Suatu kali seorang Rabbi Yahudi dijebloskan ke dalam penjara Romawi. Jatah air minum yang diberikan sangat sedikit. Namun rabbi itu menggunakan air yang sedikit itu bukan untuk minum, tetapi untuk membasuh tangannya sebelum makan. Karena maksudnya untuk mematuhi ritual tentang membasuh tangan itu, ia hampir mati karena kehausan.
Kita pun, memunyai tradisi atau kebiasaan-kebiasaan saat kita makan. Seorang teman pernah membagikan pengalamannya tentang apa yang diajarkan oleh ayahnya saat makan bersama dalam keluarga. Sebelum makan, tentu saja, semua harus cuci tangan terlebih dahulu. Dan tentu saja tidak boleh lupa berdoa lebih dulu. Ayahnya mengajarkan bahwa makanan di hadapan mereka adalah berkah dari Tuhan. Oleh sebab itu makanan itu harus diterima dengan rasa hormat dan syukur. Saat makan, tidak boleh berebut. Segala keinginan buruk dan semua masalah harus ditinggalkan saat mereka datang ke meja makan. Mereka harus berbagi dan peka terhadap kebutuhan satu sama lain di meja makan. Tentu saja mereka juga harus ingat mereka yang datang terlambat makan. Mereka juga tidak boleh menyisakan makanan di piring mereka, sebab ada banyak orang lain yang tidak memperoleh makan yang cukup. Karena itu mereka harus ingat pula berbagi dengan sesama yang tidak mempunyai makanan yang cukup.
Apa yang disharingkan oleh teman itu, menggarisbawahi hal-hal yang baik yang harus ditumbuhkan dalam hati melalui kebiasaan-kebiasaan baik tersebut. Pembentukan sikap hati menjadi lebih penting daripada sekadar melakukan kebiasaan-kebiasaan dan tradisi.
Mentaati hukum secara ketat itu mungkin menjadi kelemahan orang-orang Farisi. Perhatian mereka terhadap yang luaran menutup sikap-sikap batin. Ritual menjadi lebih penting daripada cinta dan belas kasih. Menurut mereka, menjalankan ritual secara ketat adalah cara untuk menyenangkan Tuhan. Mengabaikan tradisi para leluhur akan menyinggung hati Tuhan. Makan dengan tidak membasuh tangan terlebih dahulu, bukan berarti tidak memperhatikan kebersihan atau kesehatan, tetapi menjadikan diri najis di hadapan Allah. Menjadi najis berarti tunduk pada godaan Iblis dan akan menjadi rentan terhadap kehancuran.
Sejauh manakah kita menghormati Allah secara luaran, namun hati kita jauh dari Tuhan? Semoga ibadah kita, bukan hanya menjadi tindakan luaran saja, tetapi mencerminkan isi hati kita. Semoga ibadah kita pun nyata dalam tindakan belas kasih.
Bacaan hari ini: 1Raj. 8:22-23,27-30; Mzm. 84:3,4,5,10,11; Mrk. 7:1-13
Mau makan? Eit…. cuci tangan dulu. Bersih tangan, bersih hati, jangan lupa berbagi!