Sabda Hidup
Rabu, 9 Maret 2021, Rabu Pekan Prapaskah I
Bacaan: Yun. 3:1-10; Mzm. 51:3-4,12-13,18-19; Luk. 11:29-32.
“Angkatan ini adalah angkatan yang jahat. Mereka menghendaki suatu tanda, tetapi kepada mereka tidak akan diberikan tanda selain tanda nabi Yunus.”
(Luk 1: 29)
Nabi Yunus disebut dalam liturgi masa Prapaskah ini, tentu saja berhubungan dengan beberapa hal berikut:
- Masa Prapaskah mengajak kita memusatkan diri pada pertobatan. Masa Prapaskah adalah masa untuk mawas diri, merenungkan kembali hidup kita dan melihat apa saja yang perlu kita ubah dalam hidup kita. Itulah metanoia. Yunus adalah seorang Nabi yang menyerukan pertobatan kepada penduduk Niniwe. Seruan pertobatannya berhasil kendati kelemahan-kelemahannya.
- Masa Prapaskah mempersiapkan kita untuk merayakan wafat dan kebangkitan. Puncak dari masa ini adalah Misteri Paskah: Yesus yang bangkit setelah tiga hari dimakamkan. Yunus tinggal di perut ikan selama tiga hari sebelum ia dimuntahkan hidup-hidup di pantai Niniwe. Banyak orang yang melihat bahwa peristiwa ini menubuatkan Yesus yang tinggal dalam gelapnya “perut” bumi (kubur) sebelum kebangkitan yang mulia.
- Kita diingatkan akan peran kita untuk menjadi tanda. Yesus menegur umat Yahudi pada masanya yang meminta tanda. Ia mengingatkan mereka bagaimana Yunus menjadi tanda. Yunus adalah orang biasa, tetapi pengalaman hidupnya menjadi tanda bagi orang lain, kendati kelemahan dan kegagalannya, hingga akhirnya ia memenuhi misi hidunya menjadi tanda. Kita hendaknya hidup dalam kesadaran bahwa kita masing-masing adalah tanda bagi sesama. Sejauh manakah hidup saya menjadi tanda sehingga hidup sesama berubah menjadi lebih baik? Atau hidup saya justru menjadi batu sandungan bagi sesama? Jangan-jangan hidup saya menyesatkan sesama? Ingat, “Tidak mungkin tidak akan ada penyesatan, tetapi celakalah orang yang mengadakannya. Adalah lebih baik baginya jika sebuah batu kilangan diikatkan pada lehernya, lalu ia dilemparkan ke dalam laut, dari pada menyesatkan salah satu dari orang-orang yang lemah ini.” (Luk 17: 1 – 2).
Hiduplah selalu dalam kesadaran bahwa kita masing-masing adalah tanda bagi sesama, untuk bertumbuh dalam kasih kepada Allah dan sesama.
Suatu kali Fransikus Asisi sedang dalam perjalanan menuju sebuah gereja yang jauh letaknya. Dalam perjalanan, seorang petani dari ladang datang kepadanya dan berkata: “Kalau saudara nanti berjumpa dengan Fransiskus, katakan kepadanya supaya ia hidup suci karena kami menghormatinya sebagai seorang kudus.” Sesudah mengatakan hal itu, ia petani itu kembali ke ladangnya. Fransiskus menoleh kepada Leo, teman seperjalanannya, dan berkata, “Leo, lihat bagaimana Allah datang kepada kita dan mengingatkan kita akan panggilan kita!”