Sabda Hidup
Selasa, 6 Mei 2025, Selasa Pekan Paskah III
Bacaan: Kis. 7:51 – 8:1a; Mzm. 31:3cd-4,6ab,7b,8a,17,21ab; Yoh. 6:30-35
“Akulah roti hidup; barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan lapar lagi, dan barangsiapa percaya kepada-Ku, ia tidak akan haus lagi.”
(Yoh 6: 35)
Dalam perjalanan iman kita, kita menjumpai banyak tanda yang menuntun jalan kita. Tanda-tanda ilahi ini bukanlah kebetulan belaka, melainkan tuntunan lembut Tuhan yang mengungkapkan tujuan kita. Sebagai peziarah di bumi, kita harus menyelaraskan hati kita untuk mengenali rambu-rambu suci yang mengarahkan kita menuju kehidupan kekal.
“Akulah roti hidup,” demikianlah Kristus menyatakan. Kata-kata ini bergema selama berabad-abad, menawarkan sebuah keinginan dan cinta untuk jiwa-jiwa kita yang lapar. Seperti bangsa Israel yang menerima manna di padang gurun, kita pun diberi makanan surgawi untuk perjalanan rohani kita. Tetapi manna kita melebihi manna mereka – kita menerima Kristus sendiri dalam Ekaristi Kudus, Roti sejati dari Surga.
Ketika keraguan menyerang kita – ketika penderitaan, kematian, dan ketidakpastian menantang iman kita – kita secara manusiawi mempertanyakan dan kadang-kadang bahkan mengarahkan kemarahan kita kepada Allah. Pada saat-saat kekeringan rohani ini, kita harus ingat untuk melihat kehidupan secara keseluruhan, tidak hanya berfokus pada apa yang tampak kosong. Hitunglah berkat-berkat yang ada, ingatlah anugerah-anugerah, dan ingatlah jalan yang telah Tuhan tuntun selama ini.
Sejarah Gereja perdana dan kisah-kisah dari gereja-gereja yang teraniaya sepanjang masa bercerita tentang orang-orang Kristen yang, di tengah penganiayaan, memelihara gereja-gereja domestik di dalam rumah mereka. Hari ini, kita juga dipanggil untuk menguduskan rumah tangga kita, mengubahnya menjadi ruang-ruang suci di mana doa dan penyembahan bertumbuh. Entah berlutut di hadapan Sakramen Mahakudus atau dengan seluruh keluarga kita duduk bersama dalam doa, pengabdian kita tetaplah otentik ketika hati kita tulus.
Ekaristi tetap menjadi makanan rohani kita yang utama. Di dalamnya, Kristus memberikan diri-Nya sepenuhnya – Tubuh, Darah, Jiwa, dan Keilahian – yang menguatkan kita dalam perjalanan hidup. Tanpa Kristus, Sang Roti Hidup, kita tidak dapat benar-benar hidup. Dengan Dia, tidak ada rintangan apapun – tidak ada rasa sakit, tidak ada jarak, bahkan tidak ada koneksi internet yang buruk – yang dapat memisahkan kita dari kasih dan hadirat-Nya. “Siapakah yang akan memisahkan kita dari kasih Kristus? e Penindasan atau kesesakan atau penganiayaan, atau kelaparan atau ketelanjangan, atau bahaya, atau pedang?” (Rom 8: 35). Di dalam Dia, kita menemukan kekuatan untuk bertekun.
Ketika saya menerima tubuh-Nya, dalam Ekaristi apa maknanya bagiku? Ketika kita makan Roti Hidup, kita menyatukan diri kita dalam kehidupan Yesus, untuk menyatukan jalan-Nya ke dalam kehidupan kita sendiri. Apa maknanya bagiku ketika imam sambil memberikan hosti berkata “Tubuh Kristus” dan saya menjawab “Amin”?
Tuhan, tuntun dan kuatkan kami selalu. Amin.