Remah Harian

EGO VS KASIH

Pinterest LinkedIn Tumblr

Sabda Hidup

Selasa, 28 Desember 2021, Pesta Kanak-Kanak Suci, Hari Keempat dalam Oktaf Natal

Bacaan: 1Yoh. 1:5 – 2:2; Mzm. 124:2-3,4-5,7b-8; Mat. 2:13-18.

“Ketika Herodes tahu, bahwa ia telah diperdayakan oleh orang-orang majus itu, ia sangat marah. Lalu ia menyuruh membunuh semua anak di Betlehem dan sekitarnya, yaitu anak-anak yang berumur dua tahun ke bawah, sesuai dengan waktu yang dapat diketahuinya dari orang-orang majus itu.”

(Mat 2: 16)

Sepanjang sejarah manusia, mereka yang mengejar kekuasaan atas orang lain dan dengan panik berusaha mempertahankan kekuasaan itu, terus-menerus hidup dalam ketakutan. Bagaimanapun, kekuatan seringkali bersifat ilusi dan dengan mudah luput dari genggaman. Bahkan para diktator, raja, dan presiden terhebat pun tahu betapa kekuasaan mereka itu tidak pasti, itulah sebabnya hidup mereka yang tak bersalah hampir selalu dikorbankan demi kekuasaan.

Bacaan Misa untuk Pesta Kanak-Kanak Suci diambil dari Injil Matius 2: 13-18 dan mendemonstrasikan bagaimana kekuasaan yang bersifat ilusi itu sangat haus darah.

Di perikope inilah kita ketahui para martir iman yang pertama: anak-anak lelaki Betlehem dan wilayah sekitarnya yang berusia dua tahun ke bawah. Rencana jahat Herodes untuk membunuh Kanak-kanak Yesus dimentahkan oleh Tuhan yang tidak dapat dibunuh melalui keinginan manusia untuk berkuasa. Sebaliknya, Dia akan dihukum mati pada Pohon Keselamatan sebagai penggenapan rencana keselamatan-Nya. Sebuah rencana yang tidak akan pernah dipahami oleh Herodes dalam hasrat buta akan kekuasaan.

Orang-orang yang tak bersalahlah yang sering kali paling menderita di tangan mereka yang mengejar kekuasaan demi kekuasaan itu sendiri. Kejatuhan manusia dalam dosa telah menuntun manusia untuk menggenggam kekuasaan, tidak peduli seberapa kecil. Namun, ketika kita berusaha melakukannya, selalu ada korban. Korban itu bisa berupa nyawa bayi yang belum lahir, orang tua, orang cacat, orang miskin, atau kelompok orang lain yang dianggap tidak penting; kelompok-kelompok yang tidak punya kekuatan apa pun.

Para penggemar trilogi The Lord of the Rings dapat mengenali tema “menggenggam” kekuasaan ini dalam karya JRR. Tokien tersebut. Kekuasaan begitu menggoda. Menyenangkan pandangan mata. Sering kali amat sulit untuk memalingkan mata dari godaan kekuasaan. Kemampuan untuk mengontrol hidup sendiri dan hidup orang lain itu merupakan godaan yang amat besar. Itulah yang kita geluti setiap hari saat kita belajar mati terhadap diri sendiri, hari demi hari untuk bertumbuh dalam kasih sejati.

Cincin kekuasaan yang sekali lagi ingin dimiliki Sauron diukir dengan bahasa Peri kuno Mordor yang berbunyi: “Satu Cincin untuk menguasai mereka semua, Satu Cincin untuk menemukan mereka, Satu Cincin untuk membawa mereka semua dan dalam kegelapan mengikat mereka.” Cincin kekuasaan adalah kebalikan dari kasih. Kekuasaan membuat orang lain tunduk total kepada pemegang cincin itu. Sauron yang membuat cincin itu berusaha memperbudak orang-orang di Middle-earth.

Sebaliknya, kasih diberikan dengan bebas dan mengosongkan diri. St. Paulus dalam 1 Korintus 13: 4 – 8 berkata:

“Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong.  Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain.  Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran.  Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu. Kasih tidak berkesudahan; nubuat akan berakhir; bahasa roh akan berhenti; pengetahuan akan lenyap.”

Kekuasaan memperbudak dan memaksa kehendak orang lain dalam ketaatan total. Kekuasaan yang tak terkendali mengarah pada kegelapan sementara kasih mengarah pada terang dan kehidupan. Tidak mungkin keinginan untuk kekuasaan duniawi dan kasih itu hidup berdampingan dalam diri seseorang. Tuhan sendiri mengatakan kepada kita bahwa kita tidak dapat mengabdi dua tuan. Harus ada pelepasan diri agar kasih sejati ada dalam diri seseorang. Kekuasaan mencengkeram seseorang dan memungkinkan cahaya hati nurani seseorang menjadi redup saat keinginan untuk berkuasa itu mengisi kekosongan yang tercipta sebagai ganti kasih. Sebagai gantinya, keinginan untuk mempertahankan kendali dalam semua situasi membuat orang tega mengorbankan apa pun yang diperlukan untuk mempertahankan kekuasaan, bahkan nyawa mereka yang tak bersalah.

Herodes – seperti semua orang lain sepanjang sejarah – jauh di lubuk hatinya hidup dalam ketakutan terus-menerus. Ia tidak memiliki kasih sehingga ia cemas, takut, dan paranoid. Keinginan akan kekuasaan tidak pernah bisa membuat orang yang mencarinya hidup dalam damai karena ia tahu betapa gentingnya seluruh sistem dalam kenyataan. Mereka yang terus-menerus memegang kekuasaan, hidup berlawanan dengan tujuan asali hidup mereka. Kita diciptakan untuk mencari yang baik, yang benar, dan yang indah. Kita diciptakan untuk kebahagiaan (beatitudes). Kita diciptakan untuk kasih (caritas).

Pada dasarnya, kasih adalah pelepasan kekuasaan dan kontrol. Kasih adalah pelepasan ego, kesombongan, dan keangkuhan. Kasih adalah gerak keluar dari diri sendiri. Mencari kekuasan adalah berpaling ke dalam untuk memungkinkan ego mengatur kehidupan seseorang. Ketika ego menjadi liar di luar kendali, sisi menakutkan kekuasaan itu terjadi dan jalan kekerasan niscara tak terhindarkan saat keinginan untuk kekuasaan tumbuh. Kita berusaha untuk mengikat orang lain pada diri kita ketimbang memberikan diri kita dengan kasih kepada mereka.

Kita hidup dalam budaya yang didasarkan pada kekuasaan. Budaya kita mengatakan kepada kita bahwa individu menetapkan kebenaran. Sistem relativistik ini telah menyebabkan jatuhnya korban nyawa yang tak terhitung jumlahnya mulai dari yang belum lahir hingga orang tua. Meskipun kita berpura-pura bahwa kita lebih beradab daripada Herodes, pada kenyataannya, kita melakukan tindakan biadab di balik pintu tertutup, tetapi cengkeraman yang menakutkan akan kekuasaan masih menuntun kita pada penumpahan darah mereka yang tidak bersalah.

KASIH itu lahir di Bethlehem. Tanggapan Herodes terhadap kelahiran Raja yang baru lahir adalah salah satu bentuk ketakutan dan kelekatan pada kekuasaan. Kita mungkin tidak menumpahkan darah orang yang tidak bersalah, tetapi kita juga harus memilih antara kasih dan cinta diri egois kita sendiri. Pertempuran itu terjadi di hati kita masing-masing. Natal dan Pesta Kanak-Kanak Suci mengingatkan kita bahwa kita berperang melawan diri kita yang dikuasai dosa. Marilah kita mohon kepada Kanak-kanak Yesus untuk memenuhi kita dengan kasih berlimpah sehingga dengan kasih karunia-Nya kita dapat melepaskan wilayah-wilayah kehidupan kita di mana kita ingin dan sedang menggenggam kekuasaan.

Author

Write A Comment