Sabda Hidup
Minggu, 19 Desember 2021, Minggu Advent IV Tahun C
Bacaan: Mi. 5:1-4a; Mzm. 80:2ac,3b,15-16,18-19; Ibr. 10:5-10; Luk. 1:39-45.
“Beberapa waktu kemudian berangkatlah Maria dan langsung berjalan ke pegunungan menuju sebuah kota di Yehuda. Di situ ia masuk ke rumah Zakharia dan memberi salam kepada Elisabet. Dan ketika Elisabet mendengar salam Maria, melonjaklah anak yang di dalam rahimnya dan Elisabetpun penuh dengan Roh Kudus, lalu berseru dengan suara nyaring: “Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu. Siapakah aku ini sampai ibu Tuhanku datang mengunjungi aku? Sebab sesungguhnya, ketika salammu sampai kepada telingaku, anak yang di dalam rahimku melonjak kegirangan. Dan berbahagialah ia, yang telah percaya, sebab apa yang dikatakan kepadanya dari Tuhan, akan terlaksana.”
(Luk 1: 39 – 45)
Si kecil Anita mempunyai seorang ayah yang super sibuk. Ia bekerja di sebuah perusahaan IT yang tentu saja memberinya gaji amat tinggi. Walau demikian, setiap malam, Anita kekeuh meminta ayahnya membacakan cerita sebelum ia tidur. Kebiasaan itu berlangsung untuk sementara waktu sampai akhirnya ayahnya menemukan sebuah cara yang manjur, yang memungkinkan ia tetap sibuk dengan pekerjaannya dan kepada Anita tetap dibacakan cerita sebelum tidur. Ia rekam cerita-cerita favorit si kecil Anita, dia sambungkan bluetooth speaker dengan laptopnya, dan sambil ia bekerja lembur, ia putar rekaman cerita-cerita itu setelah ia taruh speaker itu dekat tempat tidur anita. Setiap kali Anita minta untuk dibacakan cerita, ia tinggal mainkan file rekaman cerita itu dari laptop atau hp miliknya, sembari tetap sibuk bekerja. Itu berlangsung untuk sementara waktu karena akhirnya Anita tak mau lagi mendengarkan cerita dari speaker. Ayanya bertanya, “Mengapa? Kan sama saja itu juga suara ayah yang bacakan cerita.” Anita menjawab, “Ya ayah, tapi aku tidak bisa duduk di pangkuan speaker!”
Satu hal yang selalu dihubungkan dengan perayaan Natal di mana-mana adalah memberi. Natal adalah pesta memberi. Natal adalah satu waktu setahun di mana setiap orang biasanya memberi atau menerima hadiah, walau hanya pesan atau stiker Whatsapp berbunyi “Merry Christmas!” Banyak yang sudah belanja ini dan itu untuk menyiapkan hadiah terbaik bagi anggota keluarga atau orang-orang terdekat. Orang juga biasa berbagi bingkisan Natal baik menjelang perayaan Natal maupun pada hari-hari Natal. Sungguh, Natal adalah memberi, bahkan jika dilihat dari sudut pandang Allah. Sebab pada Hari Natal kita merayakan misteri, “Begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal,” (Yoh 3: 16). Allah memberi, kita juga berbagi. Itulah Natal.
Jika Natal adalah hari raya untuk memberi, maka pertanyaan tentang apa yang akan kita berikan dan bagaimana kita memberi menjadi penting. Apalagi sesuatu yang sungguh berharga harus dilakukan dengan baik pula. Bagaimana kita meningkatkan kualitas pemberian kita? Bagaimana kita merayakan Natal dengan lebih baik?
Injil hari ini, Minggu Advent IV, memberikan jawabnya. Kita membaca kisah Maria mengunjungi Elisabeth. Hadiah apakah yang dibawa Maria kepada Elisabeth? Tidak diceritakan bahwa Maria membawa kue sebagai oleh-oleh, walau bisa jadi ia juga membawa oleh-oleh untuk Elisabeth. Tetapi ada satu yang jelas: Ia membawa dirinya. Ia memberi hadiah kepada Elisabeth yakni kehadirannya. Sahabat-sahabat, itulah hadiah terbaik tetapi juga tersulit. Mudahlah bagi kita mengirim bunga, tidaklah sulit kita mengirim parcel, tetapi memberikan diri, memberikan waktu untuk hadir bersama seseorang, itulah hadiah yang dirindukan oleh banyak orang tetapi tidak mereka dapatkan. Ayah Anita, memberinya speaker bluetooth yang bagus dan canggih, tetapi ia tidak memberikan dirinya, kehadirannya, waktunya. Seperti Maria dalam Injil, kita harus, memberikan diri kita, kehadiran kita, waktu kita, sebagai tambahan bingkisan yang kita berikan. Kehadiran kita adalah hadiah terindah dan paling berharga sebab nilainya tak dapat dihitung dengan uang.
Satu hal lagi dapat kita renungkan dari pemberian Maria kepada Elisabeth yakni bahwa orang memberi bukan menurut seleranya saja tetapi menurut kebutuhan si penerima pemberian. Bukanlah sesuatu yang mengenakkan bagi Maria untuk berjalan sendirian, melalui jalan-jalan yang berbahaya di Galilea ke perbukitan Yehuda. Tentu saja itu bukan hal yang mudah. Tetapi Elisabeth sungguh membutuhkan kehadirannya. Ia sedang mengandung 6 bulan dan tentu saja tak bisa lagi menimba air, memelihara tanaman atau ternaknya, tak lagi mudah berjalan ke pasar. Maka begitu Maria mendengar bahwa Elisabeth sudah bulan keenam ia mengandung, segera ia bergegas dan tinggal bersama Elisabeth, tiga bulan lamanya. Itu berarti sampai Elisabeth melahirkan. Maria memberi Elisabeth apa yang ia butuhkan. Suatu hadiah yang tepat. Pemberian diri.
Satu hal yang dibutuhkan semua orang hari ini. Semua orang membutuhkan penguatan. Setiap orang membutuhkan damai dan sukacita batin yang berasal dari Roh Kudus. Inilah makna kunjungan Maria bagi Elisabeth. Kunjungan Maria menjadi inspirasi bagi Elisabeth. Saat kita memberi hadiah bagi sesama Natal nanti, semoga kita memberi diri kita, memberi inspirasi ke dalam hidup mereka, marilah kita berusaha untuk membawa mereka lebih dekat kepada Tuhan, dan marilah kita mencoba untuk berbagi dengan mereka Roh Tuhan di dalam diri kita, Roh penghiburan, semangat keberanian, damai dan sukacita, seperti yang dilakukan Maria.