Sabda Hidup
Minggu, 26 Desember 2021, Pesta Keluarga Kudus
Bacaan: 1Sam. 1:20-22,24-28; Mzm. 84:2-3,5-6,9-10; 1Yoh. 3:1-2,21-24; Luk. 2:41-52.
Dalam suatu audiensi, Paus Paulus VI bercerita, ketika ia masih menjadi Uskup Agung Mila, ia mengunjungi sebuah paroki. Dalam kunjungannya itu ia bertemu dengan seorang perempuan tua yang hidup sendiri. “Apa kabar?” sapanya kepada perempuan itu. “Tidak buruk,” jawabnya. “Seperti Bapak Uskup lihat, saya punya cukup makanan, dan saya tidak menderita karena kedinginan.” “Kalau begitu, anda tentu bahagia?” tanyanya kepada perempuan itu. “Tidak,” jawab perempuan itu. Dan ia mulai menangis. “Anda lihat, anak dan menantu saya tidak pernah datang menengok saya. Saya akan mati kesepian.” Apa yang dikatakan oleh perempuan itu selalu terngiang-ngiang di telinganya, “Saya akan mati kesepian.” Makanan, tempat tinggal, pakaian yang hangat saja tidak mencukupi. Orang-orang seperti perempuan tua itu membutuhkan sesuatu yang lain. Mereka membutuhkan kehadiran, waktu, kasih dan perhatian kita. Mereka butuh sentuhan, memreka butuh untuk diyakinkan bahwa mereka tidak dilupakan.
Bacaan pertama hari ini, diambil dari Kitab Pertama Samuel, mengisahkan bagaimana Elkana dan Hanna membawa anak mereka, Samuel, ke Bait Allah, mempersembahkannya untuk melayani Allah seumur hidup. Samuel diserahkan di Bait Allah kepada bimbingan imam Eli. Mazmur tanggapan hari ini (Mzm 128) mengingatkan kita bahwa rumah tangga yang bahagia adalah buah dari kesetiaan kita kepada Tuhan. Sedangkan bacaan kedua dari Surat St. Yohanes, mengingatkan kita bahwa sebagai anak-anak Allah, kita adalah anggota keluarga Allah sendiri. Dan sebagai anggota keluarga Allah kita diharapkan melaksanakan perintah utama Allah: “Kasihihal seorang terhadap yang lain.” Dengan itu kita tetap bersatu dengan Allah dalam Roh Kudus.
Dalam Bacaan Injil, Lukas menutup kisah masa kanak-kanak Yesus, dengan peristiwa kunjungan Yesus bersama ayah dan ibu-Nya ke Bait Suci di Yerusalem, ketika ia berusia 12 tahun. Dengan demikian Ia menjadi “Anak Hukum” dan taat terhadap kewajiban-kewajiban Hukum. Yesus tinggal di Bait Suci, hadir dalam diskusi bersama Sanhedrin tentang hidup beragama dan pertanyaan-pertanyaan teologis sebagai seorang murid yang antusias mempelajari Hukum-Hukum Musa. Ketika Yusuf dan Maria dalam kekhawatiran setelah tiga hari mencari-Nya, Yesus mengingatkan mereka bahwa Ia “HARUS” tinggal di Rumah Bapa. Kemudian Injil Lukas merangkum 18 tahun kehidupan Yesus selanjutnya, hidup dan bertumbuh di Nazareth seperti anak-anak muda lainnya, patuh terhadap orang tua, dengan setia menjalankan kewajiban-kewajiban terhadap Allah, orang tua dan masyarakat, “bertambah hikmat-Nya dan besar-Nya, dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia.”
Apa pesan-pesan bacaan-bacaan hari ini bagi hidup kita?
Pertama, kita perlu belajar dari Keluarga Kudus. Gereja mendorong kita untuk menimba inspirasi dari Keluarga Yesus, Maria, Yusuf. Mereka menjadi model keluarga baik dalam kerja keras orang tua, saling membantu dan melengkapi, saling mengerti dan menerima, dan dalam mengasuh Anak mereka sehingga Ia tidak hanya bertumbuh secara manusiawi – sehat tubuhnya, bertumbuh secara fisik, berkembang dalam pengetahuan-pengetahuan manusiawi – tetapi juga bertumbuh sebagai Anak Allah.
Kedua, kita perlu membuat keluarga kita “ruang pengakuan” ketimbang membuatnya sebagai “ruang pengadilan”. Jika suami – isteri bertikai seperti orang-orang di pengadilan, berargumen untuk membenarkan perilaku mereka, maka rumah mereka akan menjadi gedung pengadilan, tak seorangpun akan menang. Keluarga seyogyanya menjadi “ruang pengakuan” di mana setiap orang mengakui kesalahannya dan berusaha untuk memperbaikinya. Dengan itu keluarga kita akan menjadi keluarga “surgawi”.
Ketiga, Pesta Keluarga Kudus menjadi kesempatan bagi orang tua untuk memeriksa kehidupan mereka, bagaimana mereka memenuhi tanggungjawab yang telah dipercayakan oleh Allah kepada mereka. Ketika mereka menikah, dalam upacara perkawinan dikatakan: “anak-anak adalah anugerah Allah bagimu” demikian mereka bertanggungjwab di hadapan Allah. Maka, akhirnya orang tua harus “mengembalikan” anugerah itu, anak-anak mereka, kepada Allah.
Mari kita berdoa, mohon rahmat agar kita saling peduli dan saling memperhatikan sebagai anggota keluarga kita masing-masing, anggota keluarga besar paroki kita, dan sebagai anggota keluarga besar Gereja. Semoga Allah memberkati keluarga-keluarga kita dalam menyongsong tahun yang baru.