Remah Mingguan

BUKAN SUPAYA TIDAK TERCIDUK

Pinterest LinkedIn Tumblr

Sabda Hidup

Minggu, 12 November 2023, Minggu Biasa XXXII Tahun A
Bacaan: Keb. 6:13-17Mzm. 63:2,3-4,5-6,7-81Tes. 4:13-18 (panjang) atau 1Tes. 4:13-14 (singkat); Mat. 25:1-13.

(Mat 25: 13)

Suatu hari, seekor burung pipit mendengar bisik-bisik dari seekor tupai di pohon bahwa langit akan runtuh. Si burung pipit sangat risau mendengar berita itu. Maka ia terbang meninggalkan sarangnya untuk memberitahukan kabar buruk itu kepada binatang-binatang yang lain. Sapi, anjing, kucing, kambing dan semua warga binatang yang lain. Tetapi mereka tak peduli dan menganggap kabar itu angin lalu.

Ia menjadi sangat sedih dan frustrasi. Ia merasa bahwa teman-teman binatang yang lain tak peduli. Maka ia berbaring terlentang sepanjang waktu dengan kakinya menghadap ke atas menuju langit.

Seorang bijak kebetulan lewat dan melihat makhluk kecil itu bertingkah laku tidak seperti biasanya. Ia bertanya, “Sahabat kecil, apa yang terjadi dengan dirimu?” “Oh tuan yang baik, belumkah anda mendengar bahwa langit akan runtuh?” jawabnya. “Saya berbaring di sini menopang langit jangan-jangan sewaktu-waktu akan runtuh.” Orang bijak itu tersenyum dan bertanya, “Tetapi, dengan tubuhmu yang kecil dan ringkih, bagaimana engkau dapat menopang langit?” “Kita harus lakukan apa yang kita bisa, semampu kita,” jawab burung pipit.

Kebanyakan dari kita, seperti anjing, sapi, kambing, kucing dan binatang-binatang lainnya dalam cerita di atas, tidak peduli dan tidak tergerak untuk menanggapi tanda-tanda jaman. Ketika seseorang berkata, “Yuk, misa di gereja,” banyak yang menanggapinya, “Ah, saya sibuk. Saya ada acara. Engkau doakan saya saja.” Kita tidak ingin diganggu. Kita sibuk dengan diri kita sendiri. Kita tak peduli dan malas untuk bertindak ketika orang lain membutuhkan bantuan dan pertolongan. Memang, kita adalah orang-orang Kristen, tetapi orang-orang Kristen yang pasif.

Injil hari ini menuturkan perumpamaan tentang sepuluh orang gadis – lima gadis bijaksana dan lima gadis bodoh, yang sedang berjaga menantikan kedatangan mempelai laki-laki. Perayaan itu menuntut para gadis itu mengiringi sang mempelai ke tempat perayaan, tetapi sang mempelai datang terlambat. Kesepuluh gadis itu jatuh tertidur, namun lima dari mereka yang bijaksana membuat persiapan, mereka membawa pelita sekaligus minyak untuk persediaan.

Saya tidak tahu persis bagaimana tradisi perkawinan Yahudi pada waktu itu. Menurut Joachim Jeremias dalam bukunya The Parables of Jesus (1972), puncak perayaan perkawinan adalah masuknya mempelai pria ke rumah ayahnya pada waktu malam, di mana perkawinan itu berlangsung dan kemudian diikuti dengan pesta perjamuan. Mempelai pria akan menjemput mempelai wanita di rumahnya dan kemudian berarak ke rumah ayah mempelai pria. Para gadis pengiring akan membawa obor atau pelita untuk menerangi jalan dan membawa suasana pesta.

Bagaimana perayaan itu dan seperti apa kedua mempelai itu tak diceriterakan dalam perumpamaan ini. Tokoh utama dari perumpamaan ini bukanlah kedua mempelai, melainkan sepuluh gadis pengiring, lima gadis yang bijaksana membawa lampu dan persediaan minyak, lima gadis bodoh yang hanya membawa lampu tanpa persediaan minyak. Tidak diceriterakan mengapa kedatangan mempelai pria terlambat. Menurut Jeremias, kedatangan mempelai terlambat sering kali karena terjadi tarik ulur tentang hadiah yang diserahkan kepada keluarga mempelai wanita.

Diceriterakan pula bahwa kelima gadis bijaksana menolak permintaan kelima gadis lainnya untuk berbagi persediaan minyak mereka. Sebenarnya, perumpamaan ini tidak berkaitan dengan pemahaman dan simpati dalam arti bahwa penolakan lima gadis pengiring yang bijaksana itu masuk akal, bahwa jika mereka memberikan sedikit minyak mereka, mereka tidak akan dapat menerangi seluruh prosesi sampai mereka tiba di rumah ayah pengantin pria. Dengan alasan itu juga, mereka tidak melakukan tugas mereka untuk menerangi jalan dan memiliki suasana meriah untuk pernikahan.

Apa yang Yesus hendak sampaikan kepada kita dalam perumpamaan ini adalah: “Berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu hari atau saat kedatangan Tuhan,” dengan kata lain, kita harus mempersiapkan diri untuk kedatangan-Nya.

Pesannya jelas. Kedatangan Yesus, Sang Mempelai Ilahi tak tak dapat diperkirakan. Bahwa Ia akan datang sudah jelas. Tetapi kapan waktunya Ia datang, kita tidak dapat menentukannya. Diperlukan kesiapsediaan untuk menyambut-Nya.

Injil hari ini mengingatkan kita akan dua hal penting:

  1. Banyak hal tidak dapat kita peroleh secara instan, tetapi memerlukan waktu. Sesuatu yang dikerjakan buru-buru tentu tidak akan memberikan hasil yang maksimal. Demikian juga dalam menghidupi iman, diperlukan ketekunan dari hari ke hari. Diperlukan kesiap-sediaan dan kewaspadaan dari hari ke hari.
  2. Banyak hal tidak dapat kita pinjam. Kita tidak dapat meminjam hubungan dengan Tuhan. Kita tidak dapat meminjam kekudusan orang lain. Kita tidak dapat meminjam keutamaan hidup. Yang akan diperhitungkan adalah bagaimana kita secara pribadi menjalin hubungan dengan Tuhan dan sesama, bagaimana kita membangun kekudusan, bagaimana kita membangun keutamaan hidup

Semua itu membutuhkan proses. Tidak semudah memasak mie sedaap. Perlu ketekunan dan kesetiaan dari hari ke hari, dari waktu ke waktu. “Karena itu berjaga-jagalah!” kata Yesus. Berjaga-jaga bukan berarti menanti dan tidak berbuat apa-apa, atau bersikap waspada supaya tidak “terciduk” saat berbuat dosa. Berjaga-jaga adalah berbuat baik setiap waktu, entah diawasi atau tidak, entah mendapat ganjaran atau tidak. Kita berbuat baik karena “dari sono-nya” kita adalah baik. Bukankah kita dicipta seturut gambar Allah yang Mahabaik?

Yesus menghendaki komitmen terus menerus dalam mengikuti Dia. Bagaimana komitmen kita? Apakah kita setia dan selalu siap sedia?

Author

Write A Comment