Sabda Hidup
Minggu, 27 April 2025, Minggu Paskah II – Minggu Kerahiman Ilahi
Bacaan: Kis. 5:12-16; Mzm. 118:2-4,22-24,25-27a; Why. 1:9-11a,12-13,17-19; Yoh. 20:19-31.
“Pada hari pertama minggu itu berkumpullah murid-murid Yesus di suatu tempat dengan pintu-pintu yang terkunci karena mereka takut kepada orang-orang Yahudi. Pada waktu itu datanglah Yesus dan berdiri di tengah-tengah mereka dan berkata: “Damai sejahtera bagi kamu!” Dan sesudah berkata demikian, Ia menunjukkan tangan-Nya dan lambung-Nya kepada mereka. Murid-murid itu bersukacita ketika mereka melihat Tuhan.”
(Yoh 20: 19 – 20)
“Yesus, Engkau andalanku.” Pada Minggu Paskah Kedua ini – Minggu Kerahiman Ilahi – Gereja menempatkan di hadapan kita inti dari Injil: kerahiman Allah yang menjadi manusia di dalam Kristus yang Bangkit. Bukanlah suatu kebetulan bahwa tahun ini, kita menandai perayaan ini dengan hati yang berat karena kita berduka atas meninggalnya Paus Fransiskus, seorang gembala yang seluruh masa kepausannya ditandai dengan pewartaannya yang tak kenal lelah akan belas kasih Allah.
Injil menghantar kita ke Ruang Atas di mana para murid, yang diliputi ketakutan dan kegagalan, bertemu bukan untuk dicela dan dihakimi tetapi dengan damai. Yesus hadir di tengah-tengah mereka, menanggung luka-luka sengsara-Nya. Dia tidak menyembunyikannya. Ia tidak memarahi mereka. Sebaliknya, Dia menghembuskan Roh Kudus atas mereka, memberdayakan mereka untuk mengampuni. Luka-luka-Nya menjadi mata air belas kasihan.
Perjumpaan ini menggemakan tema sentral yang dikhotbahkan Paus Fransiskus selama masa pelayanannya: “Nama Allah adalah Belas Kasih.” Dalam bukunya yang berjudul sama pada tahun 2016, ia menulis, “Kerahiman Allah bukanlah ide abstrak, tetapi sebuah realitas konkret yang dengannya Dia mengungkapkan kasih-Nya seperti kasih seorang ayah atau ibu, yang tergerak hingga ke lubuk hati yang paling dalam karena cinta kepada anaknya.”
Injil hari ini juga mempertemukan kita dengan Tomas, murid yang ragu-ragu. Keraguannya mencerminkan keraguan kita sendiri dalam menghadapi penderitaan, skandal, atau dosa. Tetapi Yesus tidak menolaknya. Sebaliknya, Dia kembali dan mengundang Tomas untuk menjamah luka-luka-Nya. “Janganlah engkau tidak percaya lagi, melainkan percayalah.” Ini adalah belas kasih dalam tindakan konkret – menemui kita di mana kita berada, bukan di tempat yang seharusnya.
Paus Fransiskus sering mengingatkan kita bahwa Gereja harus menjadi “rumah sakit lapangan setelah pertempuran,” tempat bukan untuk yang sempurna, tetapi untuk yang terluka. Dalam surat apostoliknya, Misericordia et Misera, ia menulis: “Belas kasih adalah tindakan nyata dari cinta yang, dengan mengampuni, mengubah dan mengubah hidup kita.” Visi ini telah membentuk ulang pengalaman banyak orang saat ini – bukan sebagai benteng, tetapi sebagai rumah penyembuhan.
Bahkan dalam kematiannya, Paus Fransiskus memberikan kesaksian terakhir tentang belas kasih. Beliau wafat pada hari Senin Paskah, setelah merayakan Misteri Paskah untuk terakhir kalinya, meninggalkan kita dengan kata-kata perdamaian, persaudaraan, dan persekutuan. Sama seperti Yesus yang menghembuskan kedamaian kepada para murid-Nya yang ketakutan, Paus Fransiskus menghabiskan hidupnya untuk menghembuskan harapan ke dalam dunia yang retak.
Hari ini, Kristus yang Bangkit datang dan hadir kembali di tengah-tengah Gereja-Nya – terluka, ya, tetapi hidup. Dia mengundang kita untuk percaya, bukan terlepas dari luka-luka kita, tetapi melalui luka-luka itu. Dia memanggil kita, seperti Fransiskus, untuk menjadi pembawa belas kasih di dunia yang sangat membutuhkan belas kasih.
Marilah kita berdoa dengan hati yang terbuka terhadap rahmat: Yesus, Engkau Andalanku!
Semoga ini bukan hanya doa kita hari ini, tetapi juga menjadi misi kita setiap hari, terinspirasi oleh Injil dan kenangan akan seorang Paus yang benar-benar menghidupinya.
Tuhan yang telah bangkit, biarlah sukacita dan damai sejahtera-Mu menjadi milik kami sepanjang hari yang Engkau berikan kepada kami. Dampingilah kami sekarang dan selama-lamanya. Amin.