Sabda Hidup
Minggu, 29 November 2020, Minggu Advent I Tahun B
“Hati-hatilah dan berjaga-jagalah! Sebab kamu tidak tahu bilamanakah waktunya tiba.”
(Mrk 13: 33)
Pada tahun 79 Masehi, gunung Vesuvius meletus dan mengubur seluruh kota Pompei dengan penghuninya. Kota itu tetap terkubur beku hingga tahun 1748 ditemukan kembali. Penghuni kota Pompei yang ditemukan kembali Nampak seperti mumi-mumi dengan pelbagai macam posisi. Ada yang sedang menyelamatkan diri, ada yang sedang memeluk anaknya, ada yang sedang tenggelam dalam kemabukan, namun ada juga seorang serdadu yang berdiri berjaga di gerbang kota masih memegang tombaknya.
Hari ini adalah hari Minggu Advent yang pertama, awal tahun liturgi Gereja. Dan kita mendengarkan seruan untuk berjaga-jaga. “Hati-hatilah dan berjaga-jagalah! Sebab kamu tidak tahu bilamanakah waktunya tiba,” (Mrk 13: 33). “Karena itu berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu bilamanakah tuan rumah itu pulang, menjelang malam, atau tengah malam, atau larut malam, atau pagi-pagi buta, supaya kalau ia tiba-tiba datang jangan kamu didapatinya sedang tidur,” (Mrk 13: 35 – 36).
Apakah kita sedang tidur? Secara fisik mungkin kita bangun, tetapi mental dan iman kita sedang “tertidur”. Seruan itu menyadarkan kita agar kita waspada dan berjaga-jaga bagi kedatangan Tuhan sambil kita melaksanakan tugas-tugas dan tanggungjawab kita dengan setia, seperti serdadu Roma di Pompei, masih dalam keadaan siap siaga ketika bencana menimpa.
Saat kita memasuki tahun baru liturgi, mari berhenti sejenak, kita lihat hidup kita. Apakah saya mengalami kemajuan dalam hidup rohani saya atau justru kemunduran? Apakah saya berubah menjadi lebih baik? Atau justru menjadi lebih buruk? Apakah saya memerlukan pertobatan moral?
Dikisahkan seorang yang dibuang di Bagne de Cayenne, sebuah pulau koloni Perancis, yang lebih dikenal dengan sebutan Île du Diable (Devil’s Island/Pulau Setan), di Guyana Prancis. Orang itu divonis untuk menjalani hukuman seumur hidup karena pembunuhan di Marseilles. Ketika di penjara, ia mengalami perubahan total, sadar akan kejahatannya dan sebagai silih, ia mengabdikan sisa hidupnya untuk merawat orang-orang sakit di pulau itu, sebab ia adalah seorang dokter.
Ketika ia mati pada usia 72 tahun, ratusan orang berkumpul, menghantarnya ke peristirahatan terakhir, menghormatinya yang telah menyembuhkan banyak orang. Seorang pembunuh, menjadi seorang penyembuh dan pahlawan. Kisah nyata ini menggambarkan, bahwa kita pun bisa bangkit dari keberdosaan kita. Itu terjadi karena orang itu mendengarkan panggilan dari kedalaman hatinya.
Tidak ada pertobatan masyarakat tanpa perubahan atau transformasi batin individu-individu dalam masyarakat. Perlu revolusi akhlak, kata saudara kita yang baru pulang baru-baru ini.
Tapi bagaimana transformasi itu bisa berhasil? Perlu pertobatan moral, mulai dari masing-masing pribadi, diawali dengan mengubah cara saya berbicara, cara saya bertindak, cara saya berperilaku.
Advent, adventus, berarti “kedatangan”. Semoga masa advent bukan menjadi masa penantian kedatangan Santa Claus (Sinterklas) dengan hadiah-hadiahnya saja, bukan hanya penantian akan pesta-pesta dan bagi-bagi hadiah saja, tetapi sungguh-sungguh merupakan penantian akan kedatangan Tuhan. Bagaimana menanti? Dengan transformasi. Pertobatan moral!
Bacaan Misa hari ini: Yes. 63:16b-17; 64:1,3b-8; Mzm. 80:2ac,3b,15-16,18-19; 1Kor. 1:3-9; Mrk. 13:33-37