Sabda Hidup
Minggu, 1 Agustus 2021, Minggu Biasa XVII Tahun B
Ada tiga tahap dalam hidup manusia. Pertama, Ketika masih remaja kita punya waktu dan energi, tapi tidak punya uang. Kedua, di usia produktif saat rajin-rajinnya dan semangat-semangatnya kita bekerja, kita punya energi dan uang, tapi tak punya waktu. Ketiga, ketika kita tua, kita punya waktu dan uang, tapi tak punya lagi energi. Kasian….. Lalu, apa yang kita cari dalam hidup?
Masih ingat bacaan Injil Minggu lalu? Bacaan Injil Minggu lalu bercerita tentang Yesus yang memberi makan lebih dari 5000 orang dengan 5 roti dan 2 ikan. Setiap orang makan sampai kenyang. Sesudah itu, Yesus dan para murid menyeberangi Danau Galilea. Injil hari ini berkisah tentang apa yang terjadi sesudah itu. Orang banyak itu mengikuti Yesus menyeberangi danau. Ketika mereka bertemu dengan Yesus, mereka berkata: “Mari kita jadikan Dia raja (raja secara politis) sehingga kita dapat makan kenyang setiap hari dan tercukupi kebutuhan-kebutuhan kita.” Dan Yesus berterus terang kepada mereka, bahwa mereka mengikuti Dia bukan karena mereka percaya bahwa Ia adalah Sang Juruselamat, Anak Allah yang hidup, dan karena mereka ingin bertumbuh secara rohani, tetapi mereka hanya ingin dipuaskan kebutuhan mereka akan makan. Mereka ingin agar kebutuhan mereka akan makanan terjamin.
Mereka ingin agar Yesus melakukan apa yang dilakukan oleh Musa terhadap nenek moyang mereka: memberi mereka manna untuk dimakan. Jika Yesus melakukan itu, mereka akan percaya kepada-Nya. Tetapi jawaban Yesus justru mengejutkan mereka: “Akulah Roti hidup; barang siapa datang kepada-Ku tidak akan lapar. Dan barangsiapa percaya kepada-Ku tak akan haus lagi.”
Sebenarnya apa salahnya? Bukankah wajar, manusia ingin dipuaskan kebutuhan mereka akan makanan? Sesungguhnya ada tiga level dari kodrat kita sebagai manusia. Pertama, sebagai makhluk yang bertubuh kita memiliki kebutuhan untuk dipuaskan secara sensual, kita punya nafsu secara fisik: misalnya kebutuhan akan makan, minum, kebutuhan seks, dsb. Kalau kita lapar, mencari kepuasan dengan makan. Kita tidak dapat berargumen dengan orang lapar, sebab perut lapar tidak mempunyai telinga….
Kedua, kita adalah makhluk psikis, mampu menggunakan pikiran, perasaan dan imaginasi. Kita mempunyai kebutuhan akan kasih, butuh dihargai, dihormati, butuh terkenal, punya harga diri. Oleh sebab itu kita ingin dianggap berharga/penting, kita butuh relasi, tanpa relasi kita seperti sebuah pohon yang sendirian di atas bukit….ditiup angin tanpa ampun… Kita haus akan harapan, akan cinta….
Namun, ada tingkat yang lebih tinggi. Kita bukan hanya makhluk fisik dan psikis, tetapi juga makhluk rohani. Kita punya kerinduan akan keindahan, kebenaran, kebijaksanaan dan akan yang abadi. Itulah sebabnya, kita mempunyai rasa lapar yang lebih dalam, jauh lebih dalam dari rasa lapar yang lain: rasa lapar akan makanan bagi kehidupan kekal: kebutuhan akan Tuhan. “Bekerjalah, bukan untuk makanan yang dapat binasa tetapi bekerjalah untuk makanan bagi kehidupan kekal!” tegas Yesus.
Tentu itu bukan bermaksud bahwa kita tak perlu lagi bekerja, atau santai-santai saja, atau mengabaikan kesejahteraan material. Yesus hendak mengingatkan bahwa kita tidak boleh lupa atau melalikan kebutuhan yang juga sama pentingnya dengan kebutuhan yang lain dalam hidup kita: kebutuhan rohani.
Setiap orang, kita semua, memang membutuhkan roti atau rezeki, supaya bisa hidup. Rasa lapar atau haus adalah tanda bahwa kita memang sungguh membutuhkannya. Tetapi kita sebagai orang beriman juga tahu dan percaya, bahwa hidup kita bukan hanya sekarang, tetapi juga untuk hidup kelak, hidup kekal. Kita bahkan percaya, bahwa secara simbolis hidup kekal itu sudah dimulai sekarang ini juga, khususnya berkat baptis dan sakramen-sakramen lainnya, yang telah kita terima! Hidup kita sebagai manusia beriman berkat kesatuan kita yang erat dengan Kristus, hanya sungguh manusiawi secara total apabila kita tidak hanya makan roti jasmani atau materiil belaka, melainkan juga makan “roti dari surga”. Yesus berkata: “Akulah roti hidup! Barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan lapar lagi, dan barangsiapa percaya kepada-Ku, ia tidak akan haus lagi”.
Inilah suatu tantangan dan peringatan bagi kita semua sebagai orang beriman kristiani sejati. Kita diingatkan, agar selalu sadar bahwa hidup kita sebagai manusia harus kita hayati seperti dihayati oleh Yesus sendiri dalam hidup-Nya sebagai manusia! Itu berarti bahwa kita hari demi hari harus makin mengenal Yesus, mengenal cara hidup-Nya, berusaha memiliki sikap dan pergaulan-Nya dengan Bapa-Nya di surga yang mengutus-Nya. Namun juga juga dalam sikap dan pergaulan-Nya dengan semua orang tanpa perbedaan. Bahkan mereka yang secara manusiawi sering kita jauhi, dan kita anggap tidak pantas, ataupun orang-orang pinggiran, orang-orang rendahan, bahkan orang berdosa, – semua itu justru didekati oleh Yesus. Kepada mereka itu Yesus, tanpa perbedaan, tanpa pilih-pilih, datang membawa roti atau rezeki. Bukan hanya sejauh itu, bahkan diri-Nya sendiri pun diberikan-Nya sebagai roti hidup!
Yesus memberikan diri sebagai roti hingga mencurahkan darah-Nya dan mati di salib. Tetapi ketika bangkit kembali, pemberian diri-Nya sebagai roti hidup tetap dilaksanakan-Nya. Apa yang dahulu telah dilakukan-Nya, sekarang pun dapat dilaksanakan lagi, dan khususnya di dalam pemberian tubuh dan darah-Nya dalam Ekaristi, roti kehidupan kekal!
Apa pesan sabda Allah dalam Injil Yohanes hari ini kepada kita?
Yesus menyapa kita dan berkata: “Bila kamu sungguh ingin hidup bahagia dan penuh damai sebagai manusia secara sungguh manusiawi, kamu harus makan Aku sebagai roti kehidupan sejati. Usahakanlah selalu untuk meresapkan pedoman hidup-Ku sebagai manusia menjadi pedoman penghayatan hidupmu.”
Kita sekarang ini hidup di dunia yang makin ramai penuh gempita, selalu mendengar suara media komunikasi tanpa henti. Kita harus sadar dan rela menyediakan waktu juga untuk mendengarkan sabda Allah, yang selalu menyapa kita dalam hidup sehari-hari. Hidup kita di dunia ini terbatas waktunya. Kita harus mempersiapkan diri untuk hidup kekal. Selain roti duniawi kita juga membutuhkan roti surgawi.
Dalam perayaan Ekaristi kita bersama-sama menerima dan “makan” sabda Allah dari mimbar, namun sekaligus juga makan roti Tubuh dan Darah Kristus dari meja altar. “Akulah roti hidup,” Sabda Yesus. Dalam Dialah kita temukan kebahagiaan, pemenuhan dan keamanan yang sejati. St. Agustinus berkata: “Tuhan, Engkau telah mencipta kami bagi diri-Mu, dan hati kami tidak tenteram sebelum beristirahat dalam Engkau.”
Bacaan hari ini: Kel. 16:2-4,12-15; Mzm. 78:3,4bc,23-24,25,54; Ef. 4:17.20-24; Yoh. 6:24-35.