Sabda Hidup
Minggu, 25 September 2022, Minggu Biasa XXVI Tahun C
Bacaan: Am 6:1a,4-7; Mzm. 146:7,8-9a,9bc-10; 1Tim. 6:11-16; Luk. 16:19-31.
“Ada seorang kaya yang selalu berpakaian jubah ungu dan kain halus, dan setiap hari ia bersukaria dalam kemewahan. Dan ada seorang pengemis bernama Lazarus, badannya penuh dengan borok, berbaring dekat pintu rumah orang kaya itu, dan ingin menghilangkan laparnya dengan apa yang jatuh dari meja orang kaya itu. Malahan anjing-anjing datang dan menjilat boroknya.”
(Luk 16: 19 – 21)
Obet paling rajin pi sembahyang di gereja. Satu hari habis misa, dia temukan sebuah dompet di jalan…full..uang banyak. Jadi dia pergi menghadap pastor paroki dan minta nasihat, apa yang harus dia lakukan dengan uang itu. Pastor bilang, “Ko kembalikan sama yang punya itu dompet! Ko pi umumkan di jalan sana tiga kali. Kalau trada orang yang mengaku, ko datang lagi ke sini.”
Jadi, Obet pi di jalan dan umumkan begini, “Siapa yang mempunyai dompet ini?” Dia buat itu tiga kali tetap trada orang yang menanggapi. Ya jelas saja, dia umumkan dengan suara pelan sehingga cuma dia sendiri saja yang dengar!
Sesudah itu, Obet kembali menghadap Pastor Paroki. Dia melapor kalau sudah dia umumkan tiga kali, tetapi trada orang yang mengaku pemilik dompet itu. Jadi Pastor Paroki bilang begini: “Obet, ko bagi empat uang dalam dompet itu. Seperempat ko sumbangkan kepada orang miskin. Seperempat kepada sebuah organisasi yang membantu orang miskin. Seperempat ko sumbangkan ke ibu-ibu WK supaya dong bagikan juga kepada orang miskin. Baru, ko boleh ambil yang seperempatnya lagi.
Maka, Obet bagi empat uang yang ada di dompet itu. Seperempat, seperti yang Pastor Paroki bilang, boleh dia ambil. Jadi dia ambil dia punya bagian. Seperempat pagi, harus diberikan kepada orang miskin. Tapi dia pikir, dia juga orang miskin. Maka yang seperempat itu masuk de pu kantong. Yang seperempat lagi, Pastor bilang harus diberikan ke ibu-ibu WK. Dia ingat de pu mama juga anggota ibu-ibu WK. Maka, yang seperempat itu juga dia ambil. Masih ada seperempat bagian yang dia harus berikan kepada sebuah organisasi yang membantu orang miskin. De ingat, de pu kakak adalah ketua Yayasan yang membantu orang miskin. Jadi sisanya yang seperempat itu juga dia ambil! Sudah, selesai! Semuanya dia bawa pulang!
Sahabat-sahabat, Injil hari ini mengisahkan kepada kita perumpamaan tentang seorang yang kaya dan Lazarus. Orang kaya itu – tidak disebutkan namanya – tidak perlu pergi ke Kantor Polres untuk mendapatkan Surat Keterangan Kelakuan Baik. Tetangga-tetangga dan kenalan-kenalannya dapat memberi kesaksian bahwa ia tidak pernah berbuat jahat. Ia tidak menipu. Tidak korupsi. Kekayaannya adalah hasil kerja kerasnya sendiri. Barangkali saat ia setiap hari berpesta pora dalam kemewahan, ia juga mengundang sahabat-sahabatnya.
Tetapi seperti diceriterakan dalam perumpamaan itu, “ada seorang pengemis bernama Lazarus, badannya penuh dengan borok, berbaring dekat pintu rumah orang kaya itu dan ingin menghilangkan laparnya dengan apa yang jatuh dari meja orang kaya itu. Malahan anjing-anjing datang dan menjilat boroknya.” Apa yang dilakukan orang kaya itu terhadap Lazarus? Tidak ada.
Ketika keduanya mati, Lazarus dibawa oleh malaikat-malaikat ke pangkuan Abraham, sedangkan orang kaya itu menderita sengsara di alam maut. Mengapa? Apa dosanya?
Yesus tidak mengajarkan kepada kita bahwa mempunyai harta kekayaan itu buruk. Allah menciptakan segala kekayaan itu. Jadi itu baik. Akan tetapi, mari ita lihat, jika kita mempunyai banyak harta kekayaan, itu berarti Allah berbelaskasih kepada kita. Ia mempercayakan kepada kita segala sesuatu yang sebenarnya adalah milik-Nya, untuk diurus, dikelola dengan baik, bukan untuk diri sendiri saja, tetapi untuk kebaikan bersama.
Jadi apa dosa orang kaya itu? Ia tidak memerintahkan orang-orangnya untuk mengusir Lazarus dari depan pintu rumahnya. Ia juga tidak keberatan Lazarus menghilangkan laparnya dengan remah-remah yang jatuh dari mejanya. Ia tidak menendangnya keluar dari halaman rumahnya. Ia tidak berbuat apa-apa terhadap Lazarus. Itulah dosanya! Ia tidak melakukan apapun terhadap Lazarus. Ia menganggapnya tidak ada. Dosanya adalah dosa kelalaian. Ia gagal melakukan sesuatu yang dapat dan seharusnya ia lakukan.
Orang kaya itu lalai dan gagal melakukan apa yang dapat dan seharusnya ia lakukan terhadap sesamanya yang berkebutuhan. Kita pun sering terlalu gampang membuat rasionalisasi dengan mengatakan bahwa kita tidak berbuat salah. Itulah permasalahannya, kita tidak berbuat sesuatu!
Saat ini, ada begitu banyak Lazarus-Lazarus di sekitar kita. Ada berjuta-juta Lazarus di sekitar kita. Data dari Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO) mencatat bahwa pada tahun 2020, 720 sampai 811 juta orang menderita kelaparan (lihat https://www.fao.org/state-of-food-security-nutrition/2021/en). Dari total 760 orang yang undernourished (kurang gizi) 418 juta ada di Asia, 282 juga di Afrika dan 60 juta di Amerika Latin dan Karibia. FAO memperkirakan bahwa pada tahun 2030 masih ada 660 juta orang menderita kelaparan. Untuk Indonesia sendiri Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, penduduk miskin di Indonesia per September 2021 mencapai 26,50 juta orang atau 9,71 persen (https://money.kompas.com/read/2022/01/17/154500726/jumlah-penduduk-miskin-ri-capai-2650-juta-orang-lebih-tinggi-dibanding-pra). Dengan resesi yang melanda dunia secara global bisa dipastikan jumlah mereka yang kesulitan untuk memenuhi kebutuhan pokoknya semakin besar.
Dosa orang kaya dalam Injil hari ini akan menjadi dosa kita juga jika kita tidak peduli terhadap Lazarus-Lazarus di sekitar kita. Tidak jarang kita menjadi buta dan amnesia ketika kepentingan pribadi meraja. Tentu saja kita tidak hanya dituntut peduli terhadap mereka yang miskin secara materi, tetapi juga mereka yang miskin secara rohani. Ibu Teresa pernah berkata: “We think sometimes that poverty is only being hungry, naked and homeless. The poverty of being unwanted, unloved and uncared for is the greatest poverty. We must start in our own homes to remedy this kind of poverty. Kita sering berpikir bahwa kemiskinan itu hanya soal kelaparan, ketelanjangan dan tidak punya tempat tinggal. Kemiskinan terbesar adalah keadaan tidak diinginkan, tidak dicintai dan tidak dipedulikan. Kita harus mulai dari rumah kita sendiri untuk mengobati kemiskinan seperti itu.”
Sahabat-sahabat, kita semua cukup kaya untuk berbagi berkat dengan orang lain. Tuhan telah memberkati kita masing-masing dengan kekayaan, kesehatan, talenta, pengaruh sosial atau pengaruh politik, atau gabungan dari macam-macam karunia. Perumpamaan Injil hari ini mengundang kita untuk membagikan apa yang telah kita terima dari Tuhan kepada orang lain dengan berbagai cara, alih-alih menggunakan segala sesuatu secara eksklusif untuk keuntungan diri sendiri.
Ingatlah bahwa “berbagi dengan sesama” adalah kriteria Penghakiman Terakhir kita (Matius (25:31 dst). Pertanyaan yang diajukan kepada kita masing-masing oleh Yesus ketika Dia datang dalam kemuliaan didasarkan pada bagaimana kita telah berbagi berkat kita (makanan, minuman, rumah, perhatian dan belas kasih) dengan saudara-saudari kita, siapa pun yang membutuhkan, sebab “segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku,” (Mat 25: 40).
Mari kita belajar 3S ini: Stewardship: kesadaran bahwa segala yang kita adalah milik Allah. Apa yang kita terima itu dipercayakan kepada kita untuk dikelola secara bertanggungjawab, bukan hanya untuk mengenyangkan perut sendiri, tetapi untuk kesejahteraan bersama. Orang yang punya kesadaran ini tidak akan lupa bersyukur. Kesadaran itu aka menuntun pada S yang kedua: Simplicity. Hidup bersahaja. Tidak mengejar hal-hal yang tidak perlu. Mencukupkan dirinya dengan apa yang memang dibutuhkan. Sering kali kita mengejar hal-hal yang sebenarnya tidak perlu. Hidup yang bersahaja akan mengantar kita pada S yang ketiga: Sharing. Semakin kita hidup bersahaja, semakin mudah untuk berbagi!
Sebuah lagu dirilis oleh Michael Jackson pada tanggal 23 November 1992, berjudul Heal the World. Syairnya antara lain berbunyi: “Heal the world and make it a better place, for you and for me and the entire human race. There are people dying. If we care enough for their living, make a better place for you and for me.”
Mari sembuhkan dunia, kita ciptakan tempat yang lebih baik untuk ada dan saya, untuk kita.