Sabda Hidup
Kamis, 20 Oktober 2022, Kamis Pekan Biasa XXIX
Bacaan: Ef. 3:14-21; Mzm. 33:1-2,4-5,11-12,18-19; Luk. 12:49-53.
“Aku datang untuk melemparkan api ke bumi dan betapakah Aku harapkan, api itu telah menyala!”
(Luk 12: 49)
Hidup kita tidak dapat lepas dari api. Api memberi terang, kehangatan, dan pemurnian; api dapat melelehkan pelbgai macam logam untuk kemudian dibentuk. Api juga mempunyai pelbagai macam kegunaan dalam kehidupan sehari-hari untuk memasak, untuk menghangatkan diri, dan sebagainya.
Dalam Kitab Suci, Api sering kali dihubungkan dengan kehadiran Allah dan tindakannya di bumi dalam hidup umat-Nya. Dalam Perjanjian Lama, misalnya, Allah seringkali menyatakan kehadiran-Nya dalam api, seperti semak-semak yang menyala saat Ia berbicara dengan Musa (Kel 3: 2). Api juga melambangkan kemuliaan Allah (Yeh 1: 4, 13), kehadiran-Nya yang melindungi (2 Raj 6: 7), kekudusan-Nya (Ul 4: 24), keputusan-Nya yang adil (Zak 13: 9), murka-Nya melawan kuasa dosa (Yes 66: 15 – 16) dan sabda-Nya juga digambarkan seperti api (Yer 23: 29). Pun dalam Perjanjian Baru pengaruh Roh Kudus-Nya juga digambarkan dengan api (Mat 3: 11) dan turun-Nya Roh Kudus nampak seperti lidah-lidah api (Kis 2: 3).
Injil hari ini mengatakan bahwa Yesus datang untuk melemparkan api ke bumi. Api yang mau dilemparkan oleh Yesus ke bumi adalah Roh Kudus, api yang menyala dalam diri kita sejak kita dibaptis. Api itu adalah daya kreatif yang memurnikan, membarui, yang membakar derita manusia, membakar segala cinta diri, segala dosa, yang mengubah kita dari dalam, melahirkan kita kembali dan memampukan kita mengasihi. Yesus menyatakan kepada sahabat-sahabat-Nya, kepada kita, hasrat dan kehendak-Nya: menyalakan api cinta Bapa di bumi. Dan Ia memanggil kita untuk menyebarkan api itu ke seluruh dunia. Yesus ingin agar api Roh Kudus merasuk dalam hati kita. Jika kita membuka diri sepenuhnya bagi gerakan Roh Kudus, Ia akan memberi kita keberanian dan semangat, untuk mewartakan kepada setiap orang tentang Yesus dan warta kerahiman dan keselamatan-Nya. Itulah api Roh Kudus yang menuntun kita kepada sesama, kepada mereka yang berkebutuhan, kepada begitu banyak penderitaan manusia, kepada segala macam permasalahan, kepada para pengungsi, mereka yang terlunta-lunta, mereka yang menderita.
“Gereja tidak memerlukan birokrat dan pejabat-pejabat saja, tetapi para misionaris yang penuh semangat, yang terbakar oleh api cinta, untuk membawa kepada setiap orang sabda Yesus yang menghibur serta rahmat-Nya. Itulah api Roh Kudus. Jika Gereja tidak menerima api ini, atau tidak mengijinkan-Nya membakar dirinya, ia menjadi dingin dan menjadi Gereja yang suam-suam kuku, tak mampu memberi hidup, karena ia dibangun dari orang-orang Kristen yang dingin dan suam-suam kuku.”
Paus Fransiskus.
“Pentinglah bila saat ini kita mengambil waktu untuk bertanya kepada diri kita sendiri: Bagaimanakah hatiku? Bagaimanakah imanku? Bagaimanakah aku hidup sebagai murid Kristus? Dingin? Suam-suam kuku?
“Kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk membawa damai di atas bumi? Bukan, kata-Ku kepadamu, bukan damai, melainkan pertentangan,” (Luk 12: 51), sabda Yesus. Ia memang “memisahkan kita dengan api”, memisahkan yang baik dari yang jahat, yang benar dari yang salah. Apa yang dikatakan oleh Yesus itu adalah panggilan untuk hidup dalam kesejatian kita, tak lagi munafik, tetapi dalam kesesuaian dengan Injil dan konsisten dengan pilihan kita. Sudah bagus kita mengaku bahwa kita adalah orang Kristen. Tetapi, lebih mantap lagi bila kita menjadi orang-orang Kristen dalam situasi konkret kita, menjadi saksi Injil yang pada dasarnya adalah KASIH kepada Tuhan dan sesama.