Sabda Hidup
Minggu, 26 April 2020
Minggu Paskah III
“Pada hari itu juga dua orang dari murid-murid Yesus pergi ke sebuah kampung bernama Emaus, yang terletak kira-kira tujuh mil jauhnya dari Yerusalem, dan mereka bercakap-cakap tentang segala sesuatu yang telah terjadi. Ketika mereka sedang bercakap-cakap dan bertukar pikiran, datanglah Yesus sendiri mendekati mereka, lalu berjalan bersama-sama dengan mereka.” (Luk 24: 13 – 15).
Suatu ketika, ada sebuah pohon yang selalu memikirkan mimpi-mimpinya. “Saya ingin bertumbuh menjadi pohon yang paling tinggi dan paling lurus di hutan ini,” katanya. “Orang akan melihatku tinggi menjulang di atas bukit, melihat ke atas, memandang cabang-cabangku, dan tiada henti mengagumiku.”
Jadi setiap hari ia berpikir tentang menjadi pohon yang paling dikagumi. Namun mimpinya tiba-tiba hancur berantakan, ketika suatu hari beberapa orang datang dan tanpa ampun menebangnya. Setelah dipotong cabang-cabangnya, diratakan, lalu ia ditaruh di dalam gudang. Cukup lama ia ditinggalkan, hingga suatu hari seseorang mengambilnya. Lalu ia ditaruh di pundak seseorang yang memikulnya di jalan, menuju sebuah bukit. Banyak orang mengolok-olok dan menyiksa orang yang memikulnya. Ketika sampai di puncak bukit, orang itu dipakukan padanya dan kemudian ia ditegakkan menjulang tinggi di puncak bukit sampai orang itu mati.
Pohon itu mendapatkan apa yang diimpikannya. Menjulang tinggi di atas bukit. Tetapi tidak seperti yang dibayangkan dan dimimpikannya. Kita pun sering kali demikian. Seperti kedua murid yang kita dengarkan kisahnya dalam bacaan Injil hari ini. Ketika mereka meninggalkan Yerusalem menuju Emmaus, mereka dipenuhi dengan kekecewaan. Dua orang murid itu sedang berjalan dengan sedih, shock dan kecewa. Mereka sedang berjalan dari Jerusalem menuju Emmaus tempat asal mereka. Perjalanan yang panjang. Emmaus kurang lebih 7 mill dari Yerusalem.
Bayangkan, kedua murid itu telah menjadi murid Yesus. Mereka telah mengikuti pengajaran Yesus. Mereka mendengar pangajarannya tentang cinta Bapa. Ia mengajarkan bahwa setiap orang perlu berdoa kepada Allah dan menyapanya sebagai ABBA, Bapa. Ia mengajarkan mereka untuk saling mengasihi. Kehidupan akan menjadi indah bila saling mengasihi, terlebih kepada mereka yang membutuhkan cinta dan belaskasih. Para rasul telah menyaksikan karya Yesus. Barangkali mereka hadir ketika Yesus membangkitkan seorang putera dari seorang janda dari Nain, atau membangkitkan anak Yairus. Mereka menyaksikan Yesus menyembuhkan orang dari pelbagai penyakit. Ia telah memperbanyak roti dan ikan untuk ribuan orang. Mereka yakin bahwa Yesus adalah Mesias.
Tetapi kemudian segalanya hancur berkeping-keping. Yesus ditangkap, ia disiksa, dihina dan diperolok dan akhirnya wafat di salib. Mereka berpikir semuanya ini tidak mungkin terjadi bagi seorang Mesias. Mereka terkejut, sangat kecewa disertai kesedihan yang mendalam. Mereka terlanjur mencintai Yesus dan sekarang Dia telah tiada. Kemudian mereka mendengar bahwaYesus tidak ada di makam. Mungkin bagi mereka kebangkitan Yesus itu tak lebih dari sekadar gossip!
Bukankah sering kali kita juga sama dengan pohon dan juga kedua murid itu? Berapa kali kita dipenuhi dengan mimpi-mimpi dan berakhir dengan kekecewaan? Berapa kali kita mengharapkan sesuatu tetapi menjumpa akhir yang berbeda?
Sebagian besar dari kita sedang dalam perjalanan hidup yang penuh kesedihan saat ini. Mulanya hidup kita baik-baik saja. Kita merencanakan banyak hal untuk hari depan dan nampaknya rencana itu sesuai dan pantas dilaksanakan. Tiba-tiba hal yang tidak terduga terjadi. Tragedi Corona Virus melanda dunia. Banyak keluarga kehilangan sanak saudara. Dan lebih menyayat hati anggota keluarga tidak dapat menghadiri pemakaman, hanya dapat mendoakan dari jauh. Yang sakit harus terisolir entah sampai kapan; orang-orang kehilangan kesempatan bersosialisasi. Banyak orang kehilangan pekerjaan dan akibatnya kehilangan penghasilan. Banyak keluarga tidak tahu apa yang dapat dipakai untuk mengisi perut yang lapar. Keluarga dan masyarakat tiba-tiba berubah. Rencana-rencana hancur berkeping-keping.
Ketika tragedi Covid-19 tiba-tiba menerpa kita, sangat wajar muncul banyak pertanyaan. Mengapa semua ini terjadi bagi kita? Dimanakah Engkau ya Tuhan ketika kami dilanda sengsara?
Rasanya kita perlu menanamkan dalam hati kita: ketika segala sesuatu nampak tidak sesuai dengan yang kita harapkan, Tuhan pasti punya rencana yang berbeda untuk kita. “JalanKu bukan jalanmu,” kata Kitab Suci. Tetapi jalanNya, pasti untuk kebaikan kita.
Terlebih lagi, Injil hari ini mesti membuka mata kita seperti Ia membuka mata kedua murid. Mata kita harus terbuka untuk mengenali kehadiranNya dalam peristiwa-peristiwa dan kesempatan di sekitar kita, di rumah, saat kita bekerja, dalam pengalaman-pengalaman pribadi kita, juga pengalaman-pengalaman menyedihkan dan tidak mengenakkan saat ini.
Ketika kita bertanya ‘mengapa ini terjadi, kita perlu mendengarkan apa yg diajarkan oleh Sabda Allah dalam KS. KS mengajarkan kita bahwa ada kehidupan yang lebih berarti daripada hidup kita di dunia, mereka yg sudah meninggal telah beralih dari hidup ini ke kehidupan yang abadi. Kita perlu membaca dan menghayati Sabda Allah untuk memahami realita hidup di dunia dan di akhirat. Kita perlu berdoa meski harus berdiam di rumah. Keluarga kita adalah Gereja kecil dan menjadi kediaman Tritunggal Mahakudus.
“Bukankah hati kita berkobar-kobar ketika Ia menerangkan makna KS kepada kita?” Kata kedua murid dari Emmaus. Hati kita juga akan berkobar kobar bila kita menyadari bahwa setiap hal yang terjadi dalam hidup kita akan dipergunakan oleh Allah untuk mewahyukan dan mewujudkan karya keselamatan Allah. Itulah jawaban terbaik bila kita bertanya “mengapa semuanya ini terjadi?”
Dan pertanyaan ‘Dimanakah Engkau ya Allah ketika semuanya ini terjadi? Tuhan menjawab: “Aku ada di sampingmu”. Ia ada disini sekarang bergembira bersama kita di hari-hari yang indah dan menangis bersama kita di saat-saat seperti sekarang ini. Ia berada bersama dalam Ekaristi, bersama kita waktu kita berdoa di rumah. Ia berada bersama kita dalam situasi apa saja.
Terkadang kita tidak menyadari kehadiranNya seperti dua murid dalam perjalanannya ke Emmaus. Yesus tiba-tiba muncul dan bertannya: Apa yang kalian percakapkan. Seolah olah Ia bertanya kepada kita: “Mengapa gelisah hatimu?”
Para murid akhirnya mengenal kehadiran Yesus ketika Ia memecah-mecahkan roti. Dalam doa kita mengundang Yesus hadir. Dalam kecemasan dan ketakutan akan Covid-19 kita memanggil Yesus hadir. Kita perlu berdoa seperti kedua murid itu: Mane nobiscum, Domine! Kita semua sama seperti kedua murid itu. Dan kita barangkali masih dalam perjalanan yg menyedihkan dan mencemaskan. Tetapi kita tdk pernah sendirian. Ia berjalan bersama kita. Hidup kita adalah perjalanan bersama Allah.
Bacaan Misa Hari ini: Kis. 2:14,22-33; Mzm. 16:1-2a,5,7-8,9-10,11; 1Ptr. 1:17-21; Luk. 24:13-35.