Sabda Hidup
Minggu, 12 Juli 2020, Minggu Biasa XV
“Adalah seorang penabur keluar untuk menabur. Pada waktu ia menabur, sebagian benih itu jatuh di pinggir jalan, lalu datanglah burung dan memakannya sampai habis. Sebagian jatuh di tanah yang berbatu-batu, yang tidak banyak tanahnya, lalu benih itupun segera tumbuh, karena tanahnya tipis. Tetapi sesudah matahari terbit, layulah ia dan menjadi kering karena tidak berakar. Sebagian lagi jatuh di tengah semak duri, lalu makin besarlah semak itu dan menghimpitnya sampai mati. Dan sebagian jatuh di tanah yang baik lalu berbuah: ada yang seratus kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, ada yang tiga puluh kali lipat,” (Mat 13: 3 – 8).
Mama Carolla dan Kambing Jantannya
Pada Misa Hari Minggu, pastor mulai kotbahnya. Ia memperhatikan mama Carolla mulai menangis begitu dia mulai berkhotbah. Ia berpikir bahwa dia telah menyampakan kotbah yang begitu menyentuh hati sehingga Mama Carolla menangis, maka ia berkotbah dengan lebih semangat lagi. Semakin semangat dia berkhotbah, semakin keras Mama Carolla menangis. Akhirnya, saat khotbah selesai, pastor meminta umat memberikan kesaksian. Pastor menunjuk kepada Mama Carolla dan berkata, “Mama, saya dapat melihat Mama sangat tersentuh ketika saya memberitakan firman Allah. Sekarang bisakah Mama Carolla membagikan kepada kami apa yang paling menyentuh hati Mama? ”Mama Carolla ragu-ragu, tetapi pastor bersikeras agar ia datang dan mengambil mikrofon. Akhirnya Mama Carolla maju dan berkata, “Pastor,” dia memulai, “Tahun lalu saya kehilangan sa pu kambing jantan. Pastor, sa pu kambing itu sa pu harta paling berharga sudah…. Saya berdoa dan sering kali saya menangis sampai sa su lupa sa pu kambing itu. Tetapi tadi waktu Pastor keluar dari sakristi, pimpin misa lalu berkhotbah, sa lihat pastor pu jenggot itu…. sa ingat sa pu kambing jantan…. Sa biasa menangis kalau ingat sa pu kambing jantan itu…… ”
Dan tentu saja Mama Carolla tidak ingat satu kata pun dari apa yang dikatakan pastor dalam kotbahnya…..
Benih Sabda Ditabur: Bagaimana Saya Menanggapi?
Benih Sabda Allah setiap saat ditabur….. Bagaimana saya menanggapinya?
Apakah saya:
- seperti tanah di pinggir jalan, di mana benih tidak dapat bertumbuh?
- seperti tanah berbatu-batu, di mana benih tumbuh tetapi tidak berakar dan cepat layu?
- seperti tanah bersemak duri, di mana benih Sabda Allah dihimpit mati oleh kepentingan-kepentingan duniawi saya?
- Atau seperti tanah yang baik, di mana Sabda Allah tertanam dengan baik, berakar, bertumbuh dengan baik dan menghasilkan buah-buah iman dan kasih berlimpah?
Bagaimana saya menanggapi benih Sabda Allah yang ditabur melalui orang-orang terdekat saya dalam keluarga, melalui orang tua, melalui orang-orang yang berkebutuhan, melalui orang-orang yang mengalami ketidakadilan, melalui lingkungan hidup yang semakin rusak?
Tanah Yang Baik
Orang yang menanggapi sabda dengan suka cita sama dengan tanah yang baik. Yesus yang mengajar dengan perumpamaan dari dunia pertanian, pasti mengenal tanah di wilayah Galilea. Galilea dianugerahi kesuburan. Pepohonan dan segala macam tanaman tumbuh subur dan menghasilkan panen melimpah. Penduduk mengolah tanah dan tak membiarkan sejengkal pun menganggur.
Orang yang menanggapi sabda dengan baik menyediakan seluruh hidupnya untuk ditaburi sabda. Hatinya membiarkan sabda itu mengubah seluruh hidup. Hidup yang diubah oleh sabda-Nya pasti akan diwartakan, sadar atau tidak sadar, terutama melalui cara hidup yang sesuai dengan apa yang hidup di hatinya. Ia tidak akan mewartakan dirinya sendiri, tetapi Yesus yang hidup di dalam dirinya.
Nabi Yeremia menggambarkan orang semacam ini sebagai pohon yang tumbuh di tepi sungai, sehingga tumbuh subur dan menghasilkan banyak buah.
Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN! Ia akan seperti pohon yang ditanam di tepi air, yang merambatkan akar-akarnya ke tepi batang air, dan yang tidak mengalami datangnya panas terik, yang daunnya tetap hijau, yang tidak kuatir dalam tahun kering, dan yang tidak berhenti menghasilkan buah. (Yer 17: 7-8).
Yesus pun bersabda, “Ia berbuah, ada yang seratus kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, ada yang tiga puluh kali lipat” (Mat 13: 23). Memetik hasil panen seratus kali lipat juga dikenal dalam tradisi Kitab Suci. Di Gerar Ishak menanam gandum dan pelbagai jenis tanaman untuk menghidupi suku Israel, serta “mendapat hasil seratus kali lipat” (Kej. 26:12).
Orang yang berakar dan hidup dalam sabda-Nya pasti diselamatkan. Tentang siapa yang mendengarkan dan melakukan sabda Tuhan, Santo Paulus melukiskan (Gal. 2:20), “Aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku.”
Bagaimana dengan Jenis Tanah yang Lain?
Tentu berbeda dengan orang yang ber–hati yang dangkal dan tak berakar.
“Mari kita perluas wawasan kita akan apa yang dimaksud dengan berada di tepi jalan. Menurut salah satu pengertiannya, tiap jalan diperkeras. Pasti, sesuai kenyataan, jalan selalu diinjak-injak kaki. Tak ada benih akan mendapatkan cukup tanah yang dalam untuk menutupinya.
Maka, benih itu selalu terletak di permukaan dan siap dimakan burung yang terbang mendekatinya. Sebab itu, siapapun yang memiliki hati yang keras dan tertutup rapat pasti tidak akan menerima benih sabda ilahi.
Akibatnya, ia menjadikan dirinya mudah dirasuki roh yang najis. Inilah yang dimaksud dengan “burung-burung dari langit”.
Kita memahami, ‘langit’ sama dengan udara, dan dari padanya berasal roh-roh jahat, yang selalu bergerak dan memangsa serta menghancurkan benih kebaikan.
Kemudian, apa makna ‘yang jatuh di tanah yang berbatu-batu’? Mereka adalah orang yang tidak banyak memperhatikan iman yang tumbuh dalam diri mereka. Mereka tidak mempersiapkan sikap batin dan jiwa untuk memahami rahasia persatuan dengan Kristus. Mereka tidak menaruh hormat pada Allah.
Iman mereka lemah dan tidak berakar mendalam. Mereka melakukan seluruh ajaran Injil pada masa yang mudah dan nyaman, saat tidak ada musim gugur pencobaan yang menyakitkan.
Mereka tidak akan mempertahankan iman, karena jiwa mereka tidak pernah disiapkan untuk terus berjuang dalam masa-masa pengejaran yang penuh derai air mata dan kesengsaraan,”
(Santo Cyrilus dari Alexandria,375-444, Fragment 168).
Hari Minggu hari libur
saat bercengkerama bersama keluarga
Jadilah engkau tanah yang subur
Sabda bertumbuh berlimpah buahnya!
Bacaan Misa hari ini: Za. 9:9-10; Mzm. 145:1-2,8-9,10-11,13cd-14; Rm. 8:9,11-13; Mat. 11:25-30.