Sabda Hidup
Minggu, 16 Oktober 2022, Minggu Biasa XXIX Tahun C
Bacaan: Kel. 17:8-13; Mzm. 121:1-2,3-4,5-6,7-8; 2Tim. 3:14 – 4:2; Luk. 18:1-8.
“Tidakkah Allah akan membenarkan orang-orang pilihan-Nya yang siang malam berseru kepada-Nya? Dan adakah Ia mengulur-ulur waktu sebelum menolong mereka?”
(Luk 18: 7)
Ketekunan adalah sikap yang baik. Ketika saya masih kuliah, ada teman yang akhirnya lulus dengan gemilang karena ia tekun, walau ia tidak dikaruniai otak yang cemerlang. Sedangkan, banyak yang lebih pintar tidak lulus, atau lulus dengan prestasi yang kurang memuaskan.
Banyak orang yang berhasil dalam hidupnya karena ketekunan dan kegigihannya. Mungkin anda pernah mendengar seorang gitaris bernama Tony Melendes. Tony Melendez lahir pada 9 January 1962 di Rivas, Nicaragua, Amerika Serikat. Ia adalah seorang pemain gitar, komposer, penyanyi, dan pengarang musik yang terlahir tanpa kedua lengan. Hal tersebut dikarenakan ibu Tony mengkonsumsi pil mual Thalidomide saat sedang hamil, sehingga membuat dia terlahir tanpa lengan. Tetapi dengan tekun Tony belajar bermain gitar menggunakan kedua kakinya. Bahkan sehari ia bisa belajar main gitar selama 7 jam.
Tony memulai karirnya di Los Angeles pada tahun 1985. Dalam keterbasannya, Melendez berhasil menyabet banyak penghargaan, salah satunya yaitu Unity Awards Male Vocalist of the Year UCMVA pada tahun 2000, 2002, dan 2004. Pada tahun 1999 dia mendapatkan penghargaan di ajang Branson Entertainment Award dan memperoleh gelar Best New Artist. Salah satu hal yang membanggakannya adalah bernyanyi di hadapan Bapa Suci Paus Yohanes Paulus II saat kunjungannya di Amerika Serikat pada tahun 1987.
Tony Melendez telah berhasil menginspirasi banyak orang dengan keadaannya yang tidak menyerah meski tidak memiliki lengan.Tony Melendez memberikan pengajaran bagi kita untuk tidak menyerah dalam keterbatasan. Ketekunan dan kegigihannya telah menyentuh banyak orang.
Ketekunan dan kegigihan juga merupakan tema utama ketiga bacaan Kitab Suci hari Minggu Biasa XXIX ini. Ketekunan doa Musa membuahkan kemenangan bangsa Israel melawan bangsa Amalek, walau Musa membutuhkan bantuan orang lain untuk mengangkat tangannya. Dalam bacaan kedua, dalam suratnya yang kedua kepada Timotius, Paulus menasihatinya untuk tetap bertekun dalam mewartakan sabda Tuhan. “Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya,” kata Paulus. Ketekunan untuk mewartakan firman seperti Timotius itu kini menjadi tanggungjawab kita.
Tema ketekunan itu nampak sangat jelas dalam bacaan Injil. Injil Lukas mengatakan kepada kita untuk selalu berdoa dengan tidak jemu-jemu seperti janda yang tetap gigih memperjuangkan haknya walau hakim di kotanya “tidak takut akan Allah dan tidak menghormati seorangpun.” Tentu hal itu merupakan suatu perjuangan dengan ketekunan dan kegigihan yang luar biasa, sebab seorang janda pada waktu itu tidak mempunyai jaminan hidup apapun di dunia yang didominasi oleh laki-laki. Ketekunannya membuahkan hasil. “Walaupun aku tidak takut akan Allah dan tidak menghormati seorangpun, namun karena janda ini menyusahkan aku, baiklah aku membenarkan dia, supaya jangan terus saja ia datang dan akhirnya menyerang aku,” kata hakim itu.
Perumpamaan tentang janda yang tekun dan tak kenal menyerah itu memberi suatu kontras kepada kita. Jika janda yang malang itu dapat memenangkan hati hakim yang kejam dan tidak menghormatinya itu, apalagi Allah yang mahakasih, akan melakukan yanglebioh l;agi bagi kita yang dengan tekun dan tak jemu-jemu berdoa kepada-Nya.
Sering kali ketika kita berdoa, kita hanya memohon apa yang kita inginkan. Acap kali kita tidak sabar dan bertanya, mengapa Tuhan tidak segera mengabulkan doa kita. Tuhan tidak menjawab doa kita seperti saat seorang anak minta uang kepada ayahnya yang langsung mengeluarkan uang dari dompetnya. Tuhan menjawab doa kita dalam waktu-Nya, dan tidak harus dalam waktu kita.
Salah satu contoh yang bagus adalah bagaimana Tuhan menjawab doa Santa Monika, ibunda St. Agustinus. Santa Monika terus menerus berdoa untuk pertobatan suami dan puteranya. Doanya tidak serta merta dikabulkan. Akan tetapi Tuhan memberikan jauh melebihi yang ia harapkan. Sesudah 30 tahun doanya dikabulkan. Suaminya bertobat. Dan hanya setelah 33 tahun ia berdoa dengan bercucuran air mata, Tuhan menjawab doanya bagi puteranya, Agustinus. Allah menghendaki lebih dari sekedar pertobatan, Ia menghendaki Agustinus menjadi seorang imam, dan kemudian menjadi seorang uskup, bahkan menjadi seorang pujangga Gereja, seorang santo yang besar…. Untuk itu Tuhan memerlukan doa bukan hanya seminggu dua minggu tapi bertahun-tahun.
Apa yang kita dapatkan dengan doa yang tekun dan tak jemu-jemu? Doa yang tekun mempunyai dua arah: Allah membuka hati bagi permohonan kita, dan kita membuka diri kita bagi kehendak-Nya kepada kita.
Apa yang sebenarnya yang Tuhan berikan sebagai jawaban terhadap doa kita? Seorang sahabat membagikan pengalamannya bagaimana Tuhan telah menjawab doanya untuk apa saja. Ia mengatakan bahwa Tuhan selalu memberikan apa saja yang kita butuhkan, bukan yang kita minta. Ada kalanya Ia berdoa untuk sesuatu selama bertahun-tahun. “Selama waktu itu, doa saya telah berubah,” katanya. “Saya tiba pada suatu kesimpulan bahwa saya tidak cukup pintar untuk meminta apa yang benar, jadi akhirnya saya berkata: Engkau tahu Tuhan, apa yang terbaik bagi saya.”
Mungkin apa yang kita doakan dengan tekun itulah yang menjadi sarana komunikasi terus menerus dengan Tuhan. Mungkin masalah yang sedang kita alami, atau masalah yang dialami orang lain dan kita doakan. Mungkin sahabat yang sakit atau seorang yang menjauh dari Gereja. Semuanya itulah yang membuat kita terus berkomunikasi dengan Tuhan.
Yesus sendiri selalu berdoa. Dia berdoa ketika Dia dibaptis di Sungai Yordan dan surga terbuka (Lukas 3:21). Dia berdoa di padang gurun setelah baptisan-Nya dan mengatasi godaan iblis dengan doa-doanya. Sekalipun Ia begitu sibuk dengan pelayanan-Nya, Ia menyediakan waktu untuk bersatu dengan Allah. Dalam Injil hari ini, Dia memberi tahu para murid-Nya supaya berdoa tanpa jemu-jemui. Tentu saja, doa tanpa jemu-jemu bukan berarti memaksakan kehendak kita kepada Tuhan, tetapi dengan ketekunan kita, kita menyelaraskan kehndak kita dengan kehendak-Nya.
Doa adalah bentuk percakapan yang paling sederhana dengan Tuhan. Ini berarti kita berbicara dengan Tuhan dan Tuhan membuat kehadiran-Nya kita rasakan. Betapa kita sering kali meremmehkan pentingnya doa dalam hidup kita, namun ini adalah sumber kekuatan dan kekuatan rohani kita.
Ada begitu banyak cara untuk berdoa. Antara lain:
Pertama, kita harus memutuskan bahwa Anda ingin berdoa, kita ingin bersama Tuhan. Kita tidak berdoa hanya ketika kita sedang butuh saja. Doa adalah sarana untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi yaitu untuk mengasihi Tuhan.
Kedua, kita harus menyediakan waktu dan tempat untuk berdoa. Bagi saya, secara pribadi, saya nyaman berdoa setelah saya bangun di pagi hari dan harus berada di kamar saya, atau sebelum dan sesudah misa pagi. Saya membaca dan berdoa dengan brevir saya sebelum saya melakukan hal-hal hari itu. Jadi cobalah untuk menyediakan waktu dan tempat yang paling sesuai dengan jadwal Anda.
Terakhir, gunakan suatu struktur tertentu untuk memulai. Ada yang memulai dengan Pujian, Tobat, Ucapan Syukur, Doa dan kemudian doa hening.
Ada yang berdoa dengan struktur ALTAR
A – AdorasI – Puji dan muliakan Tuhan. Terimalah Dia dengan sukacita.
L – Lapangkan telinga hatimu. Dengarkan apa yang Dia katakan dalam kesunyian hatimu.
T – Terima kasih untuk kebaikan dan cinta-Nya, untuk pengampunan dan kesabarannya, bahkan untuk tantangan dan masalah Anda.
A – Angkat tanganmu, mohon apa yang Anda butuhkan. Memohon bukan hanya untuk dirimu sendiri tetapi untuk orang lain juga.
R – Riang gembira, bersukacitalah dalam Tuhan, untuk apa pun yang Anda alami. Bersukacitalah, penuh harap karena Yesus ada di hatimu dan karena Dia akan selalu bersamamu.
Doa itu penting karena dengan diri kita sendiri kita tidak bisa apa-apa. Kita membutuhkan Tuhan. Tidak ada yang mustahil bagi Tuhan. Tetapi jika Ia datang, apakah Ia akan menemukan iman pada kita?