Sabda Hidup
Minggu, 26 Mei 2024, Hari Raya Tritunggal Mahakudus
Bacaan: Ul. 4:32-34,39-40; Mzm. 33:4-5,6,9,18-19,20,22; Rm. 8:14-17; Mat. 28:16-20.
Dan kesebelas murid itu berangkat ke Galilea, ke bukit yang telah ditunjukkan Yesus kepada mereka. Ketika melihat Dia mereka menyembah-Nya, tetapi beberapa orang ragu-ragu. Yesus mendekati mereka dan berkata: “Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi. Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.”
MAT 28: 16 – 20
Pada Hari Minggu, Hari Raya Tritunggal Mahakudus, Gereja mengundang kita untuk merenungkan misteri Allah yang Esa dalam Tiga Pribadi. Dan Injil memberi kita sebuah metode untuk merenungkan hal ini – naik ke atas bukit (gunung). Adegan yang diceritakan dalam perikop hari ini berlatar di sebuah bukit di Galilea. Para murid mendaki sebuah bukit yang telah ditunjukkan oleh Yesus (ay. 16). Gunung, dalam bahasa Alkitab, menunjukkan lokasi pewahyuan Allah. Dan undangannya adalah untuk mendaki ‘gunung’. Bukan mendaki ‘sebuah’ gunung secara harafiah. Ini bukan gunung yang bersifat material. Jika Anda tidak mendaki gunung, jika Anda tetap berada di dataran, Anda hanya akan menjadi pengagum Yesus, tetapi tidak akan pernah mengalami persekutuan yang penuh kasih antara Bapa dan Roh Kudus dengan Yesus.
Selama kehidupan publiknya, Yesus telah memperkenalkan kepada kita tiga gunung: Pertama adalah Gunung Sabda Bahagia. Jika kita tidak mendaki gunung itu dan tidak mulai menghayati Sabda Bahagia di sisi-Nya, bersama-sama dengan-Nya, kita tidak akan pernah jatuh cinta kepada Yesus. Pedoman kehidupan seorang murid – seperti 10 perintah dalam Perjanjian Lama – diajarkan sebagai prinsip hidup kita – dalam khotbah di Bukit.
Gunung yang kedua adalah Gunung Transfigurasi. Anda harus mendaki gunung itu. Di sanalah Anda akan melihat identitas Yesus yang sesungguhnya. Dia yang mengambil rupa seorang hamba, yang mengenakan cawat seorang budak, yang membasuh kaki para murid, tetapi sekarang terlihat di atas gunung, dalam kemuliaan-Nya yang agung. Pengalaman di atas gunung inilah yang memberikan kepastian kepada para murid tentang Mesias yang mereka ikuti.
Gunung ketiga adalah gunung penggandaan roti. Di gunung ini, dengan mengajarkan bagaimana berbagi, Sang Guru menuntun kita memahami pengertian dan rancangan Allah tentang harta benda di dunia ini. Semua yang Anda miliki, diberikan kepada Anda dan oleh karena itu, semua itu bukan milik Anda. Berikanlah itu semua dan perhatikanlah kebutuhan orang lain. Jika kita tidak naik ke atas gunung ini, kita mulai berpegang teguh pada semua harta benda yang ada dan kita menjadikan harta benda dunia ini berhala. Kita tidak menggunakannya untuk tujuan yang telah Allah tetapkan. Kita menganggapnya sebagai milik kita dan kita merasa sebagai pemiliknya.
Gambaran Gereja saat ini adalah bahwa orang-orang takut untuk mendaki gunung. Mereka melakukan sesuatu… beberapa devosi… tetapi mereka tidak mendaki gunung untuk sepenuhnya mengenakan pikiran Kristus. Dan inilah undangan yang Yesus sampaikan kepada para murid-Nya. Mengalami dan berbagi persekutuan penuh kasih yang sempurna dari tiga pribadi Allah yang Esa.
Sebagai bahan renungan kita: jika hidup sebagai seorang Kristen berarti mengasihi sebagaimana Allah mengasihi, bagaimana saya mengasihi orang-orang di sekitar saya?