Sabda Hidup
Senin, 8 Juli 2024, Senin Pekan Biasa XIV
Bacaan: Hos. 2:13,14b-15,18-19; Mzm. 145:2-3,4-5,6-7,8-9; Mat. 9:18-26.
Teguhkanlah hatimu, hai anak-Ku, imanmu telah menyelamatkan engkau.”
MAT 9: 22
Perikope Injil hari ini mengisahkan Yesus yang menyembuhkan dua orang perempuan. Kisah mereka berbeda satu dengan yang lainnya, tetapi menemukan titik temu di hadapan kuasa penyembuhan Sang Guru. Yang pertama adalah seorang perempuan muda dari keluarga baik-baik yang masa depannya hancur karena kematian yang tidak masuk akal di masa-masa puncak kehidupannya. Yang satunya lagi, lebih tua dan terpinggirkan karena dianggap tidak murni, najis, kehilangan kesehatannya karena pendarahan yang tidak dapat disembuhkan. Tampaknya, tidak ada kesamaan di antara mereka kecuali kebutuhan untuk diselamatkan seumur hidup oleh seseorang yang memiliki kuasa untuk melakukannya.
Dalam kedua pertemuan itu, Yesus menghindari pusat perhatian. Dalam kasus perempuan muda, anak kepala rumah ibadat itu, inisiatifnya muncul dalam sikap berani ayahnya, yang memohon campur tangan Sang Guru. Di sisi lain, perempuan yang lebih tua itu bertekad untuk “mencuri” mukjizat dari Yesus, bahkan sampai melanggar sesuatu yang sangat sakral bagi orang Yahudi. Jumbai jubah Yesus adalah pengingat akan Tuhan dan hukum-Nya, dan menyentuhnya, karena ia najis, adalah nyata-nyata sebuah penghinaan.
Mari kita merenungkan Yesus untuk memahaminya. Marilah kita melihat di balik perilaku dan perkataan-Nya untuk mendapatkan cahaya yang juga kita butuhkan. Kisah kedua perempuan ini dapat menjadi kisah kita sendiri.
Yesus membiarkan diri-Nya dijangkau oleh mereka berdua. Dia tidak mengecualikan mereka dan tidak mempersulit mereka. Dia tidak bertanya tentang mereka. Dia tidak melihat motivasi mereka. Dia tidak menaruh harga apapun – ekonomi atau moral – pada intervensi langsung-Nya. Ia lemah lembut dan bebas. Dia tidak melihat penampilan tetapi menebar aroma cinta tak terbatas. Dia juga tidak membedakan kelas sosial atau agama. Dia tergerak karena belas kasih-Nya dan bereaksi terhadap penyakit dan kematian.
Reaksi Yesus tulus, jujur dan sungguh-sungguh. Dia tidak berkata: “Akulah yang menyembuhkanmu atau menghidupkanmu kembali.” Dia hanya mengucapkan kalimat yang terdengar aneh “imanmu telah menyelamatkan engkau” dan memegang tangan gadis yang tertidur itu. Dia tidak menonjolkan siapa yang melakukan mukjizat tersebut, tetapi Ia menekankan bahwa iman mampu melakukan hal yang mustahil.
Yesus menjamah, mengukurkan tangan kepada mereka yang dikucilkan oleh masyarakat, para penderita kusta, dan mereka yang ditinggalkan. Betap sering kita “jaga image”, “jaga jarak” dengan situasi atau orang-orang yang yang menurut kita dapat mempersulit keberadaan kita. Cara apa yang lebih baik untuk mengkomunikasikan kehidupan kita selain dengan “bersentuhan” dengan mereka yang paling membutuhkan sentuhan kasih, kata-kata peneguhan, pelukan penghiburan, dorongan atau motivasi, serta hiburan yang menghidupkan?
Janganlah ketidakpedulian dan egoisme menghalangi kita untuk menyentuh realitas, untuk berhubungan dengan orang lain, terutama mereka yang sungguh membutuhkan. Kita akan memberikan kehidupan, seperti Yesus dalam Injil ini. Dan kita akan menerima kehidupan, seperti perempuan yang sakit itu, karena di dalam diri orang yang membutuhkan, kita juga akan menemukan kekuatan Rahmat jika kita tahu bagaimana menjangkau mereka.
Tuhan, semoga aku memiliki iman yang memungkinkan aku untuk memeluk kehendak-Mu bagiku. Amin.