Sabda Hidup
Minggu, 22 September 2024, Minggu Biasa XXV Tahun B
Bacaan: Keb. 2:12,17-20; Mzm. 54:3-4,5,6,8; Yak. 3:16-4:3; Mrk. 9:30-37.
Yesus sedang mengajar murid-murid-Nya. Ia berkata kepada mereka: “Anak Manusia akan diserahkan ke dalam tangan manusia, dan mereka akan membunuh Dia, dan tiga hari sesudah Ia dibunuh Ia akan bangkit.” Mereka tidak mengerti perkataan itu, namun segan menanyakannya kepada-Nya. [Mrk 9: 31]
Bacaan-bacaan hari ini menunjukkan kepada kita, apa artinya menjadi besar di mata Tuhan, yaitu melakukan kehendak Tuhan seperti yang Yesus lakukan, menyerahkan hidup kita kepada-Nya untuk melayani sesama.
Bacaan pertama dari Kitab Kebijaksanaan ini terdengar serupa dengan nubuat mesianis yang mirip dengan nubuat “Hamba yang Menderita” dalam Kitab Nabi Yesaya, yang mengacu pada penderitaan Kristus. Bagian ini mendorong kita sebagai orang-orang beriman untuk memilih jalan kebenaran meskipun ada konsekuensi yang menyakitkan. Keyakinan orang teruji oleh kesulitan dan pandangan yang berbeda. Di situlah iman akan menemukan ujiannya.
Bacaan kedua selaras dengan perselisihan dalam Injil hari ini, di mana para rasul bersaing di antara mereka sendiri untuk menemukan siapa yang akan menjadi yang terbesar dalam Kerajaan Mesianik yang akan datang. Dalam bacaan kedua, Yakobus memperingatkan gereja, dan kita, bahwa ambisi yang mementingkan diri sendiri akan menghancurkan perdamaian dan menyebabkan konflik dan perang. Di mana ada iri hati dan sikap mementingkan diri sendiri, di situ ada kekacauan. Jadi, Yakobus menasihati kita untuk memilih jalan kebenaran dan pelayanan yang rendah hati yang akan membawa kita kepada perdamaian yang kekal.
Bacaan Injil menampilkan nubuat sengsara yang kedua. Yesus sedang mengajar murid-murid-Nya. Ia berkata kepada mereka: “Anak Manusia akan diserahkan ke dalam tangan manusia, dan mereka akan membunuh Dia, dan tiga hari sesudah Ia dibunuh Ia akan bangkit.” Mereka tidak mengerti perkataan itu, namun segan menanyakannya kepada-Nya.
Para murid segan untuk bertanya kepada Yesus mengapa Anak Manusia harus dikhianati dan dibunuh sebelum bangkit kembali, mungkin karena takut akan implikasi dari jawaban tersebut atau mengecewakan Yesus. Dengan mencari jawaban atas pertanyaan ini, mungkin mereka dapat memperdalam pemahaman mereka akan misi Yesus dan mendekatkan diri mereka kepada-Nya. Hal ini akan membantu mereka menyadari bahwa mereka juga dipanggil untuk memikul salib mereka sendiri dan mengorbankan hidup mereka demi Injil.
Para murid gagal mengajukan pertanyaan yang benar tetapi terjebak dalam pertanyaan yang salah: Siapakah yang terbesar di antara mereka.
Konsep kebesaran sering kali dikaitkan dengan menjadi lebih unggul, pemenang, memiliki kekuasaan, kekayaan, popularitas, dan status. Fokus perhatian kita saat ini adalah pada kampanye pilkada yang tak lama lagi dimulai. Dapatkah kita membayangkan sebuah slogan politik yang menganjurkan ide pemimpin yang melayani? Dan semuanya itu bukan hanya janji-janji kosong, tetapi dilaksanakan! Yesus tidak menyiratkan bahwa kita tidak boleh bercita-cita untuk menjadi besar. Sebaliknya, Ia mendorong kita untuk mempertimbangkan kembali pemahaman kita tentang kebesaran.
Kebesaran dicapai bukan dari apa yang telah kita dapatkan untuk diri kita sendiri, tetapi dari apa yang telah kita berikan kepada orang lain yang membutuhkan. Kebesaran itu datang dari mengampuni mereka yang tidak meminta pengampunan dari kita atau mengubah cara hidup mereka, dan dari menolak untuk menyimpan kepahitan atau iri hati. Kebesaran hati juga ditunjukkan ketika kita menanggapi kebutuhan orang lain, menolak pikiran dan tindakan kebencian atau prasangka, dan menolak untuk menindas atau merendahkan orang lain. Mengatasi rasa takut, meruntuhkan tembok, dan memberikan ruang bagi mereka yang berbeda atau rentan juga merupakan tindakan kebesaran hati.
Di mata Tuhan, yang terbesar adalah orang yang paling menyerupai Kristus, yang adalah hamba bagi semua orang (Luk. 22:27).