Remah Mingguan

SIAPAKAH YANG LAYAK?

Pinterest LinkedIn Tumblr

Sabda Hidup

Minggu, 6 Februari 2022, Minggu Biasa V Tahun C
Bacaan: Yes. 6:1-2a,3-8Mzm. 138:1-2a,2bc-3,4-5,7c-81Kor. 15:1-11Luk. 5:1-11.

“Ketika Simon Petrus melihat hal itu iapun tersungkur di depan Yesus dan berkata: “Tuhan, pergilah dari padaku, karena aku ini seorang berdosa.” Kata Yesus kepada Simon: “Jangan takut, mulai dari sekarang engkau akan menjala manusia.”

(Luk 5: 8. 10)

Hari kita mulai mengikuti karya publik Yesus, pelayanan-Nya di Galilea, yang telah dimulai di diproklamirkan di Nazareth [ingat bacaan Injil dua minggu yang lalu].

Namun, bacaan-bacaan hari ini menghadapkan kepada kita kejutan-kejutan. Yesaya, Paulus dan Petrus sama-sama mengungkapkan ketidaklayakan mereka. Tiga saksi besar sabda Allah, merasa tidak layak!

Apa pendapat anda tentang ketidaklayakan? Apa reaksi anda terahdap seseorang yang mengatakan, “O.. saya memang layak!” Apa ukuran layak dan tidak layak?

Mari kita lihat bacaan-bacaan hari ini.

Dalam bacaan pertama, Yesaya mendapatkan penglihatan akan surga. Ia melihat Tuhan duduk di atas tahta yang tinggi dan menjuang. Para Serafim berseru, “Kudus, kudus, kuduslah Tuhan semesta alam, seluruh bumi penuh kemuliaan-Nya!”

Melihat semuanya itu Yesaya tersungkur dalam ketidaklayakannya. “Celakalah aku! Aku binasa! Mataku telah melihat Sang Raja, yakni Tuhan semesta alam! Padahal aku ini seorang yang najis bibir dan hidup di tengah bangsa yang najis bibir!”

Namun seorang Serafim mengambil bara dari mezbah dan menyentuhkannya pada bibir Yesaya. Ia dimurnikan. Dibersihkan. Meski prosesnya melalui rasa sakit. Ia dimampukan untuk berbicara tentang Allah.

Dalam bacaan kedua, St. Paulus berkata bahwa Yesus menampakkan diri kepadanya, sebagai yang terakhir dari para rasul lainnya. Ia merasa seperti lahir abnormal. “Karena aku adalah yang paling hina dari semua rasul, sebab aku telah menganiaya jemaat Allah.” Tidak layak? Ya! Akan tetapi apakah Tuhan membuangnya? Tidak! Bahkan ia diutus sebagai tokoh kunci dari para rasul meskipun ia bukan saksi mata selama Yesus hidup di bumi seperti rasul-rasul lainnya.

Dalam bacaan Injil kita dengarkan kisah panggilan para murid yang pertama. Yesus berjumpa dengan Simon, Yakobus dan Yohanes yang sudah semalam-malaman bekerja keras tetapi tidak menangkap apa-apa. Ia berkata kepada Simon, “Bertolaklah ke tempat yang lebih dalam dan terbarkanlah jalamu untuk menangkap ikan.” Meski protes, karena mereka adalah para nelayan yang berpengalaman, tetapi atas perintah Yesus, mereka menebarkan jala juga. Lihatlah, mereka menangkap ikan dalam jumlah banyak sampai-sampai jala mereka hampir koyak. Terkejut dengan pengalaman itu, Simon merasakan ketidaklayakannya, keberdosaanya: “Tuhan pergilah dari padaku, karena aku ini seorang berdosa.”

Apakah perjumpaanya dengan yang Ilahi itu membuat Petrus merasa malu? Bukankah perjumpaan dengan Tuhan itu seharusnya membawa damai, pengampunan dan sukacita? Tentu kita mengerti bahwa reaksi ketiga tokoh kita hari ini bukanlah malu, melainkan “ketidaklayakan”. Itu berarti bahwa mereka menemukan tempat yang sebenarnya dalam realitas. Ini adalah suatu bentuk kerendahan hati.

Ketika seseorang berhadapan dengan kehadiran Allah yang kudus, ia dapat melihat kemanusiaannya dengan jernih. Mereka melihat bahwa kemanusiaan kita itu penuh lobang-lobang seperti spon. Tak seorangpun berpretensi bahwa ialah bintang yang bersinar, sebab mereka berhadapan dengan sang Terang sendiri.

Pengalaman akan Allah membuat kita mengerti bahwa kita ini kecil, amat kecil dibandingkan Allah sendiri. Kita tidak dapat mengusahakan kekudusan sendiri. Allahlah yang dapat menjadikan kita kudus.

Setiap kali kita merayakan Ekaristi, kita selalu mengulang apa yang dikatakan oleh seorang serdadu Romawi, “Tuhan, saya tidak pantas Engkau datang pada saya, tetapi bersabdalah saja, maka saya akan sembuh,” (Mat 8: 8). Sahabat-sahabat, meski kita tak pantas, kita tak pernah dibuang. Kita adalah anak-anak-Nya yang terkasih. Kita, seperti adanya sekarang adalah karena kasih karunia yag diberikan kepada kita. Dan dengarlah pertanyaan-Nya: “Siapakah yang akan Kuutus, dan siapakah yang mau pergi untuk Aku?” Tuhan juga bersabda, “Jangan takut, mulai sekarang engkau akan menjala manusia.” Dan mari kita menjawab: “INI AKU, UTUSLAH AKU!”

Author

Write A Comment