Sabda Hidup
Minggu, 9 Oktober 2022, Minggu Biasa XXVIII Tahun C
Bacaan: 2Raj. 5:14-17; Mzm. 98:1,2-3ab,3cd-4; 2Tim. 2:8-13; Luk. 17:11-19.
“Bukankah kesepuluh orang tadi semuanya telah menjadi tahir? Di manakah yang sembilan orang itu? Tidak adakah di antara mereka yang kembali untuk memuliakan Allah selain dari pada orang asing ini?”
(Luk 17: 17 – 18)
Suatu seorang anak bermain-main di dermaga. Ia kurang berhati-hati dan jatuh ke dalam air laut. Padahal waktu itu cuaca buruk dan ombak dengan ganas menghantam tepi dermaga itu. Tetapi, seorang buruh pelabuhan tanpa memperdulikan keselamatannya sendiri segera melompat ke dalam air laut. Ia berenang sekuat tenaga, melawan ombak yang ganas, menyelam dan akhirnya setelah berjuang sekuat tenaga, berhasil menyelamatkan anak itu. Dua hari kemudian ibu anak itu pergi ke pelabuhan mencari buruh yang telah menyelamatkan anaknya itu. Setelah menemukannya ia bertanya, “Abang yang menyelamatkan anak saya?” “Iya benar,” jawab abang buruh itu.” Lalu dengan marah dan nada tinggi ibu itu bertanya, “Lalu, di mana topi anak saya?”
Betapa kita tidak bersyukur! Betapa kita lupa berterima kasih! Ada begitu banyak dalam masyarakat kita orang yang merasa bahwa apapun yang baik adalah usahanya, pencapaiannya, oleh sebab itu tidak perlu berterima kasih baik kepada Tuhan maupun sesama. Mereka lupa bahwa segala berkat yang datang dalam hidup kita pertama-tama adalah anugerah sebelum menjadi sesuatu yang kita capai. Apa yang kita lakukan sehingga kita layak dilahirkan dalam keadaan hidup? Ada banyak yang tidak sempat memandang indahnya dunia. Apa yang anda lakukan sehingga anda layak mendapatkan orang tua yang mengasihi anda sedangkan ada banyak orang lain tidak memilikinya? Apa jasa anda sehingga anda mempunyai telinga untuk mendengar, mata untuk melihat, lidah untuk berbicara, kaki untuk berjalan, sedangkan ada banyak orang lain yang tidak mempunyainya? Berapa yang anda bayar kepada Tuhan sehingga anda tercipta sebagai seorang yang pintar, ganteng, cantik? Berapa banyak guru yang luar biasa yang telah berperan dalam hidup anda, sahabat-sahabat, relasi yang masih anda miliki? Sering kali kita melupakan begitu banyak anugerah yang telah kita terima. Orang bilang, jika bintang-bintang muncul hanya sekali setahun, setiap orang pasti akan menengadah ke langit untuk melihatnya. Tetapi kita telah melihat bintang-bintang begitu sering sehingga kita tidak peduli apakah ada bintang atau tidak. Betapa kita terbiasa dengan berkat dan anugerah yang kita terima sehingga kita lupa bersyukur.
Dalam Injil hari ini Yesus mentahirkan sepuluh orang kusta. Hanya satu yang kembali kepada-Nya dan berterima kasih. Di manakah yang sembilan orang? Mengapa mereka tidak kembali kepada Yesus dan berterimakasih?
Yang satu berkata, “Saya pikir, kita tunggu dan lihat, apakah penyembuhan ini nyata, apakah akan bertahan…”
Yang lain lagi berkata, “Ah, masih ada lain waktu untuk bertemu lagi dengan Yesus, jika perlu….”
Yang lain lagi berkata, “Kamu tahu, barangkali kita sebenarnya tidak pernah menderita kusta…”
Yang satu lagi berkata, “Benar juga kan, suatu saat kita pasti sembuh.”
Yang lain lagi berkata, “Hai guys… aku yakin, kalau kita selalu berpikir positif bahwa kamu akan sehat, pasti kamu juga sehat!”
Yang satu lagi berkata, “Ah, Yesus tidak melakukan sesuatu hal yang istimewa; setiap rabi lain pasti juga dapat melakukannya.”
Yang lain lagi berkata, “Sekarang sudah sehat kan? Apakah kita masih membutuhkan Dia?”
Yang seorang lagi berkata, “Yang kita perlukan sekarang adalah memperlihatkan diri kepada imam, supaya kita secara resmi diakui telah tahir.”
Dan yang seorang lagi berkata, “Tadi kan Yesus bilang supaya kita pergi kepada imam. Ya sudah, lakukan saja apa yang Ia perintahkan, jangan-jangan nanti Dia marah jika kita kembali kepada-Nya.”
Sikap tidak tahu berterima kasih sering kali lahir dari keakuan dan keserakahan kita. Rasa tidak tahu terima kasih tak lain dan tak bukan adalah mengutamakan kebutuhan “saya” untuk mendapat lebih lagi ketimbang kebutuhan orang lain yang perlu dilengkapi dengan apa yang telah saya terima.
Untungnya, ada seorang kusta yang kesepuluh yang tak katakan apapun selain kembali kepada Yesus dan berterima kasih kepada-Nya. Dia adalah seorang Samaria! Seorang asing! Tentu saja ia tidak dapat pergi kepada imam karena imam Yahudi pasti tidak akan melayani dia. Ia tidak termasuk dalam kalangan penganut agama yang “benar”. Ia dipandang sebagai orang tak tahu hukum, orang berdosa karena ia tidak melakukan Hukum Yahudi. Kesembilan orang kusta lainnya pergi memperlihatkan diri kepada imam karena mereka ingin menepati hukum. Orang yang tak tahu hukum itu mengikuti dorongan naluriahnya dan kembali kepada Yesus untuk berterima kasih. Terkadang, akal sehat lebih tepat dan layak ketimbang huruf-huruf hukum yang tertulis. Orang-orang yang beragama tanpa akal sehat sering kali ternyata salah, seperti kesembilan orang kusta lainnya itu. Nah ini sering terjadi bahwa orang-orang beragama tanpa akal sehat dan selalu menganggap diri sendiri benar dan orang lain salah, tetapi sebenarnya mereka itu “sesat”!
Barangkali banyak orang Kristen yang hari ini tidak beribadah atau tidak menghadiri Misa. Mungkin mereka lupa bersyukur. Sebab tak ada alasan lain bagi kita untuk bersekutu pada hari Minggu selain untuk bersyukur kepada Allah. Kata “Ekaristi” berasal dari bahasa Yunani εὐχαριστία, eucharistia, yang berarti “syukur”. Jika kita tahu menghitung-hitung berkat yang telah kita terima, maka tak ada yang lain yang dapat kita lakukan, selain kembali kepada Tuhan, bersujud, bertelut, mengucap syukur kepada-Nya.