Remah Mingguan

DIUNDANG MASUK KE DALAM PERJAMUAN BELAS KASIH

Pinterest LinkedIn Tumblr

Sabda Hidup

Minggu, 30 Maret 2025, Minggu Prapaskah IV Tahun C
Bacaan: Yos. 5:9a,10-12Mzm. 34:2-3,4-5,6-72Kor. 5:17-21Luk. 15:1-3,11-32.

“Ketika ia masih jauh, ayahnya telah melihatnya, lalu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ayahnya itu berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium dia.”

(LUK 15: 20)

Secara tradisional, Minggu Keempat Masa Prapaskah disebut Minggu Laetare (Minggu Bersukacita). Mengantisipasi sukacita Paskah, bacaan hari ini mengundang kita untuk bersukacita dengan berdamai dengan Allah melalui pertobatan dan pengakuan dosa-dosa kita dan dengan merayakan kepulangan kita ke rumah untuk bersama dengan Allah dalam perjamuan yang penuh kasih dan pengampunan.

Nada kegembiraan dan sukacita sangat nampak dalam Bacaan Pertama, yang menceriterakan umat Israel yang memasuki tanah yang dijanjikan dan merayakan Paskah. Dalam bacaan kedua, St. Paulus mengundang komunitas Kristen di Korintus untuk bersukacita karena Yesus telah memperdamaikan mereka dengan Allah melalui penderitaan dan kematian-Nya.

Injil hari Minggu ini, mengundang kita untuk merenungkan belas kasihan Allah yang lembut dan melimpah ruah melalui perumpamaan tentang Anak yang Hilang (Luk. 15:11-32). Dalam kisah yang sudah tidak asing lagi ini, Yesus mengungkapkan hati Bapa Surgawi kita – hati yang mengampuni tanpa ragu-ragu dan bersukacita menyambut kepulangan anak-anak-Nya. Anak bungsu itu kembali bukan karena pertobatan yang mendalam, melainkan didorong oleh rasa lapar dan putus asa. Namun, ayahnya berlari memeluknya, mengenakan pakaian yang terhormat padanya, dan merayakan kepulangannya. Begitulah belas kasihan Allah. Dia tidak mengukur kelayakan kita, tetapi menyambut kita kembali hanya karena kita adalah anak-anak-Nya.

Tetapi kisah ini juga memperkenalkan anak sulung, yang bergumul untuk memahami belas kasihan ini. Meskipun ia tetap setia dan taat, hatinya dikeraskan oleh kebencian. Ia tidak dapat bersukacita atas kembalinya adiknya karena ia melihat hubungan mereka dari segi tugas dan jasa, bukan kasih. Seberapa sering kita, seperti anak sulung itu, menghidupi iman kita seolah-olah itu hanyalah kewajiban, dan sulit untuk menyambut mereka yang kita anggap kurang layak? Betapa mudahnya kita menjauhkan diri dari saudara-saudari kita, lupa bahwa kita semua adalah bagian dari keluarga Allah yang sama.

Bapa dalam perumpamaan ini mengundang kedua anaknya untuk masuk ke dalam sukacita-Nya. Allah tidak menginginkan hamba-hamba yang enggan, tetapi anak-anak yang bersukacita yang merayakan belas kasihan-Nya bersama-sama. Dia merindukan kita untuk bersukacita ketika seorang pendosa kembali, untuk merangkul dan bukannya mengucilkan, dan untuk melihat setiap orang melalui kacamata cinta dan pengampunan.

Semoga Santa Perawan Maria membantu kita untuk membuka hati kita kepada belas kasih Allah, sehingga kita dapat memberikan belas kasih yang sama kepada orang lain. Marilah kita bergabung dalam perjamuan Bapa dengan hati yang penuh belas kasih dan sukacita.

“Bersukacitalah, hai Yerusalem, dan berhimpunlah, kamu semua yang mencintainya; bergembiralah dengan sukacita, hai kamu yang dulu berduka, agar kamu bersorak-sorai dan dipuaskan dengan kelimpahan penghiburanmu!” (Yes 66: 10 – 11). “Kecaplah dan lihatlah, betapa baiknya Tuhan!

Tuhan, puji syukur atas belas kasih dan pengampunan-Mu. Semoga kami pun berbelas kasih dan mengampuni satu sama lain. Amin.

Author

Write A Comment