Remah Mingguan

DIUTUS DALAM DIALOG

Pinterest LinkedIn Tumblr

Sabda Hidup

Minggu, 30 Mei 2021, Hari Raya Tritunggal Mahakudus

“Dan kesebelas murid itu berangkat ke Galilea, ke bukit yang telah ditunjukkan Yesus kepada mereka. Ketika melihat Dia mereka menyembah-Nya, tetapi beberapa orang ragu-ragu. Yesus mendekati mereka dan berkata: “Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi. Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.”

(Mat 28: 16 – 20)

Sepasang suami – istri sedang bertengkar hebat dan karenanya mereka saling mendiamkan. Baku diam. Tidak ada yang mau mengalah. Siapa saja yang mulai berbicara, kalah. Si suami harus mengadakan perjalanan dinas keesokan harinya. Ia sudah pesan tiket pesawat untuk penerbangan pertama, pagi-pagi sekali. Maka sebelum tidur ia menulis catatan untum istrinya: “Bangunkan saya besok pagi jam 5.00 pagi.” Keesokan harinya, ia bangun jam 7.00 pagi. Ia marah besar karena terlambat ke airport dan terbang untuk perjalanan dinasnya. Ketika ia lihat di atas bantal di sampingnya, ada sebuah catatan ditulis besar-besar: “Bangun! Bangun! Sudah jam 5.00 pagi!”

* * *

Hari ini kita rayakan Hari Raya Tritunggal Mahakudus. Ajaran (dogma) Gereja tentang Tritunggal sejak awal sampai sekarang hanya dapat kita terima dengan iman bukan dengan pengetahuan. Merayakan Misteri Tritunggal ini kita diingatkan dan patut bersyukur kepada Tuhan, sebab sejak dibaptis kita dapat mengalami kasih Allah Bapa dan bimbingan Roh-Nya seperti yang dapat kita alami dalam kasih Kristus Putera-Nya. Ketiga Pribadi Allah itu hadir dan bekerja di dalam hidup kita masing-masing.

  • Kita memandang Allah Bapa sebagai Pencipta, yang memanggil kita turut serta mengambil bagian dalam cintakasih penyelenggaraan-Nya. Kita dijadikan putera-puteri-Nya.
  • Kita memandang Allah Putera sebagai gambaran Allah yang paling nyata dan tampak. Yesus Kristus, Putera Allah yang datang ke tengah kita, ikut serta mengalami dan merasakan nasib kita sebagai manusia. Dialah yang mewartakan dan mewujudkan rahasia penyelamatan, yang diselenggarakan oleh Allah Bapa bagi kita semua. Dan melalui Dia pula kita dapat mengambil bagian dalam kehidupan Tritunggal.
  • Kita memandang Roh Kudus sebagai karunia kasih antara Allah Bapa dan Putera. Roh ini lewat Kristus datang dan hidup di dalam Gereja-Nya, dan di dalam pribadi setiap pribadi anggota Gereja-Nya itu. Roh inilah yang membimbing cara dan arah hidup kita seperti diteladani oleh Yesus. Dengan demikian kita dapat menempuh jalan hidup kita, penuh kasih yang benar menuju kehidupan kekal.

Akan tetapi anugerah kasih Allah dalam Tritunggal itu tidak hanya untuk dipakai sendiri. Keselamatan itu bukan untuk diri sendiri saja. Melalui Injil hari ini (Mat 28: 16 – 20) Tuhan memerintahkan kepada kita untuk mewartakan kabar baik keselamatan ke seluruh penjuru dunia: “Pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus.” Kita pun, seharusnya sibuk untuk mengkomunikasikan kehadiran dan kasih Tritunggal Mahakudus. Apa yang telah kita buat untuk mewartakan Cinta Allah?

* * *

Kita mempunyai misi tiga ganda dari Tuhan: pergi menjadikan semua bangsa murid-Nya, membaptis mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, mengajar mereka melakukan segala sesuatu yang telah Ia perintahkan kepada kita. Kita tentu saja melakukan semua itu bukan dengan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan. Namun kita melaksanakan semua itu atas cara Tritunggal: tujuan yang jelas, hati yang murni, dengan cinta. Kita adalah para misionaris yang dipanggil oleh Tritunggal, diutus oleh Tritunggal, disertai oleh Tritunggal.

Untuk itu perlulah kita beranjak dari aktivisme ke kontemplasi, dari individualisme ke kolaborasi, dari pemaksaan ke dialog, kita tidak hanya mewartakan tetapi juga mendengarkan.

* * *

Pertengkaran, salah pengertian, hilangnya kepercayaan dapat dihindari dalam hidup kita kalau kita menggunakan cara Trinitarian yang memungkinkan kita berdialog antar kita, dengan penuh rasa hormat, pengertian dan kasih.  Memang dialog itu biasanya jalannya lebih panjang dan perlu ketekunan. Kita cenderung mencari jalan pintas. Cara yang lain adalah monolog, di mana satu pribadi, satu budaya, satu agama mendominasi dan memaksa yang lain, dan kita telah melihat kekacauan dan bencana yang ditimbulkan oleh standar ganda dan egoisme seperti itu.

Kita harus memupuk dialog Trinitarian di manapun kita berada dan dalam apa saja yang kita lakukan. Orang tua misalnya, harus terus mengusahakan dialog dengan anak-anaknya, majikan dengan pekerja-pekerjanya; superior dengan anggota-anggotanya, dan seterusnya. Bersama dengan komitmen untuk berdialog adalah ketetapan hati kita kita untuk tidak mengijinkan cara diktator dan penyalahgunaan kekuasaan di tengah-tengah kita.

* * *

Pesan yang terakhir dari Tuhan kepada murid-murid-Nya: “Ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.” Wow, betapa jaminan yang menguatkan dan menghibur bagi kita. Tuhan, kekuatan dan kuasa terbesar di surga dan di bumi berserta kita, selamanya! Saat kita melaksanakan misi kita, khususnya saat kita berhadapan dengan cobaan, kesepian, kesulitan, penolakan dan bahkan siksaan, mari kita ingat jaminan ini. Janganlah kita berkecil hati – Ia bersama kita. Janganlah kita kehilangan kesabaran – ini adalah karya-Nya. Jangan kita kehilangan kasih – sebab, karena kasih-Nya kita dapat berkata: bagi Tuhanlah kemuliaan, bagi sesamalah berkat dan kelimpahan, dan bagiku cukup belas-kasih-Nya. Amin.

Bacaan hari ini: Ul. 4:32-34,39-40; Mzm. 33:4-5,6,9,18-19,20,22; Rm. 8:14-17; Mat. 28:16-20.

Author

Write A Comment