Sabda Hidup
Sabtu, 7 Desember 2024, Peringatan Wajib St. Ambrosius.
Bacaan: Yes. 30:19-21,23-26; Mzm. 147:1-2,3-4,5-6; Mat. 9:35 – 10:1,6-8.
Kamu telah memperolehnya dengan cuma-cuma, karena itu berikanlah pula dengan cuma-cuma.” [MAT 10: 8]
Suatu ketika setelah Misa bersama para tenaga medis, seorang dokter datang dan berbincang-bincang. Di akhir pembicaraan ia bergurau: “Romo, sebenarnya Tuhanlah yang menyembuhkan orang sakit dan dokter yang mendapatkan bayarannya.”
Apa jadinya jika Allah menagih kita untuk membayar semua berkat dan rahmat yang kita terima dari-Nya setiap hari? Seperti misalnya, matahari yang kita nikmati di siang hari, hujan, air, makanan, kehidupan kita, laut dan bahkan udara yang kita hirup. Tentu Ia akan menjadi yang terkaya di dunia saat ini bahkan tanpa persetujuan Majalah Forbes. Tetapi ini bukanlah Allah yang kita kenal sejak awal dunia. Ini bukan Allah yang diberitakan Yesus kepada kita dan ingin berhubungan dengan kita. Tetapi Allah yang kita kenal adalah Allah yang penuh kasih dan murah hati. Dia tidak membutuhkan semua materi dan uang. Bahkan Dialah yang menciptakan semuanya dari ketiadaan.
Yesus, dalam Injil hari ini, ingin mengajarkan sesuatu kepada kita: “Kamu telah memperolehnya dengan cuma-cuma, karena itu berikanlah pula dengan cuma-cuma,” (Matius 10:8). Yesus menghidupi ajaran ini karena Dia sendiri menyembuhkan orang sakit; membuat orang buta dapat melihat, mengusir setan, memberi makan orang lapar dengan firman-Nya dan roti, menghidupkan orang mati, mentahirkan orang kusta, dan seterusnya dan seterusnya tanpa meminta bayaran sepeserpun.
Sifat alamiah Allah adalah memberi. Allah adalah Pemberi. Karena Dia adalah Pemberi, kita telah menerima semua yang kita miliki sekarang seperti: penciptaan, penebusan dan pengudusan. Namun, dalam menerima semua ini dari-Nya, kita dipanggil untuk masuk ke dalam logika ilahi untuk memberi juga. Dosa tidak lain adalah menerima dan tidak memberi. Penerima dan pemberi tidak dapat dicampuradukkan. Marilah kita menjadi seorang pemberi sehingga Allah berada di dalam kita dan kita di dalam Allah. “Kita telah menerima dengan cuma-Cuma, maka berikanlah dengan cuma-cuma.”
Dengan kata lain, Yesus menugaskan murid-murid-Nya untuk meneruskan pekerjaan yang telah Ia mulai, yaitu untuk menyampaikan firman Allah tentang Kerajaan Allah dan membawa kuasa penyembuhan-Nya kepada mereka yang letih lesu dan tertindas. Apa yang telah mereka terima dari Yesus harus mereka sampaikan kepada orang lain tanpa mengharapkan imbalan. Mereka harus menunjukkan melalui sikap mereka bahwa kepentingan utama mereka adalah Tuhan dan bukan keuntungan materi. Perkataan Yesus masih tetap relevan hingga saat ini, Kerajaan Surga sudah dekat. Kita tidak dapat membeli surga; tetapi mereka yang mengenal cinta dan belas kasih Yesus telah memiliki surga di dalam hati mereka. Tuhan membawa Kerajaan-Nya atau pemerintahan surgawi kepada mereka yang menerima-Nya dengan iman dan ketaatan. Ketika Tuhan datang kembali dalam kemuliaan-Nya, Dia akan sepenuhnya memulihkan kerajaan-Nya yang penuh dengan kebenaran dan kedamaian yang kekal.
Pada akhirnya, Katekismus Gereja Katolik mengajarkan kepada kita: “Murid Kristus tidak hanya harus memelihara iman dan menghidupinya, tetapi juga mengakuinya, dengan penuh keyakinan memberikan kesaksian dan menyebarkannya” (KGK no. 1816). Iman adalah sebuah anugerah yang cuma-cuma dari Allah, dan dimaksudkan untuk dibagikan dan dilipatgandakan. Begitu banyak jiwa yang mencari tetapi masih belum menemukan Kristus. Mengapa? Itu karena mereka perlu melihat iman itu dihidupi. Kita dipanggil untuk menjadi saksi-saksi iman yang hidup.
Tuhan, melalui baptisan, Engkau memanggilku untuk menjadi murid-Mu. Ingatkanlah aku, Tuhan, dan mampukanlah aku hidup sebagai murid-Mu yang sejati, dengan berbagi apa yang telah kuterima dari-Mu. Amin.
Santo Ambrosius, Uskup dan Pujangga Gereja
![](https://heypasjon.com/wp-content/uploads/2024/12/Saint_Ambrose_of_Milan-801x1024.jpg)
Ambrosius lahir pada tahun 334 di Trier, Jerman dari sebuah keluarga Kristen. Ayahnya menjabat Gubernur Gaul, dengan wilayah kekuasaannya meliputi: Prancis, Inggris, Spanyol, Belgia, Jerman, dan Afrika. Ia mendapat pendidikan yang baik dalam bahasa Latin, Yunani dan ilmu hukum. Di kemudian hari ia terkenal sebagai seorang ahli hukum yang disegani. Keberhasilannya di bidang hukum menarik perhatian Kaisar Valentinianus; ia kemudian dinobatkan menjadi Gubernur Liguria dan Aemilia, yang berkedudukan di Milano, Italia Utara.
Ketika Auxentius, Uskup kota Milan meninggal dunia, terjadilah pertikaian antara kelompok Kristen dan kelompok penganut ajaran sesat Arianisme. Mereka berselisih tentang siapa yang akan menjadi uskup yang sekaligus menjadi pemimpin dan pengawas kota dan keuskupan Milano
Para pengikut Arianisme berusaha melibatkan Kaisar Valentinianus untuk menentukan bagi mereka calon uskup yang tepat. Kaisar menolak permohonan itu dan meminta supaya pemilihan itu dilangsungkan sesuai dengan kebiasaan yang sudah lazim yaitu pemilihan dilakukan oleh para imam bersama seluruh umat. Ketika mereka berkumpul untuk memilih uskup baru, Ambrosius dalam kedudukannya sebagai gubernur datang ke basilika itu untuk meredakan perselisihan antara mereka. Ia memberikan pidato pembukaan yang berisi uraian tentang tata tertib yang harus diikuti. Tiba-tiba terdengar teriakan seorang anak kecil: “Uskup Ambrosius, Uskup Ambrosius!” Teriakan anak kecil itu serta-merta meredakan ketegangan mereka. Lalu mereka secara aklamasi memilih Ambrosius menjadi Uskup Milano. Ambrosius enggan menerimanya karena ia belum dibaptis. Selain itu ia merasa jabatan uskup itu terlalu mulia dan meminta pertanggungjawaban yang berat. Tetapi akhirnya atas desakan umat, ia bersedia juga menerima jabatan uskup itu.
Enam hari berturut-turut ia menerima semua sakramen yang harus diterima oleh seorang uskup. Setelah itu ia ditahbiskan menjadi uskup. Seluruh hidupnya diabdikan kepada kepentingan umatnya; ia mempelajari Kitab Suci di bawah bimbingan imam Simplisianus; memberikan kotbah setiap hari minggu dan hari raya dan menjaga persatuan dan kemurnian ajaran iman yang diwariskan oleh para Rasul. Dengan bijaksana ia membimbing hidup rohani umatnya. Ia mengatur ibadat hari minggu dengan tata cara yang menarik, sehingga seluruh umat dapat ikut serta dengan gembira dan aktif; mengatur dan mengusahakan bantuan bagi pemeliharaan kaum miskin dan mentobatkan orang-orang berdosa. Ambrosius, seorang uskup yang baik hati dalam melayani umatnya. Selama 10 tahun, ia menjadi pembela ulung ajaran iman yang benar menghadapi para penganut Arian. Pertikaian antara dia dan kaum Arian mencapai klimaksnya pada tahun 385, ketika ia melarang keluarga kaisar memasuki basilik untuk merayakan upacara sesuai dengan aturan mereka. Seluruh umat mendukung dia selama krisis itu. Ia dengan tegas menolak permintaan Yustina, permaisuri kaisar yang menginginkan penyerahan satu gereja Katolik kepada para penganut Arian. Ia berhasil membendung pengaruh buruk ajaran Arianisme.
Terhadap Kaisar Theodosius yang menumpas pemberontakan dan melakukan pembantaian besar-besaran, Ambrosius tak segan-segan mengucilkannya dan tidak memperkenankan dia masuk Gereja. Ia menegaskan bahwa pertobatan di hadapan seluruh umat merupakan syarat mutlak bagi Theodosius untuk bisa diterima kembali di dalam pangkuan Bunda Gereja. Katanya: “Kalau Yang Mulia mau meneladani perbuatan buruk Raja Daud dalam berdosa, Yang Mulia juga harus mencontohi dia dengan bertobat” – “Kepala Negara adalah anggota Gereja, tetapi bukan tuannya.” Theodosius, yang dengan jujur mengakui dosa dan kesalahannya, tak berdaya di hadapan kewibawaan Uskup Ambrosius. Ia mengatakan: “Ambrosius adalah satu-satunya uskup yang menurut pendapatku layak memangku jabatan yang mulia ini”. Ambrosius, seorang uskup yang berjiwa praktis. Meskipun kepentingan politik sangat menyita perhatiannya, namun ia tetap berusaha mencari waktu untuk berdoa dan menulis tentang kebenaran-kebenaran Kristen. Kotbah-kotbahnya sangat menarik dan kemudian diterbitkan menjadi bacaan umat. Salah satu kemenangannya yang terbesar ialah keberhasilannya mempertobatkan Santo Agustinus. Ambrosius meninggal dunia pada tahun 397 dan digelari Pujangga Gereja. Ia termasuk salah seorang dari 4 orang Pujangga Gereja yang terkenal di lingkungan Gereja Barat. ***