati-hati. Orang yang kedua memotivasi agar ia melupakan keadaannya dengan macam-macam cara. Orang ketiga memanggil orang lain agar menolong orang yang jatuh itu. Orang yang keempat, melompat turun ke dalam lobang dan membantunya keluar dari lobang tersebut.
Orang yang keempat itu adalah Yesus, yang sungguh-sungguh turun ke dalam lobang untuk mengangkat manusia dari dosa. Apakah memang perlu Ia turun, mengalami penderitaan dengan manusia? “Tidak”, jika Ia tidak mencintai kita. Dan “Ya”, karena ia mencintai kita tanpa batas. Kasih-Nya yang tanpa batas ini sungguh-sungguh bertolak belakang dengan orang kaya dalam kisah Injil hari ini.
Orang kaya itu – dalam bahasa latin disebut “Dives” dan mungkin di masa sekarang disebut crazy rich – tidak berbuat apa-apa. Itulah dosanya! Ia terlalu “cuek” terhadap hidup dan kesekitarannya. Ia bukan seorang atheis. Ia tahu Bapa Abraham. Saya yakin, ia pasti pernah juga bersyukur kepada Allah atas karunia-karunia yang diterimanya. Tetapi ia lupa sisi lain wajah Allah – Allah dalam sesama, terlebih khusus yang hilang, yang terkecil dan yang terpinggirkan. Ia lupa bahwa hidup beragama, selain doa dan ibadah, mencakup juga “mengunjungi yatim piatu dan janda-janda dalam kesusahan mereka, dan menjaga supaya dirinya sendiri tidak dicemarkan oleh dunia,” (Yak 1: 27).
Dosa si kaya itu adalah dosa ketidakpedulian, yakni ia gagal melakukan sesuatu yang ia dapat dan harus lakukan. Itu bukan hanya karena seseorang di sini dan saat ini tidak berbuat apa-apa, melainkan ia lalai untuk melakukan apa yang dapat dan harus dilakukan dalam suatu kondisi tertentu. Dalam hal ini kehadiran Lazarus seharusnya menjadi undangan untuk berbuat sesuatu.
“Mengabaikan mereka yang menderita kelaparan, penyakit, atau eksploitasi adalah dosa modern, dosa masa kini,” kata Paus Fransiskus.
Masa Prapaskah menjadi waktu yang baik bagi kita untuk memeriksa dan mengoreksi perspektif hidup kita. Amat baik mempunyai hidup doa yang dalam. Namun, spiritualitas mengandaikan keseimbangan. Apakah saya mempunyai hidup yang seimbang? Siapakah Lazarus-Lazarus di sekitar kita? Apa yang dapat kita lakukan?