Sabda Hidup
Jumat, 7 Juni 2024, Hari Raya Hati Yesus Yang Mahakudus Tahun B
Bacaan: Hos. 11:1,3-4,8c-9; MT Yes. 12:2-3,4bcd,5-6; Ef. 3:8-12,14-19; Yoh. 19:31-37.
Seorang dari antara prajurit itu menikam lambung-Nya dengan tombak, dan segera mengalir keluar darah dan air.”
YOH 19: 34
Bagi para prajurit Romawi, ini adalah penghinaan terakhir yang dapat dilakukan terhadap mayat seorang penjahat yang telah dieksekusi. Bagi para penguasa Yahudi, ini adalah persiapan yang diperlukan untuk perayaan besar yang akan datang, yaitu hari Sabat dan Paskah. Bagi Yohanes, bagi kita, bagi mata iman, itu adalah momen pewahyuan yang tertinggi. Seperti yang sering terjadi dalam Injil Yohanes, ada sebuah ironi yang kuat di sini. Di mata sang prajurit, Yesus kini hanyalah sesuatu yang tak berarti, sebuah masalah yang sudah selesai, seonggok mayat tergantung di salib, sebuah benda mati yang harus dibuang. Namun sesungguhnya, Dia adalah Sabda yang melalui Dia segala sesuatu dijadikan. Dia adalah Anak Tunggal, yang Allah berikan kepada dunia, karena Dia sangat mengasihi dunia. Di mata orang Yahudi, Dia adalah penghalang bagi mereka untuk merayakan hari Sabat dengan sempurna, dalam ketaatan kepada hukum Allah. Namun sebenarnya, jika saja mereka tahu, Allah telah menggenapi semua pekerjaan-Nya; Ia telah menggenapi semua hukum dan nubuat Perjanjian Lama, dan sekarang Ia sedang beristirahat dalam tidur maut.
Yohanes mengutip dua teks Perjanjian Lama, yang mendukung pemahamannya tentang apa yang dilihatnya (bdk. Kis 22:8, dst.). Pertama, dari Keluaran (12:46), di mana Musa memerintahkan bangsa Israel untuk tidak mematahkan tulang domba Paskah. Darah anak domba ini adalah tanda bagi Malaikat Pemusnah untuk melewati umat pilihan; paspor mereka menuju kehidupan dan kebebasan dari perbudakan, serta perjanjian baru dengan Allah. Di sini juga terdapat singgungan pada Mazmur 34, di mana orang benar, Hamba Tuhan dikatakan diselamatkan dari segala cobaannya; Tuhan memelihara dia di tengah-tengah segala penderitaannya, sehingga tidak ada satu pun tulangnya yang patah (Mzm 34: 20). Kemudian dari Nabi Zakharia, “mereka akan memandang kepada orang yang telah mereka tikam” (12:10). Konteks ayat ini penting, karena Zakharia berbicara, meskipun agak samar-samar, tentang bagaimana pada Hari Tuhan, Ia akan datang untuk menyelamatkan umat-Nya. Pada hari itu, menurut sang nabi, “Pada waktu itu akan terbuka suatu sumber bagi keluarga Daud dan bagi penduduk Yerusalem untuk membasuh dosa dan kecemaran,” (13:1), dan kemudian Allah akan mencurahkan kepada mereka roh yang penuh belas kasihan dan permohonan.
Apa yang Yohanes lihat, dan apa yang ia laporkan kepada kita, adalah darah dan air yang mengalir dari hati (jantung) Yesus yang telah mati. Yang ia pahami adalah bahwa kematian Yesus adalah sumber kehidupan bagi kita. Sebelumnya dalam Injil ini, Yesus telah berseru di Bait Allah: “Barangsiapa haus, baiklah ia datang kepada-Ku dan minum! Barangsiapa percaya kepada-Ku, seperti yang dikatakan oleh Kitab Suci : Dari dalam hatinya akan mengalir aliran-aliran air hidup,” (Yoh 7:37 – 38; bdk. Yeh. 47:1, Zak. 14:8; Yes. 44:3; 55:1, dsb.).
Air dan darah yang mengalir dari lambung Yesus bukan hanya sebuah tanda: air dan darah itu penuh dengan kuasa ilahi. Kuasa untuk menghapuskan dosa, menebus, membersihkan, mengampuni, melahirkan kelahiran baru, menyembuhkan, menjadikan kita anak-anak Allah, menguduskan, dan mengilahikan kita. Di dalam darah dan air ini, kita juga dituntun untuk melihat sakramen-sakramen Pembaptisan dan Ekaristi Kudus, di mana sumbernya yang selalu subur adalah kematian Kristus. Dalam Pembaptisan kita dibasuh dalam aliran yang menyelamatkan ini. Dalam Ekaristi Kudus dan Perjamuan Kudus, kita mendekat sedemikian dekatnya sehingga kita dapat meminum langsung dari luka di lambung Yesus.
Hari Raya Hati Yesus yang Mahakudus merayakan dua aspek secara bersamaan yakni kasih Yesus dan juga penderitaan-Nya karena dosa. Kita rayakan kini kekuatan cinta, the power of love. Kasih yang indah, memuliakan, dan memanusiakan manusia. Kasih Hati Yesus berbeda dengan kasih kita. Santo Agustinus mengatakan bahwa semua orang mencintai. Namun sayangnya, setiap orang juga dipengaruhi oleh kuasa dosa. Cinta manusiawi cenderung dipenuhi dengan segala macam kecemaran, atau mudah dikorupsi, atau diselewengkan, atau salah arah. Tetapi kasih Yesus Kristus tidak memiliki semua kelemahan itu. Kasih Kristus bersifat ilahi dan juga manusiawi: tidak bersyarat, setia sampai akhir, berkorban. Kasih itu juga kreatif: karena sejauh kita membuka diri kita terhadapnya – sejauh kita membuka diri kita terhadap Roh Kudus yang dicurahkan dari lambung Kristus yang terluka – kita dapat disamakan dengan kasih itu, diubahkan oleh kasih itu, dimampukan berpartisipasi di dalamnya, untuk memantulkan kasih itu, untuk meneruskan kasih itu. Kasih seperti itu layak untuk dihidupi, dan layak untuk mati. Tetapi kasih seperti itu tidak akan membuat hidup kita nyaman atau sukses secara lahiriah, dan juga tidak akan membuat kita dikagumi secara universal. Karena kasih Yesus di dalam diri kita haruslah benar-benar tidak mementingkan diri sendiri; kasih itu haruslah mendorong kita membenci dosa dan segala kejahatan; dan kasih itu haruslah membuka diri kita untuk disakiti.
Dosa telah melukai Yesus, dan juga akan melukai mereka yang menjadi milik-Nya. Jika kita ingin secara radikal diselaraskan dengan Hati Yesus, kita harus mau dan rela menderita bersama-Nya. Tidak ada jejak dosa yang memisahkan Hati Maria yang Tak Bernoda dari Hati Yesus; tetapi Hati Maria tidak mungkin dapat menyatu secara sempurna dengan Hati Yesus, seandainya Hati Maria tidak dikelilingi oleh duri, seandainya Hati Maria tidak ditikam oleh pedang (Luk. 2:35). Jadi, jika Tuhan harus mengunjungi kita dengan penderitaan, iman mengatakan kepada kita bahwa Dia mungkin sedang menganugerahkan kepada kita berkat yang besar, atau memberi kita kesempatan yang besar, dan hak istimewa yang besar, dan meletakkan ke dalam tangan kita kuasa yang besar.
Mari kita mengucap syukur atas kasih-Nya yang luar biasa dan menanggapinya dengan hati terbuka. Kasih manusiawi itu baik. Tetapi cinta ilahi, cinta Hati Kudus Yesus, lebih besar, dan lebih baik; lebih kuat, lebih berbuah, dan pada akhirnya lebih memuaskan; dan dengan sendirinya, kasih ini membuka kita kepada kehidupan kekal bersama Allah di surga. Semoga kita dapat “memahami, betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Kristus dan dapat mengenal kasih itu, sekalipun ia melampaui segala pengetahuan, (Ef 3: 18 – 19).
“Kita harus turun, menukik ke kedalaman jiwa kita dalam untuk memenuhi kebutuhan mendasar kita akan hidup, kasih dan makna. Kita harus menemukan, melalui iman dan permenungan kita, jawaban bagi pertanyaan-pertanyaan kita dalam Hati Kristus, yakni dalam kedalaman pribadi-Nya, di mana kerinduan manusia dan kemurahan Allah bertemu dalam inkarnasi penebusan. Kemudian, dibentuk oleh kekuatan-kekuatan ini, hati kita sendiri akan menjadi hati yang penuh pengertian, terbuka untuk, merasakan, dan memberi kepada saudara dan saudari kita di dalam Kristus. Kita tidak akan putus asa dalam menghadapi kesulitan. Kita mengikuti Kristus yang ‘mengasihi dengan hati manusia’ seperti yang diingatkan oleh Konsili Vatikan II; dia berbagi kemanusiaan kita agar kita tahu bahwa di atas kita semua ada kasih Bapa yang kekal. Pada waktu Tuhan yang baik, kasih Tuhan yang mahakuasa akan memiliki jalannya. Ini adalah kasih di mana kita telah belajar untuk percaya.”
[E.J. Cuskelly., Superior General MSC, 1968 – 1981]
Yesus adalah pewahyuan terlengkap dari Bapa yang dari hakikat-Nya adalah Kasih. Kasih yang otentik adalah memberi hidup dan itu secara unik menjadi nyata dalam diri Yesus sendiri. Saat kita memandang Dia yang tertikam, semoga kita pun diubah, hati kita diubah, diberdayakan agar kita mengasihi seperti Ia sendiri telah mengasihi kita. Semoga devosi kita kepada Hati Kudus menuntun kita pada “the way of the Heart”, cara hidup menurut Hati Yesus, agar Hati Allah hadir di tengah-tengah kehidupan kita.