Sabda Hidup
Selasa, 27 September 2022, Peringatan Wajib St. Vinsensius a Paulo
Bacaan: Ayb. 3:1-3,11-17,20-23; Mzm. 88:2-3,4-5,6,7-8; Luk. 9:51-56;
“Tuhan, apakah Engkau mau, supaya kami menyuruh api turun dari langit untuk membinasakan mereka?”
(Luk 9: 54)
Dikisahkan dalam Injil hari ini, Yesus sedang menuju ke Yerusalem, namun perjalanannya itu hendak melewati sebuah desa di Samaria. Sebuah rute yang lebih cepat dan langsung, tetapi tidak lazim. Lazimnya, orang-orang Yahudi menghindari rute ini, agar tidak terjadi gesekan dengan orang-orang Samaria, musuh bebuyutan mereka.
Orang Yahudi dan Orang Samaria sudah saling bertentangan sejak abad ke-6 SM. Para peziarah Yahudi yang melintasi Samaria sering kali diserang. Oleh sebab itu “Yesus mengirim beberapa utusan utusan mendahului Dia. Mereka itu pergi, lalu masuk ke suatu desa orang Samaria untuk mempersiapkan segala sesuatu bagi-Nya,” Luk 9: 52. Akan tetapi orang-orang Samaria menolak Dia melintasi wilayah mereka.
“Tuhan, apakah Engkau mau, supaya kami menyuruh api turun dari langit untuk membinasakan mereka?” (Luk 9: 54) adalah reaksi Yakobus dan Yohanes. Cocok dengan julukan mereka sebagai “anak-anak guruh” atau “Boanerges”, karena temperamen mereka. Mereka menginginkan hasil yang cepat, dan mereka percaya bahwa itu bisa didapatkan dengan kekerasan dan ancaman. Mereka ingin mengutuk orang-orang yang tidak mau memyambut Yesus. Mereka mengutuk. Memaki.
St. Paulus pernah berkata: “Ucapkan berkat, jangan mengutuk.” Kedua saudara itu lupa akan ajakan Yesus: “Belajarlah dari pada-Ku, sebab Aku lemah lembut dan rendah hati,” (Mat 11: 29). Pantaslah bahwa Yesus menegur mereka dengan keras. Ia tidak menghendaki kekerasan dan kebencian. Jalan Yesus adalah jalan salib, jalan pengampunan, jalan belas-kasih. “Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang,” (Mat 20: 28).
Dalam kehidupan sehari-hari dan kerasulan kita, mungkin kita mengalami penentangan dan penolakan. Bagaimanakah reaksi kita? Mengutuk? Marah? Tugas murid Kristus adalah membangun, bukan menghancurkan. Perlulah kita memutus rantai kekerasan dan kejahatan.
Kapan terakhir kalinya anda mengumpat atau memaki? Bagaimanakah sikap anda terhadap mereka yang menentang, menolak, dan tidak menyukai anda? Mohonkan rahmat, bukan mengumpat! Berkati, bukan memaki!
St. Vinsensius a Paulo
“Jika bukan karena kasih karunia Tuhan, aku ini seorang yang keras, kasar serta mudah marah,”
Vinsensius a Paulo
Hari ini kita peringati St. Vinsensius a Paulo. Ia pada tahun 1581 di Pouy provinsi Guyenne and Gascony Perancis, dari keluarga petani yang miskin. Ia memiliki empat orang saudara dan dua orang saudari. Pada usia muda ia sudah menunjukkan bakat dalam membaca dan menulis. Karena itu saat ia berusia 15 tahun, ayahnya mengirimkannya untuk bersekolah, untuk membiayai pendidikannya ayahnya menjual sapi milik keluarganya.
Vinsensius belajar humaniora di Dax, Prancis dengan Cordeliers dan ia lulus dalam teologi di Toulouse. Dia ditahbiskan pada tahun 1600 pada usia sembilan belas tahun. Vinsensius tinggal di Toulouse sampai ia pindah di Marseille. Pada 1605, dalam perjalanan kembali dari Marseille, dia kapalnya di bajak dan ia ditangkap oleh bajak laut, yang kemuduan membawanya ke Tunisia. Disana Pastor Vinsensius kemudian dijual sebagai budak. Ia hidup sebagai budak selama dua tahun. Pada akhirnya dia menjadi milik seorang Kristen murtad yang kemudian dengan dibantu oleh istri majikannya pastor Vinsensius beserta semua budak-budak dirumah itu dapat melarikan diri.
Vinsensius lolos tahun 1607. Setelah kembali ke Perancis, Paulus pergi ke Roma. Di sana ia melanjutkan studinya sampai 1609, Ketika ia dikirim kembali ke Prancis.
Kembali ke Perancis pada awalnya, Vinsensius diberi jabatan penting sebagai guru anak-anak orang kaya, dan ia hidup dengan cukup nyaman. Hingga suatu hari, ia dipanggil untuk memberikan sakramen terakhir kepada seorang petani miskin yang sedang menghadapi ajal. Di hadapan banyak orang, petani tersebut menyatakan betapa buruknya pengakuan-pengakuan dosa yang ia buat di masa silam. Sekonyong-konyong Pastor Vinsensius sadar akan mendesaknya kebutuhan kaum miskin papa Perancis akan pertolongan rohani. Ketika ia mulai berkhotbah kepada mereka, orang berduyun-duyun datang untuk mengaku dosa. Pada akhirnya Pastor Vinsensius memutuskan untuk membentuk suatu kongregasi imam yang secara khusus bekerja di antara pada fakir miskin (dikenal dengan nama Kongregasi Misi atau Vincentian, atau Lazarites / Lazarists / Lazarians).
Karya amal St. Vinsensius a Paulo demikianlah banyak sehingga rasanya tidaklah mungkin bagi seseorang untuk melakukan segala hal yang telah ia lakukan. Ia memberikan perhatian kepada para narapidana yang bekerja pada kapal-kapal pelayaran.
Ia bersama dengan St. Louise de Marillac mendirikan Kongregasi Suster-suster Puteri Kasih, PK. Ia mendirikan rumah-rumah sakit serta wisma-wisma bagi anak-anak yatim piatu serta orang-orang lanjut usia. Ia mengumpulkan sejumlah besar uang untuk disumbangkan ke daerah-daerah miskin dan mengirimkan para misionaris ke berbagai negara.
Meskipun ia demikian murah hati, namun demikian, dengan rendah hati ia mengakui bahwa sifat dasarnya tidaklah demikian. “Jika bukan karena kasih karunia Tuhan, aku ini seorang yang keras, kasar serta mudah marah,” katanya. Vinsensius de Paul wafat di Paris pada tanggal 27 September 1660. Ia dinyatakan kudus pada tahun 1737 oleh Paus Klemens XII.