Sabda Hidup
Rabu, 29 Juni 2022, Hari Raya St. Petrus dan Paulus
Bacaan: Kis. 12:1-11; Mzm. 34:2-3,4-5,6-7,8-9; 2Tim. 4:6-8,17-18; Mat. 16:13-19.
“Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga.”
(Mat 16: 19)
Petrus dipilih dari antara murid-murid lain karena pengetahuan yang diberikan Tuhan kepadanya tentang identitas Yesus. Karena pengetahuan yang unik itu Yesus memberi Petrus peran yang unik pula di antara para pengikutNya. Dia menjadi batu karang, fondasi yang kokoh, di mana Yesus akan membangun gerejaNya. Ini adalah peran yang sangat penting bagi Yesus yang diberikan kepada murid-muridnya. Peran Petrus selanjutnya adalah pemegang kunci kerajaan surga. Gambaran kunci menunjukkan otoritas. Sifat dari otoritas itu dinyatakan dalam bentuk “mengikat” dan “melepaskan”. Ini mungkin mengacu pada otoritas pengajaran. Kepada Petrus dipercayakan tugas untuk secara otoritatif menafsirkan ajaran Yesus bagi anggota Gereja lainnya. Namun, Petrus yang sama ini juga pernah mencoba membelokkan Yesus dari jalan salib. Bahkan ia menyangkalNya. Ternyata Yesus memberi peran penting kepada seseorang yang tetap memiliki cacat dan ketidaksempurnaan.
Yesus bermaksud agar Petrus memimpin para pengikut-Nya setelah Ia sendiri meninggalkan dunia ini. Ia juga bermaksud agar orang lain meneruskan kepemimpinan itu setelah Petrus. Tetapi itu tidak berarti bahwa Tuhan harusw menyetujui terlebih dahulu setiap perkembangan dan protokol kepausan sejak saat itu, atau seakan-akan setiap tindakan kuria Romawi mempunyai stempel persetujuan ilahi. Sejarah telah menunjukkan beberapa Paus yang karakternya patut dipertanyakan [meski sejak tahun 1700 tidak ada yang sungguh-sungguh tidak bermoral]. Beberapa terbukti sebagai administrator yang kurang cakap, ada yang tidak memiliki kapasitas untuk menginspirasi orang lain. Seremoni seputaran kepausan sering tampak terlalu mewah bagi para penerus Petrus Sang Nelayan. Walau demikian, itu tidak membatalkan inti dari kepemimpinan Petrus dan arti pentingnya untuk Gereja. Janji kepada Petrus tidak menjamin bahwa semua penerusnya akan menjadi orang kudus atau tanpa cacat dan salah. Kita harus menyadari mana yang mendasar bagi iman dan mana yang tidak. Kita ingat akan frasa “Ecclesia semper reformanda,” yang juga berlaku bagi kepausan. Kita percaya pada Tuhan dan cintaNya sebagaimana diungkapkan oleh Yesus dan Gereja. Kita tidak menyembah Paus, tetapi kita sangat menghormatinya sebagai penerus Petrus, fokus persatuan dan gembala utama Gereja.
Jika bacaan Injil berbicara tentang Petrus, bacaan kedua berbicara tentang Paulus. Dalam bacaan itu Paulus menunjuk pada Tuhan yang “telah mendampingi aku dan menguatkan aku, supaya dengan perantaraanku Injil diberitakan dengan sepenuhnya dan semua orang bukan Yahudi mendengarkannya,” (2 Tim 4: 17). Paulus adalah pewarta Injil yang unggul bagi orang-orang kafir di seluruh Kekaisaran Romawi. Dia mewartakan Injil untuk yang terakhir kalinya lebih jauh ke barat, di kota Roma, di mana, seperti Petrus, dia menjadi martir karena imannya kepada Kristus. Kutipan dari suratnya yang kedua kepada Timotius (bacaan kedua hari ini) mungkin ditulis dari penjara di Roma. Sebuah tulisan yang sangat menarik: “Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman,” (2 tim 4: 7). Penggambaran dengan pertandingan dan perlombaan menunjukkan bahwa “memelihara iman” adalah perjuangan bagi Paulus; itu tidak mudah baginya, sama seperti memelihara iman juga tidak mudah bagi Petrus.
Memelihara iman tidak selalu mudah bagi kita semua. Surat-surat Paulus menunjukkan bahwa dia sangat sadar bahwa pemeliharaan iman itu bukan usahanya sendiri; Tuhanlah yang memampukannya untuk memelihara iman. “Tuhan telah mendampingi aku dan menguatkan aku,” Tuhanlah yang memberdayakan kita semua untuk memelihara iman. Kesetiaan-Nya kepada kita memungkinkan kita untuk setia kepadaNya; Kasih setia-Nya mendorong kita untuk terus kembali kepada-Nya bahkan setiap kali kita mengalami kegagalan. Kesaksian tentang kesetiaan Petrus dan Paulus akhirnya berbicara tentang kesetiaan Tuhan kepada kita semua. Semoga kita semua dapat mengakhiri pertandingan dengan baik, sampai di garis akhir!
Ada sebuah kisah tentang kematian Petrus di Roma selama penganiayaan kaisar Nero. Ketika dia mendengar rencana Nero untuk membakar kota dan itu akan dituduhkan kepada orang-orang Kristen, Petrus tahu bahwa jika dia ditemukan di kota, dia akan ditangkap dan dihukum mati. Didesak oleh teman-temannya ia melakukan hal yang masuk akal dan mulai meninggalkan kota pada malam hari melalui Jalan Appia. Ketika malam semakin larut dan api membubung tinggi di langit kota Roma, Petrus melihat seseorang datang ke arah yang berlawanan, menuju ke kota. Wajahnya nampak tidak asing baginya. Maka dalam keterkejutannya ia bertanya, “Quo vadis, Domine?” (Mau pergi ke mana, Tuhan?) “Ke Roma,” jawab orang itu, “untuk disalibkan lagi”… dan ketika mendengar ini, Petrus segera berbalik dan kembali ke Roma. Dan kita tahu, akhir yang menantikan Petrus: disalibkan seperti Gurunya. Namun karena merasa tak pantas disalibkan atas cara yang sama dengan Gurunya, ia minta disalibkan terbalik, dengan kepala di bawah.
Selamat “bertanding” memelihara iman bersama St. Petrus dan St. Paulus.