Sabda Hidup
Senin, 17 Agustus 2020
“Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah.”
(Mat 22: 21).
Hari ini kita rayakan Kemerdekaan Bangsa Indonesia. Jauh dari segala hingar bingar karena pandemi Covid-19 belum berakhir. Perayaan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan, kali ini menjadi sangat berbeda karena upacara bendera diselenggarakan dalam bentuk virtual, tak perlu ke Istana Negara, kita bisa ikuti dari rumah saja. Ternyata pandemi ini menjadikan Hari Raya Kemerdekaan negara kita Republik Indonesia menjadi sangat istimewa. Covid-19 memisahkan kita, tapi anugerah Tuhan berupa teknologi komunikasi menyatukan kita, mengantar perayaan ini ke rumah masing-masing. Merah Putih tidak saja berkibar di istana, tapi juga berkibar di rumah dan berkobar di hati. Semua ingin menyumbangkan apa yang berarti demi memaknai 75 tahun Republik Indonesia. Ada banyak lagu bernuansa kebangsaan tercipta, koor virtual dengan begitu banyak peserta dari pelbagai pelosok tanah air bahkan dunia, menjadi persembahan yang indah untuk bangsa dan tanah air tercinta.
Barangkali tetap terasa ada yang hilang sebab tidak ada lomba panjat pinang dan makan kerupuk. Dua lomba yang tidak pernah absen dalam Perayaan HUT Kemerdekaan. Barangkali hal itu menjadi pengingat juga bagi kita. Ada sesuatu yang kontras dalam kedua perlombaan itu. Dalam lomba panjat pinang, kita merayakan kemerdekaan, tetapi demi meraih hadiah yang tergantung di puncak pinang, kita harus menginjak-injak orang lain. Memang nilai kerjasama dan gotong royong tetap ada di sana. Dalam lomba makan kerupuk, kita mengenang bahwa pada zaman penjajahan, untuk bisa menemukan makanan enak itu sangat sulit. Bagi para pejuang terdahulu bisa menemukan nasi dengan sebuah kerupuk sudah sangat bersyukur. Maka, selain untuk mengingat jasa para pejuang, lomba makan kerupuk juga mengandung makna perjuangan dan semangat dengan rasa percaya diri yang tinggi. Selain itu lomba ini bertujuan untuk memupuk rasa syukur atas rejeki yang telah diberikan Tuhan, dan rasa syukur atas kemerdekaan yang telah diperjuangkan dan kini dapat dirasakan. Tetapi kita juga diingatkan bahwa kerupuk itu adalah makan orang kecil, makanan orang-orang miskin. Semoga dengan lomba itu kita juga diingatkan akan solidaritas kita dengan mereka yang berkekurangan. “Hiduplah sebagai orang merdeka, bukan seperti mereka yang menyalahgunakan kemerdekaan itu untuk menyelubungi kejahatan-kejahatan mereka, tetap hiduplah sebagai hamba Allah. Hormatilah semua orang, kasihilah saudara-saudaramu, takutlah akan Allah, hormatilah raja!” demikian St. Petrus mengingatkan kita (1 Pet. 2: 16 – 17).
Melalui Bacaan Injil kita diingatkan bahwa kita memiliki dua kewarganegaraan: Indonesia dan Sorga. Kita juga mempunyai dua kewajiban: terhadap negara RI dan Tuhan, tetapi keduanya ini harus diwujudnyatakan dalam kebulatan dan keutuhan hati, karena keduanya memang satu keutuhan pengabdian.
Inilah yang dipertegas oleh Yesus ketika menanggapi pertanyaan yang menjerat dari orang-orang Farisi yang mendapatkan dukungan dari orang-orang Herodian, yakni anggota-anggota suatu partai Yahudi yang menghendaki keturunan Herodes Agung yang memerintah atas mereka dan bukan gubernur Romawi. Mereka memperkirakan Yesus akan menjawab dengan ‘ya’ atau ‘tidak’ terhadap pertanyaan mereka. Yesus tahu maksud pertanyaan ini dan apa risikonya bila menjawab dengan salah satu di antara jawaban di atas. Jawaban ‘ya’ akan menimbulkan kemarahan mereka karena mengalami penderitaan di bawah penjajahan Romawi, sedangkan jawaban ‘tidak’ akan memancing kemarahan pemerintah Romawi. Yesus menegur keras kejahatan dan kemunafikan hati mereka, serta dengan bijaksana menjawab pertanyaan mereka. Jawaban Yesus telah menggagalkan niat hati mereka yang jahat dan menelanjangi kemunafikan mereka.
Pelajaran yang kita dapatkan dari perikop ini adalah pengajaran Yesus tentang keberadaan orang Kristen yang seharusnya dapat menempatkan diri sebagai warga negara dan sorga dalam proporsi yang tepat dan benar. Sudahkah sebagai warganegara Indonesia, kita melakukan kewajiban sebagai bentuk pengabdian kita kepada bangsa dan negara dengan baik, sehingga peran sekecil apa pun yang mampu kita lakukan telah menjadi pemikiran, sikap, sumbangsih, dan peran konkrit kita di tengah masyarakat? Apakah kita melakukan semuanya ini juga dalam rangka pengabdian kita kepada Allah, yang semata- mata tidak terkurung hanya dalam wadah keagamaan?
Peran ganda kita dalam dunia memberikan ruang lingkup yang luas untuk menyatakan peran, baik sebagai warga negara yang memberikan sumbangsih nyata bagi bangsa dan negara maupun sebagai anak-anak Allah yang mempunyai citra-Nya. Firman-Nya akan menuntun kita sebagai warganegara Indonesia dan Sorga dalam proporsi yang tepat dan benar.
Segala puji dan syukur kita haturkan ke hadirat Tuhan yang Mahaesa untuk Indonesia Jaya, harapan baru, dunia untuk perutusan baru, pewartaan Injil, persemaian iman. Mari memberi yang terbaik untuk bangsa dan negara tercinta, sebagaimana sujud sembah kita pada Allah Bapa kita. Dirgahayu Republik Indonesia!
Dari Papua saya persembahkan Video berikut ini yang merupakan karya dari konfrater Saya Rocky Marciano Wowor MSC. Lagu ini merupakan karya dari Bapak Guru guru Gil yang berasal dari Adonara, Nusa Tenggara Timur yang kini bertugas di stasi Kogo, Paroki Wanggate, Kabupaten Mappi, Papua. Penyanyi adalah anak-anak dari SD Sta. Dominika Kogo. Lokasi video: Pelabuhan Kampung Wanggate.