Sabda Hidup
Minggu 7 Maret 2021, Minggu Prapaskah III
Dalam kebanyakan kisah Injil, Tuhan kita Yesus Kristus, digambarkan sebagai seorang yang lembut, baik, berbelaskasih. Pun, minggu yang lalu, Ia menampakkan diri dalam kemuliaan-Nya. Namun, dalam Injil hari ini, Yesus nampaknya marah besar.
Ia membuat cambuk dari tali, “mengusir mereka semua dari Bait Suci dengan semua kambing domba dan lembu mereka; uang penukar-penukar dihamburkan-Nya ke tanah dan meja-meja mereka dibalikkan-Nya.” Ia juga berseru kepada pedagang-pedagang burung merpati: “Ambil semuanya ini dari sini, jangan kamu membuat rumah Bapa-Ku menjadi tempat berjualan!” (Yoh 2: 16).
* * *
Yesus bertindak karena tergerak hati-Nya bagi orang-orang miskin yang dieksploitasi. Manyak dari mereka datang dari jauh. Mereka memanggul domba-domba persembahan; membawa burung-burung merpati persembahan dalam kurungan kecil.
Ketika mereka tiba di bait Allah, para pemuka agama mengatakan kepada mereka bahwa persembahan mereka tidak dapat diterima. Mereka harus membeli hewan-hewan persembahan di bait Allah, tentu dengan harga yang jauh lebih mahal. Sistem yang diciptakan untuk mengeruk keuntungan dan menindas!
Alasan kedua mengapa Yesus marah kepada para imam Bait Suci adalah praktek eksklusivitas Bait Suci. Menurut apa yang telah saya baca bait suci memiliki lima bagian atau pelataran: (1) tempat yang mahakudus (2) pelataran para imam (3) pelataran orang Israel (4) pelataran bagi para perempuan (5) dan pelataran orang bukan Yahudi. Meskipun ini dipandang sebagai lima lingkaran konsentris kesucian, Rumah Tuhan itu untk semua orang. Itu adalah rumah universal Allah “untuk semua bangsa” di mana semua manusia di bumi akan menemukan tempat untuk berdoa. Tetapi para para imam melupakannya dan berpikir bahwa Bait Suci dimaksudkan untuk orang Yahudi saja. Jadi mereka mengubah pelataran orang-orang bukan Yahudi menjadi “pasar” untuk menjual hewan yang dibutuhkan untuk persembahan dan untuk menukar uang. Mereka bisa membawa uang Romawi sejauh hanya di pelataran orang bukan Yahudi dan bukan di pelataran lainnya. Pelataran bagi orang bukan Yahudi tidak lagi dianggap sebagai bagian Rumah Tuhan yang tak terpisahkan, dan telah menjadi pasar. Di pelataran ini lah Yesus menunggangbalikkan meja-meja penukar uang. Dengan melakukan itu Ia menunjukkan bahwa bagian non-Yahudi sama sucinya dengan bagian Yahudi. Tuhan adalah Tuhan dari semua dan bukan Tuhan dari kelompok terpilih saja.
Kemarahan Yesus menjadi sarana bagi belas kasih Hati-Nya, untuk membela mereka yang miskin dan tertindas. Sungguh, kita harus marah ketika kita menjumpai ketikdakadilan dan eksploitasi sesama di tengah-tengah kita.
“Orang-orang Yahudi menantang Yesus, katanya: “Tanda apakah dapat Engkau tunjukkan kepada kami, bahwa Engkau berhak bertindak demikian?” Jawab Yesus kepada mereka: “Rombak Bait Allah ini, dan dalam tiga hari Aku akan mendirikannya kembali.” (Yoh 2: 19) Dan yang dimaksudkan-Nya adalah tubuh-Nya sendiri (Yoh 2: 21).
Bait Suci yang lama telah digantikan-Nya. Ia mengutuk ibadah yang telah “dikomersialisasi” dan dipenuhi dengan kemunafikan. Tetapi Ia tidak hanya berhenti di sana. Ia MENGGANTIKAN sepenuhnya dengan ibadah yang sempurna, pengorbanan-Nya sendiri di salib.
Apakah kita pernah “membuat rumah Bapa sebagai tempat berjualan?” Apakah kita pernah melecehkan Bait Allah? “Cinta untuk rumah-Mu menghanguskan Aku.” (Yoh 2: 17). Sejauh manakah cinta kita pada Rumah Allah? Bagaimanakah cinta kita pada Rumah Allah itu diwujudkan?
Gereja adalah tempat yang paling indah untuk bersekutu dengan Allah dan sesama umat beriman. Oleh karena itu, kita sebaiknya selalu memandang Gereja bukan tempat untuk mencari keuntungan, tetapi untuk pelayanan; bukan tempat untuk kencan, tetapi untuk lebih mesra dengan Tuhan; bukan tempat untuk menonton kelucuan, tetapi untuk merasakan keteduhan; bukan sekadar untuk memenuhi kewajiban, tetapi tempat yang tepat untuk mencari jawaban atas kebutuhan rohani kita.
Selain itu, hati kita masing-masing adalah Bait Suci. Tritunggal yang Mahakudus tinggal di sana. Allah menghendaki penghormatan yang pantas dan penyembahan yang penuh kasih dari hati kita masing-masing, yang Ia ciptakan dengan penuh kasih. Namun, betapa hati kita dipenuhi dengan kebiasaan-kebiasan buruk dan dosa-dosa atau dikotori dengan segala macam keinginan duniawi. Ada penindasan orang miskin di sana, ketidakjujuran, keserakahan untuk mendapat keuntungan, kesepakatan-kesepakatan gelap, perlakuan dingin terhadap sesama… dan masih banyak lagi.
Bait Allah hati kita perlu pembersihan dan penyembuhan. Perlu pembaharuan. Perlu renovasi.
“Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu? Jika ada orang yang membinasakan bait Allah, maka Allah akan membinasakan dia. Sebab bait Allah adalah kudus dan bait Allah itu ialah kamu,” (1 Kor 3: 16 – 17).
Mari renovasi hati! Bacaan Misa hari ini: Kel. 20:1-17 (Kel. 20:1-3,7-9,12-17); Mzm. 19:8,9,10,11; 1Kor. 1:22-25; Yoh. 2:13-25.