Sabda Hidup
Sabtu, 24 Agustus 2024, Pesta St. Bartolomeus, Rasul
Bacaan: Why. 21:9b-14; Mzm. 145:10-11,12-13ab,17-18; Yoh. 1:45-51
Lihat, inilah seorang Israel sejati, tidak ada kepalsuan di dalamnya!” (Yoh 1: 47).
Hari ini kita rayakan Pesta St. Bartolomeus, satu dari 12 Rasul Yesus. “Bar” berarti “anak dari”. Bartolomeus berarti “anak dari Tolmay”. Injil synoptik menyebut nama Bartolomeus. Sedangkan Injil Yohanes menyebut Natanael. Diyakini bahwa Bartolomeus adalah orang yang sama dengan yang disebut dalam Yoh 1: 45 – 51. Namanya muncul dalam daftar keduabelas rasul (Mk 3:16-19; Mat 10:2-4; Lk 6:14-16) dan dalam Kis 1: 13. Dalam Injil Synoptik, ia selalu disebut bersama dengan Filipus. Demikian juga dalam Injil Yohanes. Nama Natanael (Natan-el) berarti “Allah telah memberi” atau “diberikan oleh Allah”. Menurut tradisi, Ia mewartakan Injil sampai di India dan Armenia dan wafat sebagai martir dengan dikuliti hidup-hidup di Albanopolis, pantai barat laut Kaspia.
Dalam perikope Injil hari ini Yesus memuji Natanael, “Inilah seorang Israel sejati, tiada kepalsuan di dalamnya!” Yesus memuji keterbukaan dan kejujurannya. Bahkan pandangannya yang terdengar merendahkan Nazaret, “Mungkinkah sesuatu yang baik datang dari Nazaret?” juga paling tidak suatu pendapat yang jujur; itulah yang dia yakini. Memang akhirnya ia mengakui bahwa pandangannya ternyata keliru. Itu pun muncul dari kejujurannya. Ia melihat bahwa Yesus dari Nazaret adalah “Anak Allah, Raja orang Israel,” (Yoh 1: 49).
Perlu suatu kerendahan hati dan kejujuran untuk mengakui kalau kita salah dan menyadari bahwa pendapat atau opini kita tentang orang lain atau tempat sering kali didasarkan pada prasangka dan bukan fakta. Kejujuran Nathanael dapat menjadi inspirasi bagi kita di hari pestanya. Tak sedikit orang sulit berkembang karena hidupnya penuh dengan kepura-puraan. Tidak mampu, tetapi pura-pura mampu. Tidak tahu, tetapi pura-pura tahu. Tidak kuat, tetapi pura-pura kuat. Tidak suci, tetapi pura-pura suci, dst. Kita perlu jujur dan otentik seperti Nathanael. Ia tiak menutup-nutupi keragu-raguannya bahwa Yesus dari Nazaret adalah Mesias. Keberaniannya untuk bersikap transparan itulah titik tolak yang menyelamatkannya. Apalagi di hadapan Tuhan sebenarnya kepura-puraan tidak ada gunanya, sebab bagi-Nya tak ada sesuatu pun yang tersembunyi. Sikap jujur dan transparan merupakan pintu menuju iman sejati. Iman sejati menuntun kita pada transformasi, sedangkan kepura-puraan dan kepalsuan menghambat perubahan nyata.
Di akhir dialog dengan Yesus berkata, “Engkau akan melihat hal-hal yang lebih besar…. engkau akan melihat langit terbuka dan malaikat-malaikat Allah turun naik kepada Anak Manusia.” Jika kita otentik, terbuka di hadapan Allah dan sesama, kita pun akan melihat hal-hal besar. Ketika kita tertutup, penuh kepura-puraan, pandangan kita hanya terarah pada diri sendiri.
Semoga kita dapat seperti St. Bartolomeus, jujur, tulus, dan terbuka. Transparan di hadapan Allah dan sesama.
Tuhan, bantu aku untuk jujur, tulus dan terbuka di hadapan-Mu dan sesama. Amin.
