Sabda Hidup
Sabtu 15 Maret 2025, Sabtu Pekan Prapaskah I
Bacaan: Ul. 26:16-19; Mzm. 119:1-2,4-5,7-8; Mat. 5:43-48
“Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu. Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu. Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga.” (Mat 5: 43 – 45a).
Yesus dalam Injil hari ini mengundang kita untuk membuat perubahan cara berpikir secara radikal. “Kasihilah sesamamu manusia.” Perintah ini tidaklah asing. Bahkan pada masa Musa, orang-orang Yahudi juga mendapatkan perintah yang sama, walau “sesama” dalam pengertian mereka sangatlah rancu. Mengasihi sesama bagi mereka berarti mengasihi sesama orang-orang Israel. Maka mengasihi musuh sungguh merupakan suatu kegilaan.
Yesus memberi makna baru pada hukum lama itu dan makna baru pula tentang siapa itu sesama, mulai dari yang terdekat hingga yang terjauh di ujung bumi, bahkan yang terjauh di sudut hati yakni “musuh-musuh” kita. Kabar baik Kristus menuntut kasih yang lebih sempurna, kasih terhadap sesama dan terhadap musuh. Dan Ia bukan hanya mengajarkan tetapi menghidupinya.
Kita semua memahami bahwa salah satu hal yang sulit untuk kita lakukan adalah mengikuti perintah ini. Bagaimana mungkin kita dapat mengasihi seseorang yang menyakiti kita? Kita mengasihi musuh bukan karena mereka layak diperlakukan seperti itu tetapi karena Allah menghendaki mereka diperlakukan dengan belas kasih dan kerahiman. Bukankah kasih dan kerahiman-Nya diberikan baik bagi orang baik maupun orang jahat?
Soal musuh, mungkin kita bertanya, Apakah kita sebagai murid-murid Kristus mempunyai musuh? Kita melihat bahwa “musuh” di sini berarti mereka yang membenci para murid, bukan mereka yang dibenci para murid. Murid Kritus tidak boleh membenci siapa pun. Jika musuh yang kita maksud adalah mereka yang kita benci, maka itu bukan sikap murid Kristus. Tetapi jika musuh yang kita maksud adalah mereka yang membenci kita, maka kita tidak bisa tidak memiliki “musuh”. Kita tidak dapat mengontrol bagaimana orang lain memperlakukan kita; kita hanya bisa mengontrol bagaimana kita memperlakukan mereka. Kita tidak bisa memaksa siapa pun untuk menyukai kita, tetapi kita selalu bisa meyakinkan diri sendiri – untuk mencintai, meskipun kita tidak dicintai.
Yesus membawa kita pada hakikat dan kodrat keberadaan manusia sejak penciptaan, yaitu gambar dan rupa Allah. Kita, akan menjadi sungguh manusiawi, lebih manusiawi jika kita semakin serupa dengan Bapa. “Hendaklah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna.”
Tuhan, semoga kami dapat mengasihi seperti Engkau mengasihi dan berusaha hari demi hari menjadi semakin sempurna. Amin.
